Taekwondoin Hasil Tempaan Kerja Keras dan Doa Almarhum Ayahanda
Tak cuma sosok Defia Rosmaniar yang berlinang haru. Mata Indonesia pun berkaca-kaca mendengar lagu Indonesia Raya berkumandang karenanya. Selain jadi yang pertama meraih emas, Defia juga jadi pemberi motivator atlet lainnya bahwa perjuangan akan terbayar lunas.
Ya, tak perlu bicara Cina atau Korea dengan perolehan medalinya di Asian Games 2018. Satu emas dari satu target di cabang Taekwondo jelas punya makna.
Keberhasilan atlet taekwondo pada disiplin poomsae itu pun membuktikan kalau semua duka, kegagalan, dan rasa sakit pasti berbuah saat gelar juara diraih.
“Medali emas ini saya persembahkan bagi almarhum ayah saya, bagi ibu, para pelatih, dan seluruh rakyat Indonesia,” kata Defia, sebelum menerima pengalungan medali emas.
Siapa tak getar hatinya mendengar ucapan Defia. Sebab sang ayah sebenarnya sudah berpulang meninggalkannya saat Defia sedang dalam pemusatan latihan. Namun ia yakin doa dan dukungan almarhum tetap dirasakannya, termasuk saat dirinya bertanding.
Baca Juga:
- Bocah Pemanjat Tiang Bendera dari Perbatasan
- Ini Kisah Anak Tukang Kebun yang Berhasil Jadi Paskibraka di Istana Negara
- Pencetus Kampoeng Cyber di Yogyakarta
Keberhasilan Defia merebut emas ini sekaligus mengakhiri penantian taekwondo Indonesia selama 32 tahun pada ajang Asian Games. Patut diketahui, sejak dipertandingkan pada 1986, Indonesia belum pernah dapat emas.
Maka dari itu, apa yang diraih Defia menghentak atlet nasional lainnya. Ia mengingatkan bahwa buah dari kerja keras dan aneka pengorbanan akan terlihat.
Bagi gadis berusia 23 tahun itu, Asian Games jelas bukan ajang main-main. Karena itu pula ia tak pernah mengendurkan semangat sejak menjalani pemusatan latihan di Korea Selatan pada Maret 2018.
Saban hari ia berlatih fisik dan teknik selama 6,5 jam. Bersama Muhammad Abdurrahman Wahyu, atlet yang berlaga pada nomor perseorangan putra, ia tekun melatih diri.
Sosok Defia Rosmaniar yang mengaku penikmat makanan nusantara, pun sempat kesepian dan kangen pada makanan sehari-hari. Apalagi ia lima bulan di Negeri Gingseng.
Namun satu yang paling membuatnya rindu tentu saja sang ayah. Pasalnya ia pamit ke Korea saat ayahnya masih hidup. Defia lalu berlatih keras sejak itu.
Hingga pada April lalu, sebuah kabar diterima dirinya. Giliran sang ayah yang pamit untuk selamanya. Defia langsung pulang, tapi hanya tiga hari di Bogor. Defia harus kembali ke Korea untuk berlatih.
“Kepergian ayah membuat saya berjanji untuk membuat beliau bangga. Hal itu membuat saya berlatih lebih keras,” katanya haru.
Ya, ayahnya bernama Ermanto. Dialah sosok yang paling menginspirasi dirinya. Ermanto juga yang terus mendorong Defia mencapai prestasi tertinggi, meskipun berbagai masalah merintangi Defia sejak remaja.
Defia, mahasiswi Universitas Negeri Jakarta, mulai serius di Taekwondo sejak kelas 1 SMP. Ia didorong kakaknya untuk menekuni taekwondo dan tak disangka cepat menjadi atlet daerah.
Namun ia sebenarnya mengawali kiprahnya pada disiplin kyorugi atau pertarungan. Lantaran latihannya yang keras Defia terkena penyakit hepatitis A. Ibunya pun meminta Defia berhenti berlatih.
Tapi ayahnya tetap mendukung Defia yang kadung mencintai Taekwondo. Defia kembali berlatih setelah sembuh dari sakitnya.
Tak ingin membuatnya ibu khawatir, ia pindah haluan dari kyorugi menjadi poomsae atau jurus. Poomsae dinilai memiliki risiko yang lebih kecil karena tidak ada benturan tubuh dan latihan fisiknya lebih ringan.
Ayahnya merestui. Yang penting Defia menikmati dan mau berlatih keras.
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: