Ombudsman : Tidak Ada Koordinasi dalam Program Rehabilitasi Pengguna Narkoba Selama ini
Jakarta – Ombudsman menemukan adanya perbedaan pelayanan dalam menangani program rehabilitasi bagi pecandu narkoba pada Instansi Penerima Wajib Lapor (IPWL) di BNN, Kemenkes, dan Kemensos.
Ketidakadaan koordinasi di ketiga lembaga tersebut merupakan faktor penyebab berbedanya pelayanan bagi pengguna narkotika saat ini. Temuan Ombudsman ini adalah hasil dari observasi secara terbuka dan tertutup dibeberapa IPWL yang ada di Jakarta.
“Ketika seseorang kena candu ada asesmen sukarela dan secara undang-undang dia dibebaskan, maka ketika dia ke IPWL, ke IPWL yang mana? Ternyata beda-beda. Ada Kemenkes, Kemensos dan BNN, pelayanannya juga berbeda-beda,” ujar anggota Ombudsman Adrianus Eliasta Meliala pada Jumat (28/7/2017).
Adrianus meliala menambahkan, selama ini ketiga lembaga ini tidak saling kontak dan tidak sinergi. Begitu pula dengan data-data, aplikasi ditiap lembaga saling berbeda satu sama lainnya. Bahkan definisi dan jumlah pecandu yang ada juga berbeda.
Menurut penilaian Ombudsman, seharusnya IPWL ini hanya dikelola oleh BNN, sedangkan untuk penetapan standar pelayanan bagi pengguna narkotika yang tengah direhabilitasi dan telah direhibilitasi merupkan tugas dari Kementerian Kesehatan.
“Seharusnya Kemenkes menetapkan pelayanan bagi yang direhab dan sudah direhab. BNN kan cuma ada satu di setiap kota dan mereka tidak bisa semua (urus pecandu), seharusnya BNN yang urus IPWL, Kemensos sama Kemenkes tidak usah,” ujar Meliala.
Ombudsman juga menilai BNN harusnya menjadi acuan dalam penanganan narkotika. Untuk itu data yang ada di Kemenkes dan di Kemensos harus menjadi data sekunder.
“Tadi kata dari Kemenkes masih ada arogansi antar instansi, loh masalah gini kok pake argoransi. Kami sebagai pengawas kacau nih. Menarik ya kenapa harus tersebar ke tiga lembaga bahkan sampai empat ke Kemenko Polhukam, kenapa gak di BNN saja sih,” pungkasnya.
dPing.
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: