Belanja APBN/APBD Tak Maksimal Tingkatkan Penerimaan Negara
Jakarta – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengaku kecewa selama ini besarnya belanja yang dianggarkan di APBN dan APBD ternyata masih belum mampu memaksimalkan penerimaan negara.
Sri Mulyani dalam Rakernas Sinergi Pengawasan Penerimaan negara Onleh APIP Kementerian/Lembaga/Daerah Tahun 2017 di Gedung Dhanapala Kemenkeu, Jakarta, Selasa (12/9), menunjukkan belanja yang dialokasikan dalam APBN dan APBD selama ini cukup besar. Namun dampak terhadap penerimaan negara baik dari pajak maupun perpajakan dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) masih minim.
Ia menyebutkan, belanja negara tahun ini diperkirakan akan mencapai sekitar Rp2.133 triliun, dimana sepertiganya yaitu Rp766 triliun lebih dibelanjakan oleh daerah melalui transfer ke daerah. Sehingga penerimaan perpajakan menjadi sangat penting untuk bisa mendukung belanja negara yang begitu besar dan ini menjadi hal yang kritikal.
“Tentu kita akan terus melakukan refromasi perpajakan untuk memperbaiki kepampuan kita mendukung kebutuhan negara lebih banyak. Namun salah satu yang sebagai sumber penerimaan negara, adalah APBN dan APBD itu sendiri,” kata Sri Mulyani.
APBN dengan belanjanya, lanjutnya, sebetulnya menciptakan juga apa yang disebut potensi penerimaan, karena setiap belanja yang dibiayai oleh APBN, maka dia menghasilkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk belanja pegawainya, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 yang berhubungan dengan belanja barang dan belanja modal.
Dengan jumlah belanja di APBN sebesar Rp2.133 triliun tersebut, maka sejatinya sudah bisa dihitung penerimaan dari pajak yang dihasilkan dari belanja barang dan belanja modal. Di tahun 2015, telah dikumpulkan sekitar Rp84 triliun dan di tahun 2016 sebesar Rp86 triliun yang berasal dari kegiatan APBN dan APBD.
“Tentu itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan total penerimaan perpajakan yang tadi saya sebutkan lebih dari Rp1.400 triliun. Secara persentase dia hanya 7,9 persen (di 2015) atau bahkan tahun 2016 itu hanya menjadi 7,8 persen,” ujarnya.
Sri Mulyani melanjutkan,”Apakah memang harus begitu? Saya tidak tahu. Dalam artian pasti tidak. Saya sudah menyampaikan pada jajaran saya, kalau saya lihat postur APBN, mestinya saya bisa mendapatkan penerimaan yang lebih dari itu. Dan inilah yang saya sampaikan kepada jajaran Kemenkeu,” jelasnya.
Lebih lanjut Sri Mulyani menyatakan, kerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan BPKP juga sangat penting untuk bersama-sama bekerja melihat APBN dan APBD ini. Oleh karena itu peran Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP) itu menjadi sangat penting.
“Kalau kita keluarkan yang pasal 21 yaitu kalau orang menerima gaji -PPh pasal 21 sudah dipotong dari pengeluaran personal- tapi pajak dari PPN dan belanja barang dan modal, itu kita belum cukup mampu untuk bisa mengumpulkan sesuai dengan yang seharusnya, yaitu sesuai dengan transaksi yang terjadi. Dan di sinilah saya meminta untuk kita semuanya melakukan evaluasi di dalam cara bekerja kita,” ungkapnya.
Salah satu yang diindikasikan sebagai titik lemah untuk mengumpulkan pajak dari APBN dan APBD adalah peranan bendaharawan. Sri Mulyani menyebutkan, bendaharawan ada yang tidak paham dan tidak memahami aturan-aturan, bahkan tidak memahami transaksi keuangan dimana mereka juga memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan pajaknya, bahkan ada yang tidak patuh.
Menurut dia, kepatuhan ini membutuhkan peranan APIP untuk bisa mengawasi. Sehingga Raker ini diharapkan bisa menciptakan mekanisme dan sistem. Karena kalau kemampuan mengumpulkan pajak itu meningkat, maka uang itu akan kembali lagi dalam bentuk manfaat untuk masyarakat dan aparat negara itu sendiri.
“Saya ingin sistem ini dibangun sehingga kedepan kita tidak lagi aparat pajak saya mengatakan `Ibu saya mendapatkan informasi bendahara saja, tapi tidak mendapatkan. Bagaimana kita bisa mengumpulkan (penerimaan pajak?)`. Sehingga aparat pajak lebih sibuk mengawasi dan mengumpulkan pajak dari APBN dan APBD, bukannya melakukan ekstensifikasi di luar,” ucapnya.
Oleh karena itu, Ia meminta mulai tahun ini dan kedepan terus dilakukan penciptaan sistem bagi upaya aparat pajak mengenai pemungutan pajak dari kegiatan APBN yang seharusnya seminimal mungkin, tapi hasilnya semaksimal mungkin. Karena ini harusnya bisa dikontrol. (Fitriya – Ipotnews)
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: