Pengamat: Tidak Relevan Jika Penunjukan Hadi Tjahjanto Dikaitkan dengan Politik
Jakarta – Pesiden Joko Widodo (Jokowi) telah menunjuk Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai pengganti Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang bakal pensiun awal 2018 mendatang. Namun, banyak yang menilai ada misi tersendiri dibalik penunjukan calon Panglima TNI tersebut.
Pengamat HukumTata Negara Syamsuddin Radjab mengatakan, pilihan Presiden Jokowi menunjuk Marsekal Hadi Tjahjanto bukan berdasarkan hubungan politik. Namun karena Hadi dipandang memiliki visi untuk membawa TNI kedepan menemukan khittahnya sebagai TNI yang profesional, mandiri dan modern.
Rekam jejak Hadi sejauh ini belum pernah tercelah. Dia menilai, Hadi memiliki segudang prestasi yang baik. Memang, Hadi sempat dekat dengan Jokowi dimasa lalu sejak dirinya masih menjadi Komandan Lanud Adi Soemarmo di Solo dan Jokowi sebagai Walikot Solo.
Namun, kedekatan Hadi dengan Presiden Jokowi itu rasanya tidak relevan jika dikaikan secara politik saat ini. Menurut Radjab, seharusnya para pejabat publik harus saling kenal secara personal maupun hubungan antar kelembagaan agar pemerintahan berjalan baik dan lancar dengan koordinasi antar instansi.
“Jadi, jika saat ini, Presiden Jokowi memilih marsekal Hadi sebagai panglima TNI, itu gabungan antara prestasi, dedikasi, relasi dan takdir,” kata Radjab dalam siaran persnya yang diterima Fakta.News, Selasa (05/12).
Radjab menambhkan, dengan pertimbangan consensus, giliran jabatan panglima TNI diantara tiga matra, yakni darat, laut dan udara. Sebenarnya, matra udara yang dapat giliran dimasa panglima Gatot sekarang, namun mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lebih memilih matra darat, jadinya jatah Angkatan Udara terlewatkan.
“Sekali lagi, itu konsensus agar jabatan panglima tidak dimonopoli oleh matra tertentu dan itu baik agar tidak menimbulkan kecemburuan dikalangan militer,” ujarnya.
Yang terpenting menurut Radjab, panglima TNI kedepan memiliki tugas berat karena akan menghadapi tahun politik baik ditahun 2018 dengan pilkada maupun pilpres dan pileg 2019. TNI harus benar-benar netral dari kepentingan politik kelompok, termasuk kepentingan Presiden Jokowi yang akan kembali mencalonkan diri untuk yang keduakalinya.
“Jangan seperti kesan pilpres lalu, TNI dikesankan publik memblok ke pihak capres A dan kepolisisn dipihak B. Ini tidak sehat dalam pembelajaran politik bagi masyarakat sbg alat2 koersif Negara. Hal ini terjadi karena para petinggi TNI dan Polri ikut serta cawe-cawe politik dan sering memberi komentar politik,” pungkas Radjab.
Radjab mengatakan, tantangan marsekal Hadi kedepan adalah keberlanjutan reformasi internal TNI. Penataan secara adil penilaian jenjang dan karir, struktur teritotial yg terus bertambah, soal Internasionalisasi Papua Barat dan juga sangat penting penuntasan bisnis TNI yg mandeg bahkan terkesan dilupakan. Selain itu juga pemberantasan korupsi di instansi militer.
Nyong Syarief
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: