KPU: Anggota TNI, Polri, PNS, DPR/DPRD Harus Mundur dari Jabatannya Jika Ikut Pilkada
Jakarta – Pilkada Serentak 2018 diwarnai beberapa calon yang berasal dari instansi pemerintahan seperti dari TNI, Polri, PNS maupun DPR/DPRD. Di antaranya yaitu Analis Kebijakan Utama Bidang Sespimti Sespim Lemdiklat Polri Irjen Anton Charliyan yang maju menjadi calon wakil gubernur Jabar, mendampingi Tubagus Hasanuddin. Selain Anton, Pangkostrad Letjen TNI Edy Rahmayadi juga akan maju sebagai calon Gubernur Sumatera Utara didampingi Musa Rajekshah. Selanjutnya Bupati Siak, Syamsuar dan Komandan Korem 031 Wira Bima Riau, Brigjen Edy Natar Nasution yang maju menjadi gubernur dan wakil gubernur Riau.
Menanggapi hal ini Komisioner KPU Hasyim Asyari mengatakan anggota TNI/Polri, PNS dan DPR/DPRD yang akan mengikuti pilkada serentak 2018 wajib mengundurkan diri jabatannya. Hasyim menjelaskan terdapat 3 dokumen yang harus diserahkan untuk peserta dari TNI/Polri, PNS, dan legislatif.
Hasyim mengatakan dokumen pertama adalah surat pernyataan bersedia mengundurkan diri dari jabatannya. “Ada 3 (dokumen) ya, jadi kalau waktu pendaftaran ini surat pernyataan kesediaan untuk mengundurkan diri itu disampaikan pada saat masa pendaftaran ini,” ujar Hasyim di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (8/1/2018).
Sedangkan dokumen kedua menurut Hasyim yang harus diserahkan peserta pilkada dari TNI/Polri, PNS, DPR/DPRD yaitu surat keterangan dari pimpinan lembaga masing-masing bahwa pengunduran diri mereka sedang dalam proses. Dokumen ini disebut Hasyim wajib diserahkan pada H+5 setelah calon kepala daerah ditetapkan sebagai peserta pilkada 2018. “Kemudian yang kedua adalah surat keterangan dari pimpinan lembaga itu menyetujui proses pengunduran diri itu, nah itu diserahkannya H+5 setelah penetapan calon,” tutur Hasyim.
Lebih lanjut Hasyim menuturkan kemudian calon kepala daerah dari TNI/Polri, PNS, anggota legislatif wajib menyerahkan SK pengunduran diri pada H+60 hari setelah penetapan calon. Atau H-30 hari sebelum hari pemungutan suara yang akan digelar pada 27 Juni 2018. “Nah kalau SK pemberhentian itu sendiri itu H+60 penetapannya setelah penetapan calon, jadi bukan H+60 setelah pendaftaran, tapi setelah penetapan calon,” jelas Hasyim.
Selain itu Hasyim juga menyampaikan bahwa prosedur tersebut sesuai dengan Peraturan-KPU atau PKPU Nomor 3 Tahun 2017 Pasal 69, tentang pencalonan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau walikota dan wakil walikota.
Menurt Hasyim bila SK pengunduran diri dan dokumen-dokumen tersebut tidak diserahkan, maka calon kepala daerah dianggap tidak memenuhi syarat. Konsekuensinya adalah tidak dapat mengikuti pencalonan, namun posisinya tidak bisa digantikan. “Kalu belum terpenuhi semua kemudian ya dinyatakan tidak memenuhi syarat, kalau tidak memenuhi syarat ya konsekuensinya kemudian ya dibatalkan dari pencalonan,” ujarnya.
Selanjutnya Hasyim menjelaskan hal ini tertera pada PKPU 3 Tahun 2017 Pasal 69 Ayat 5 dan 6 Yaitu tentang Partai Politik, Gabungan Partai Politik, atau pasangan calon perseorangan yang calonnya dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud tidak dapat mengajukan Calon Pengganti.
Saat ini pendaftaran pasangan calon kepala daerah dari partai politik sudah dibuka. Pendaftaran dibuka dari hari ini hingga Rabu (10/1) nanti.
Yuch
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: