Janji Jonan: Listrik 35 Ribu MW Selesai Tahun Depan
Jakarta – Seluruh kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) untuk ketenagalistrikan sebesar 35 ribu Megawatt (MW), diharapkan rampung tahun 2018 mendatang. Kalau pun mundur, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan berharap, Power Purchase Agreement (PPA) sudah bisa dilakukan di awal tahun 2019 mendatang.
Seluruhnya, lanjut Jonan, program 35 ribu MW ini bisa rampung pada tahun 2024 hingga 2025 mendatang. Adapun hingga 2019, ia berharap realisasi program 35 ribu MW yang rampung bisa mencapai 57,14 persen, atau sekitar 20 ribu MW. “Saya yakin 2018, seluruhnya sudah kontrak. Paling lambat awal 2019,” kata Jonan.
Perkiraan awal penyelesaian 35 ribu MW, adalah lima tahun dengan asumsi pertumbuhan ekonomi mencapai 7 hingga 8 persen. Nyatanya, menurut Jonan, hingga saat ini rata-rata pertumbuhan ekonomi selama tiga tahun terakhir berkisar di angka 5 persen. Sehingga, ia mengklaim bahwa perlambatan itu juga berpengaruh ke realisasi 35 ribu MW.
“Indonesia bagian dari ekonomi global, perlambatan pertumbuhan berpengaruh, tidak mungkin akan naik sendiri,” ungkap Jonan.
Karena itu, untuk mengebut realisasi ini, pemerintah terus membenahi pengaturan mengenai poin-poin PPA. Sebelumnya, Kementerian ESDM telah merevisi beleid ihwal pokok-pokok PPA melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2017 yang membebaskan pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) dari risiko kondisi kahar eksternal (force majeure).
“Pemerintah juga terus membenahi pengaturan pokok-pokok PPA, subsidi listrik tepat sasaran, hingga permasalahan penyediaan lahan dan perizinan dalam rangka percepatan pencapaian target 35 ribu,” pungkas Jonan.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, pembangkit yang sudah beroperasi dari mega proyek itu tercatat 768 MW. Angka itu mengambil 2,19 persen dari target penyelesaian 35 ribu MW. Sementara itu, pembangkit yang sudah memasuki masa konstruksi tercatat 14.193 MW. Di sisi lain, PPA yang belum konstruksi tercatat 8.550 MW, pengadaan 5.155 MW, dan perencanaan 7.170 MW.
Bakal Jadi Milik Negara
Seperti diketahui, awal tahun ini Kementerian ESDM mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pokok-Pokok Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL). Dalam regulasi baru yang dibuat Menteri ESDM Ignasius Jonan ini, ditetapkan bahwa semua pembangkit listrik yang telah habis PJBL-nya bakal menjadi milik negara.
Aturan ini tidak berlaku surut, hanya berlaku untuk PJBL alias Power Purchase Agreement (PPA) yang diteken setelah Permen diterbitkan. Untuk PPA yang sudah ditandatangani dengan skema Build, Own, Operate (BOO), pembangkit tetap menjadi milik IPP setelah kontrak berakhir.
Tapi semua PPA yang bakal diteken PLN dengan IPP ke depan harus memakai pola kerja sama Build, Own, Operate, Transfer (BOOT). Dengan skema BOOT, pembangkit menjadi aset negara begitu PPA berakhir.
Permen ESDM 10/2017 juga membatasi jangka waktu PPA maksimal 30 tahun. Maka paling lambat setelah 30 tahun, pembangkit-pembangkit listrik milik produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) harus diserahkan pada negara.
M Riz
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: