Catat 54,41 Poin, Indeks Demokrasi Sumbar Terburuk Di Indonesia
Padang – Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat (Sumbar) merilis angka Indeks Demokrasi Indonesia (IDI), dan Sumbar pada tahun 2016 masuk kategori buruk. Provinsi itu, berada pada posisi 54,41 poin dari skala 0 sampai 100 atau turun 13,05 poin dibandingkan 2015 yang mencapai 67,46 poin. Klasifikasi indeks demokrasi dikelompokkan menjadi tiga kategori, yakni baik dengan indeks diatas 80 poin, sedang dengan indeks 60 sampai 80 poin dan buruk dengan angka di bawah 60 poin.
Sumbar menduduki posisi paling buntut, lebih rendah dari Papua Barat dengan skor 60,35 atau kategori ‘sedang’, Lampung dengan skor 61,00 atau ‘sedang’, Papua dengan skor 61,02, dan NTB dengan skor 65,41. Kelima provinsi tersebut bertengger di 5 terbawah dengan nilai IDI terendah.
“Dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia, IDI tertinggi diperoleh oleh provinsi Bangka Belitung dengan skor 83 poin dan yang terendah adalah Sumbar sebesar 54,41 poin,” kata Kepala BPS Sumbar Sukardi di Padang, Jumat dalam pemaparan berita resmi statistik.
Sukardi menjelaskan, IDI adalah indikator komposit menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi yang capaiannya diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek yaitu kebebasan sipil, hak-hak politik dan lembaga-lembaga demokrasi.
Metodologi yang digunakan dalam menghitung IDI menggunakan empat sumber data, yaitu hasil pengumpulan bahan dari surat kabar lokal, pengumpulan dokumen berupa perda, pergub dan lainnya, fokus grup diskusi dan wawancara mendalam. Penilaian indeks demokrasi tidak secara khusus menyasar pada kinerja Pemerintah Provinsi saja. Namun, seluruh poin-poin penilaian juga mencakup perilaku masyarakatnya dalam berdemokrasi.
“Indeks demokrasi ini bukan hanya berdasarkan kinerja pemerintah, namun juga kinerja masyarakat. Seperti aksi mogok. Mogok, demo, terus kalau ada kekerasan, itu kan peran masyarakat. Jadi penilaian ini menyasar pemerintah dan masyarakat,” ujar Sukardi.
Di Sumatra Barat, lanjut Sukardi, perhitungan indeks demokrasi juga memperhatikan 11 variabel dan 28 indikator. Beberapa pertimbangan penilaian yang dipakai adalah kebebasan berpendapatan, kebebasan berkeyakinan, hak memilih dan dipilih, peran DPRD, peran partai politik, dan peran birokrasi pemerintah.
Menurut Sukardi turunnya IDI Sumbar 2016, karena terjadinya penurunan pada aspek kebebasan sipil disebabkan meningkatnya hambatan kebebasan dan diskriminasi. “Salah satu indikatornya adalah adanya sejumlah aksi demonstrasi yang menggunakan kekerasan dan itu adalah peran masyarakat bukan pemerintah,” ucapnya.
Kemudian indikator lain yang mengalami penurunan angka dibandingkan 2015, adalah partisipasi politik dalam pengambilan keputusan, peran patai politik, dan serta birokrasi pemerintah daerah. Berikutnya, Sukardi menyampaikan, pada 2016 terjadi penurunan pengaduan masyarakat terhadap penyelenggaran pemerintah yang menggambarkan kurangnya kepedulian masyarakat untuk mengoreksi kinerja pemerintah.
“Tidak hanya itu, dari sisi lembaga demokrasi juga terjadi penurunan kinerja peran partai politik ditandai dengan berkurangnya perda inisiatif oleh DPRD dan kurang transparan penyediaan informasi APBD,” ujarnya.
Sumatra Barat tergolong daerah yang memiliki indeks demokrasi fluktuatif. Pada 2009 lalu, indeks demokrasi Sumbar pernah bertengger di rentang ‘sedang’. Kemudian pada 2013, skor Sumbar menurun ke kategori buruk dengan nilai 54,11.
Meski sempat naik di tahun 2015 dengan skor 67,46 dan kembali masuk ke kategori ‘sedang’, tahun 2016 nilai Sumbar kembali anjlok ke 54,41 dan memaksa Sumbar masuk ke kategori ‘buruk’. “Turunnya IDI ini akibat ketiga aspek yang mengalami penurunan semua,” kata Sukardi. Ia menambahkan, angka ini merupakan bahan koreksi bagi semua pihak untuk bersama-sama memperbaiki kehidupan demokrasi di Sumbar.
Menanggapi hal ini Kepala Bidang Politik Dalam Negeri Badan Kesbangpol Sumbar Syahaluddin menilai data IDI punya metodologi tersendiri yang secara prinsip merupakan persepsi tim ahli. “Saya melihat ada keterbatasan metodologi dalam melihat realitas yang ada di lapangan jadi tidak menyeluruh,” ujarnya.
Akan tetapi ia mengatakan akan memperkuat aspek aspek yang dinilai lemah seperti transparansi anggaran dan kebijakan lainnya.
Ping
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: