Pertamina Dukung Skema Tarif Pembangkit Listrik Panas Bumi yang Pro-Bisnis
Jakarta – PT Pemerintah (Persero) terus menawarkan inisiatif dan insentif menarik bagi investor di sektor pembangkit listrik panas bumi. Selain memberikan fasilitas perpajakan seperti pembebasan PPN, PPh maupun pajak impor, pemerintah melalui regulasi terbaru Peraturan Menteri Nomor 50 Tahun 2017 tentang pengembangan energi baru dan Terbarukan (EBT) membuka peluang untuk proses penentuan tarif secara bussines-to-bussines (B2B) antara PLN dan pengembang listrik swasta.
Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik mengungkapkan, sebagai perusahaan terdepan yang memproduksi energi panas bumi, PT Pertamina (Persero) mendukung aturan baru pemerintah tersebut. Regulasi yang ramah terhadap investasi itu dinilai bakal mempercepat pembangunan energi terbarukan panas bumi, maupun energi terbarukan lainnya seperti biomasa, hidro, matahari, angin dan lainnya.
“Dalam beberapa tahun ke depan kami masih akan mengembangkan energi panas bumi, untuk itu kami menyambut baik regulasi yang ramah investasi dan mendukung terciptanya clean energy kedepan. Kami sendiri sudah membangun pembangkit listrik panas bumi dengan kapasitas terpasang 587 MW. Potensinya sangat besar, dari total 29 Gigawatt, yang baru terpasang masih kurang dari 3 Gigawatt. Untuk itu regulasi memiliki peran penting dalam pengembangan energi panas bumi ke depan,” kata Elia dalam Acara Pertamina Energy Forum 2017 di Jakarta, Selasa (12/12).
Hal yang sama diungkapkan Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Yunus Saefulhak saat menjadi pembicara di sesi pertama PEF 2017, Menurutnya, regulasi terbaru memungkinkan adanya skema B2B, jika rata-rata biaya pokok produksi (BPP) pembangkit listrik dinilai kurang. Dicontohkan, proyek pembangkit Panas Bumi Rantau Dedap yang berada di Kabupaten Muara Enim dan Lahat, Kota Pagar Alam, Provinsi Sumatera Selatan, pada akhirnya penentuan harga listriknya ditentukan melalui proses amendemen perjanjian jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA).
“Dari target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025 mendatang, sekitar 7.200 MW atau 16 persen akan datang dari panas bumi, dan investasi di sektor ini di perkirakan akan mencapai US$ 8 miliar. Untuk itu kita harus menyiapkan beberapa strategi, yang pertama regulasinya harus mendukung. Kemudian pilihan lain, kita juga bisa menggunakan pinjaman lunak, sehingga bisa mendapatkan harga yang lebih murah atau bisa juga bekerja sama dengan negara lain, yang memiliki teknologi yang lebih maju, sehingga terjadi transfer teknologi di sana,” tutur Yunus ketika memaparkan makalahnya.
Menurutnya, sejak pemerintah memperbaiki regulasi terkait pengembangan panas bumi, investasi di sektor ini semakin meningkat. Dalam setahun terakhir misalnya, ada 80 penandatanganan pembangkit listrik energi terbarukan oleh IPP (independent power producers) dengan kapasitas pembangkit listrik mencapai 1.100 MW yang terdiri dari PLTA, PLT biomassa, PLTP, dengan investasi US$ 2,9 miliar. Sementara potensi energi baru terbarukan di Indonesia mencapai 443,2 GW dan yang termanfaatkan baru 8,8 GW atau 2 persen saja.
“Intinya kebijakan yang kami susun, mengacu pada 3 hal, kompetitif atau murah, terjangkau oleh masyarakat dan ketiga harus terdistribusi dengan baik atau yang dikenal dengan istilah energi berkeadilan. Jadi, kelihatannya memang ada tarik ulur antara kepentingan keekonomian dan kepentingan rakyat dan negara dalam mempercepat pembangunan energi baru dan terbarukan di Indonesia,” jelas Yunus.
Direktur Program Center of Strategic & International Studies (CSIS) untuk Asia Tenggara Amy Searight sebagai pembicara di sesi kedua mengungkapkan, bahwa di era Presiden Donald Trump saat ini, posisi Asia Tenggara termasuk Indonesia bagi Amerika Serikat (AS) tetap penting. Pada April lalu, Trump mengunjungi Presiden Joko Widodo di Jakarta, disusul kunjungannya ke Pimpinan Vietnam dan Filipina. Trump juga mengundang Perdana Menteri Singapura, Vietnam, Thailand, dan Malaysia untuk berkunjung ke istana presiden Amerika Serikat.
“Trump juga menginisiasi kerjasama ekonomi negara-negara Asia Pasifik,termasuk dengan Jepang, Australia, India dan Indonesia serta negara-negara Asia Tenggara lainnya. Bagi warga AS sendiri, 60 persen warga mengakui kerjasama dengan negara-negara di Asia akan membawa keuntungan bagi kedua belah pihak,” ujar Amy.
Dari sisi kerja sama di bidang energi, lanjut Amy, AS sendiri diprediksi akan menjadi negara net exportir gas alam mulai tahun 2026 mendatang. AS bisa mengembangkan pasarnya ke Asia, namun masih tergantung pada perkembangan teknologi dan akses ke depan.
“Dari perspektif ini, sebenarnya kita bisa melihat semakin banyak kerjasama B-2-B antara Indonesia dan AS di bidang energi terbarukan, terutama dari sisi banyaknya perusahaan AS yang sudah lebih dulu memiliki teknologi dan akses. Tapi harus dilihat lagi karena trennya dalam beberapa dekade terakhir adalah saling menggantikan. Energi fosil tergantikan dengan energi nuklir misalnya, kemudian tergantikan lagi oleh energi baru dan terbarukan,” pungkas dia.
Disamping itu, Duta Besar Republik India untuk Indonesia Pradeep Kumar Rawat yang juga pembicara di sesi kedua PEF 2017 ersebut mengatakan, tantangan masing-masing negara dalam mengembangakan energi baru dan terbarukan berbeda satu sama lain. MIsalnya saja di India, pemerintah tidak bisa mengelak dari polusi udara yang dihasilkan dari kota-kota dengan pertumbuhan populasi dan maraknya pembangunan infrastruktur seperti New Delhi.
“Dilihat dari semua sisi, pemerintahan kami sudah melakukan banyak hal. Misalnya di Delhi, kami melarang angkutan umum menggunakan bensin dan solar dan menggantinya dengan CNG. Kami juga tengah mengembangkan agar tenaga panel surya tidak hanya digunakan pada malam hari namun juga siang hari, tapi bagaimanapun Delhi tetap menjadi salah satu kota penghasil karbon terbesar karena padatnya populasi, kemacetan dan pembangunan di sana,” kata Pradeep.
Mendukung Mobil Listrik
Sementara itu, pada sesi ketiga di hari pertama PEF 2017, mengusung tema “Perkembangan Energi Terbarukan: Menangkap Peluang. Di sesi ini para nara sumber seperti Bambang Kristiawan Coorporate Planning of Mitsubishi Motor Krama Yudh membahas Trend Kendaraan Listrik di Dunia. Kemudian Go Tejima Manajer Proyek Divisi Litbang dan Teknik Manajemen, R&D and Engineering Company Toyota Motor Corporation membahas Mobil Hidrogen untuk Mewujudkan Nir Emisi, dan ditutup oleh Herutama Trikoranto SVP Research & Technology Center PT Pertamina (Persero) membahas Menangkap Peluang Menghadapi Trend Kendaraan Listrik.
Bambang menuturkan, bahwa perusahaannya terus mengembangkan mobil listrik. “Mitsubishi sudah lama memproduksi e-mobility alias mobil listrik,” katanya. Seperti Outlander PHEV serta I-MiEV, merupakan dua kendaraan berteknologi ramah lingkungan milik Mitsubishi yang dijual di pasar global. Outlander PHEV menggunakan teknologi Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV), sementara I-MiEV merupakan mobil listrik murni.
SVP Research and Technology Center of PT Pertamina Persero Herutama Trikoranto, mengatakan, pihaknya siap untuk mengembangkan penggunaan energi hijau untuk transportasi, kegiatan komersial dan rumah tangga.
“Terkait regulasi, infrastruktur dan sebagainya perlu kita siapkan dengan baik,” ujar Herutama dalam seminar Pertamina Energy Forum (PEF) 2017, di Jakarta, Selasa (12/12).
Namun demikian, mengingat Pertamina bukan perusahaan yang memegang linsensi dalam pengembangan teknologi kendaraan bermotor di Indonesia, untuk itu diperlukan kolaborasi dengan para produsen kendaraan bermotor.
“Tentu saja kolaborasi dengan auto makers itu menjadi penting khususnya dalam hal penyiapan roadmap yang disiapkan untuk penetrasi pasar seperti apa,” kata Herutama.
Sementara itu, Direktur Gas Pertamina Yenni Andayani mengatakan, saat ini perusahaan terus mengembangkan penggunaan gas sebagai bahan bakar transportasi.
“Beberapa tahun ini perseroan telah mengembangkan di BBG, bahkan kinisedangmencoba LPG dan BBG,” kata Yenni.
Pada kesempatan yang sama, Go Tejima, Project Manager, R&D and Engineering Management Division, Toyota Motor Corporation mengatakan, bahwa Toyota telah dan akan terus mengembangkan mobil listrik dan telah memasarkan di berbagai negara, termasuk di AS dan Eropa. Untuk memajukan mobil listrik di Indonesia dibutuhkan dukungan infrastruktur dan regulasi dari pemerintah.
Nyong Syarief dan M Riz
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: