Ketua UKP PIP: Tanpa Pancasila Kita Mengalami Disorientasi
Malang – Ketua Unit Kerja Presiden Pembina Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Yudi Latif, mengemukakan pendapatnya mengenai konflik yang terjadi di Rohingya. Menurutnya, masalah tersebut harus ditanggapi dengan teliti karena memiliki dimensi yang luas. Kepedulian sosial dan kemanusiaan memang hal yang baik namun jangan sampai malah memperkeruh menjadi konflik agama. Sebab jika salah langkah dalam menyikapinya, bukan tidak mungkin justru menimbulkan korban kemanusiaan yang lebih besar.
Yudi juga mengatakan, bisa saja masalah ini hanya sebagai pengalihan isu dengan mengacaukan di lokasi lain, namun bisa juga tidak. “Yang pasti, kita jangan mudah terkecoh. Permasalahan ini juga telah melibatkan pemerintah dan sudah diserakan kepada Menteri Luar Negeri RI serta LSM,” ucap Yudi Latif di saat memberikan pengarahan pada acara penutupan pengenalan studi mahasiswa baru (Pesmaba) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), di Malang, Jawa Timur, Kamis (7/9/2017).
Selanjutnya Yudi mengatakan bahwa kemanusiaan termaktub dalam sila kedua dari Pancasila dan kepedulian Pancasila tidak terbatas oleh lokasi. “Tragedi kemanusiaan di manapun akan menjadi kepedulian Pancasila, bahkan sensitivitas juga tidak dibatasi oleh lokalitas kebangsaan, tetapi bersifat umum dan berskala global,” katanya.
Dalam amanatnya di hadapan ribuan mahasiswa baru UMM tersebut, Yudi Latif secara khusus menyebut UMM sebagai miniaturnya Indonesia, karena adanya keterwakilan mahasiswa dari seluruh daerah di Indonesia. “Belum pernah saya datang ke kampus, dan semua suku ada. Tapi di UMM, semua suku ada,” ujarnya.
Dia pun mencontohkan, sila ketiga yakni Persatuan Indonesia. Dimana Indonesia memiliki kemajemukan suku bangsa, budaya dan agama. Bahkan, jumlah keragaman di zamrud khatulistiwa ini berjumlah ratusan. Seperti batik yang memiliki aneka corak yang berbeda. Setiap daerah punya kekhasan dan keragaman pola masing-masing. “Tapi orang bisa menyebut dan mengenali pola seperti ini adalah batik. Itulah yang namanya Bhineka Tunggal Ika, di balik keragaman ada kesatuan,” tegasnya.
Oleh sebab itu Pancasila yang memungkinkan semua warna menyatu, sebagai perekat keragaman suku dan agama. Pancasila juga merupakan titik temu, titik pijak, dan titik tuju dalam setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa Pancasila, masa depan bangsa Indonesia menjadi kabur dan tidak jelas arah dan tujuannya. “Bung Karno menyebut sebagai bintang penuntun kita. Tanpa Pancasila kita kehilangan nilai, kehilangan segala bentuk negara. Tanpa Pancasila kita mengalami disorientasi,” ucapnya.
Yudi juga mengatakan untuk semakin menanamkan nilai-nilai Pancasila pada anak muda, tidak bisa dengan pemaksaan, apalagi tuntutan. Tetapi, harus bisa memahami suasana kebatinan anak muda sekarang dan mengantarkannya dengan cara menarik. Sosialisasi Pancasila juga tidak bisa ditentukan oleh lama waktu penyampaian materi. Jika penyampaian tidak menarik, akan membuat generasi muda merasa bosan dan kemudian memicu rasa benci.
Penegasan UKP-PIP soal Pancasila tersebut, sekaligus menyempurnakan nuansa kebangsaan Pesmaba UMM. Pada pembukaan Pesmaba, mahasiswa UMM sukses menampilkan empat flashmob bercorak kebangsaan, yaitu formasi lambang Burung Garuda, tulisan “UMM for Indonesia” dan “Jas Merah Kampus Putih”, serta formasi kepulauan Indonesia.
Ping
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: