Pertemuan GCF di Balikpapan Membahas Pelestarian Hutan dan Perubahan Iklim
Jakarta – Keluarnya Amerika Serikat dari Perjanjian Paris memberikan tantangan tersendiri bagi Satuan Tugas Gubernur untuk Hutan dan Iklim atau Governors’ Climate and Forests Task Force (GCF). Satgas beranggotakan gubernur dari 35 provinsi dan negara bagian dari seluruh dunia ini bakal menjadi garda terdepan dalam upaya melestarikan hutan. Mereka berniat menyepakati aksi regional, nasional, hingga global untuk terus menghambat laju deforestasi atau penggundulan hutan, mendorong pembangunan berkelanjutan, dan mengatasi perubahan iklim.
“GCF harus mengatur strategi untuk mengurangi deforestasi tropis dan mendorong pembangunan rendah emisi,” kata Sekretariat Indonesia untuk GCF, Seruni Soewondo, Kamis (21/9/2017).
Untuk itu, Seruni mengatakan pertemuan anggota GCF di Balikpapan, Kalimantan Timur, pada 25-29 September menjadi penting, rencananya akan menghasilkan kesepakatan ‘Balikpapan Statement’. Kesepakatan itu diharapkan bisa menghasilkan peta jalan untuk aksi global dalam menghambat laju deforestasi, mendorong pembangunan berkelanjutan, dan mengatasi perubahan iklim.
“Anggota GCF diharapkan menghasilkan pernyataan yang kuat dan terpadu. Penelitian menunjukkan bahwa menghentikan deforestasi tropis dan memulihkan lanskap yang rusak adalah kunci untuk memerangi perubahan iklim dan dapat menggantikan hingga sepertiga dari emisi gas kaca global,” katanya.
‘Balikpapan Statement’ rencananya akan menggabungkan pesan-pesan para anggota GCF melalui tiga agenda utama. Agenda pertama adalah mengidentifikasi cara bagaimana yurisdiksi menghasilkan komoditas pertanian secara berkelanjutan melalui kerja sama dengan konsumen agar mengurangi deforestasi.
Agenda kedua adalah perlindungan hak-hak masyarakat adat. Pada saat yang sama, anggota GCF juga dituntut meningkatkan kesejahteraan mereka.
Agenda ketiga adalah mencari cara untuk menjamin bahwa anggota GCF bisa meraih pendanaan yang diperlukan untuk mengurangi deforestasi, mendukung pembangunan rendah emisi, dan melindungi hak-hak masyarakat adat.
Pertemuan Balikpapan
Menurut Seruni, pertemuan di Balikpapan akan menjadi ajang adu strategi yang positif dari para anggota GCF yang menguasai sepertiga hutan dunia. Sebanyak 35 wilayah yang diwakili para gubernur itu bisa dikatakan sebagai tempat bagi sepertiga hutan di bumi. Wilayah mereka berada di sembilan negara, yakni Brazil, Kolombia, Indonesia, Pantai Gading, Meksiko, Nigeria, Peru, Spanyol, dan Amerika Serikat.
Provinsi dan negara bagian di wilayah tropis ini melaksanakan program-program pendekatan yurisdiksi untuk melindungi hutan dan iklim, dan juga untuk meningkatkan penghidupan pedesaan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa menghentikan deforestasi tropis dan memulihkan lanskap yang rusak adalah kunci untuk memerangi perubahan iklim dan dapat menggantikan sampai sepertiga dari emisi gas kaca global.
Karena itu, dalam pertemuan kali ini para gubernur itu akan menunjukkan kepemimpinan masing-masing dalam mengatasi perubahan iklim sub-nasional. Contohnya, Gubernur Tião Viana dari Acre, Brazil, akan membahas bagaimana Acre telah mengurangi secara signifikan deforestasi dalam 10 tahun terakhir.
“Pada saat bersamaan, Acre juga mampu menggerakkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif untuk rakyatnya,” kata Seruni.
Selain itu anggota GCF lainnya juga akan membahas mengenai keterlibatan mereka di proses global, seperti Memorandum Under 2 yang dipimpin California. Di sana, anggota GCF sudah berkomitmen terhadap target pengurangan emisi gas rumah kaca.
Anggota GCF juga didorong melakukan pendekatan kolaboratif untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan terkait hutan di seluruh negara bagian dan provinsi. “Mereka juga akan diingatkan mengenai pentingnya kemitraan yang mendorong rantai pasok. Serta, bagaimana melibatkan masyarakat adat serta komunitas lokal dalam strategi pembangunan rendah emisi,”tambah Seruni.
Sementara itu GCF Project Lead, William Boyd, menyatakan bahwa Perjanjian Paris telah mengakui bahwa pembahasan perubahan iklim di dunia bergerak dari bawah atau bottom-up. Pemerintahan daerah tingkat provinsi pun dipandang sebagai aktor penting dalam membangun dan mengimplementasikan agenda kebijakan iklim yang telah disepakati di tingkat global. Inisiatif juga telah dipromosikan oleh sektor swasta, masyarakat sipil, adat, dan komunitas lokal.
“Tantangannya adalah untuk membangun kerangka kerja yang bisa memotivasi, mendukung, menghubungkan, dan membesarkan upaya-upaya ini.” kata William Boyd.
Ketua GCF tahun ini, Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak, bersama dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dan Koordinator Nasional GCF Institut Penelitian Inovasi Bumi (INOBU) akan membuka pertemuan pekan depan, Rabu (27/9/2017).
Badan Sekretaris Pengurus INOBU, Bernardinus Steni mengaku optimistis GCF akan berperan penting dalam upaya mengurangi laju deforestasi. “Inisiatif global baru ini akan memerangi perubahan iklim dengan cara melindungi hutan dan hak-hak dan kesejahteraan orang-orang yang bergantung kepadanya,” kata Steni.
Hadir pula perwakilan dari Kementerian Iklim dan Lingkungan Norwegia, perwakilan dari perusahaan konsumen internasional, dan lebih dari belasan gubernur dari Indonesia, Brazil, Peru, Nigeria, dan Pantai Gading.
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Nur Masripatin, dan Ketua Dewan Pengarah Pengendalian Perubahan Iklim, Sarwono Kusumaatmaja, juga akan bergabung bersama para gubernur anggota GCF.
Ping.
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: