Canon Hentikan Penjualan Kamera Film
Kamera Film dalam Sejarah Kamera Canon
Fokus produksi kamera Canon sendiri perlahan terus beralih ke digital setelah memproduksi kamera digital pertamanya, RC-701 tahun 1984. Seri RC tersebut, diikuti oleh PowerShot dan IXUS seri dari kamera digital. Canon juga mengembangkan seri EOS (Electro-Optical System) dari kamera digital single-lens reflex (DSLR) yang mencakup model profesional high-end.
Canon pertama kali masuk ke industri kamera pada 1937 sebagai Precision Optical Instruments Laboratory. Perusahaan itu membuat kloning kamera Leica. Kamera pertamanya adalah The Kwanon dan menjadi kamera 35 mm Jepang pertama.
Saat itu Canon masih belum memproduksi lensa sendiri. Sehingga ia menggunakan lensa Nikkor dari Nippon Kogaku K.K. Perusahaan ini kemudian dikenal sebagai Nikon. Nikon sendiri saat ini masih menjual dua kamera film SLR yaitu Nikon F6 dan Nikon FM10, demikian disebutkan PetaPixel.
Baca Juga:
- Mahasiswa ITB Ciptakan HDS, Alat Pencari Korban Kecelakaan Laut
- God of War Jadi Gim Terlaris Tahun Ini
- Apple Pimpin Pasar Smartwatch Dunia
Dev
- Halaman :
- 1
- 2
TEKNOLOGI
Apple Bakal Hadirkan Mode Siri Secara Offline?
Jakarta – Apple dikabarkan telah melakukan pengajuan paten baru bertajuk “Offline Personal Assistant” dengan mempertimbangkan penambahan mode offline untuk Siri. Informasi dipublikasikan langsung oleh United States Patent and Trademark Office (USPTO).
Seperti yang telah diketahui, Asisten Virutal Siri hanya bisa bekerja jika pengguna terhubung dengan internet. Dengan adanya Siri mode offline, Siri dapat memproses beberapa perintah disaat pengguna tidak terhubung dengan internet.
Paten ini menjelaskan secara detail rencana pengembangan teknologi tersebut. Salah satu poinnya adalah penggunaan Siri saat offline dengan module atau sistem terintegrasi untuk menjadi asisten personal yang tidak terhubung ke internet.
Module tersebut akan berisi beragam elemen meliputi speech synthesis, pemrosesan dialog, konversi phonetic alphabet berdasarkan kosa kata standar dan yang dibuat oleh pengguna, serta pemrosesan Natural Language dalam bentuk module.
Jumlah kata yang dikenal dan masuk dalam struktur antrian ini akan menentukan kemampuan Siri untuk dapat digunakan saat tidak terhubung ke internet.
Menurut data USPTO, paten ini didaftarkan pada bulan September 2017 lalu. Sejumlah gambar dari dokumen paten ini dapat ditemukan di bagian atas.
Baca Juga:
TEKNOLOGI
Sudah Ditunggu, Google Glass Bakal Rilis pada 2019?
Jakarta – Google dikabarkan tengah mengembangkan Google Glass generasi kedua atau model perangkat wearable karya Google ini yang ketiga. Perangkat tersebut diperkirakan akan diluncurkan di pasar pada tahun 2019 mendatang.
Model kaca mata pintar terbaru dari Google ini dikabarkan bakal lebih keren dibandingkan sebelumnya. Perangkat ini ditambahi dengan fitur baru yang diberi nama enterprise edition.
Sesuai namanya, kacamata Google Glass Enterprise Edition menyasar dirilis khusus untuk pekerja industri manufaktur. Fitur augmented reality (AR) yang tersemat pada kacamata pintar tersebuut menamilkan animasi berisi intruksi manual dan panduan perakitan.
Strategi ini dianggap berhasil, sehingga Google kembali menghadirkan Glass Enterprise Edition generasi kedua. Informasinya terendus dari situs sertifikasi FCC, dengan nomor model A4R-GG2.
Sekilas, desainnya masih identik dengan generasi pertama. Letak tombolnya masih sama, dengan mekanisme engsel yang membuat perangkat bisa dilipat. Ada tombol daya di bagai belakang, lengkap dengan logo “Glass”.
Dilansir dari Kompas Tekno, menurut sumber dalam, peningkatan akan lebih terasa pada pengalaman penggunaan dan spesifikasi. Prosesor kacamata pintar ini bakal lebih mumpuni, begitu pula ketahanan baterai.
Baca Juga:
BERITA
Sinergi Litbang Harus Hasilkan Outcome
Jakarta – Kemristekdikti mendorong sinergi lembaga penelitian dan pengembangan (litbang), dapat berujung pada outcome. Dalam hal ini, sinergi bisa memaksimalkan pemanfaatan hasil penelitian oleh pihak industri dan masyarakat.
Hal ini disampaikan Direktur Lembaga Penelitian dan Pengembangan Direktorat Jenderal Kelembagaan Iptek dan Pendidikan Tinggi Kemristekdikti, Kemal Prihatman. Menurutnya, sinergi yang selama ini terjalin belum mencapai tujuan sepenuhnya.
“Sinergi ke depan mengarah kepada ‘outcome’ (hasil akhir),” katanya, di Yogyakarta, Jumat (16/11).
Kemal sendiri ke Yogyakarta dalam rangka sinergitas penguatan kelembagaan Pusat Unggulan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUI). Di sana ia mengatakan selama ini sinergi yang cenderung terjadi adalah sinergi proses.
Baca Juga:
- Hasil Penelitian: Generasi Millennial Mudah Bosan dengan Hidupnya
- Penelitian Terbaru Membuktikan Persebaran Penyakit Kusta dari Eropa
- LIPI: Penelitian Sosial dan Humaniora Belum Dimanfaatkan Perumus Kebijakan
Dari situ, hanya berlanjut kepada sinergi output. Sedangkan pada tahap selanjutnya, sinergi harus ke arah menghasilkan outcome.
Dia menuturkan output (keluaran) suatu lembaga litbang antara lain berupa publikasi riset, jumlah kegiatan riset, dan jumlah hasil riset yang sudah dipatenkan.
Berbeda dengan outcome, menurutnya hal ini berkaitan dengan manfaat yang dirasakan pihak ketiga yakni industri dan masyarakat.
“Outcome itu terkait kemanfaatan kepada stakeholder (pemangku kepentingan), pihak ketiga, ada tidak masyarakat dan industri yang memanfaatkan,” ujarnya.
Masih katanya, harus ada sinergi dengan pihak industri dan masyarakat sehingga tidak hanya sinergi proses yang terjadi antar lembaga litbang. Sudah harus lebih pada ke hilirisasi dan komersialiasi produk.
“Saya melihat sinergi baru proses dengan proses saya ke depan ingin sinergi ke output lalu outcome,” ujarnya.