Connect with us

5 Novel Berlatar Peristiwa 1965 yang Menarik Dibaca

Novel September karya Noorca Massardi.

Jakarta – Polemik peristiwa 1965 sampai saat ini masih menjadi wacana yang hangat untuk dipebincangan. Sebuah episode kelam yang menggores catatan perjalanan bangsa ini dari sudut pandang pemerintahan orde baru berhasil disajikan kedalam berbagai bentuk media. Yang masih melekat sampai saat ini adalah film ‘Pengkhianatan G30S PKI’ yang disutradarai oleh Arifin C Noer. Bagaimana tidak setiap tahun di bulan September, film ini menjadi menu wajib yang harus ditonton masyarakat pada era presiden Soeharto.

Sebuah peristiwa sejarah sebagai bagian dari politik waktu itu menyisakan beberapa sudut pandang. Sehingga peristiwa 1965 menjadi peristiwa yang kadang membingungkan. Mana yang benar dan mana yang salah.

Namun untuk generasi sekarang atau generasi milenial, peristiwa 1965 mungkin banyak yang tidak mengetahui mengenai peristiwa 1965 ini. Semenjak PKI dibubarkan dan paham komunis menjadi paham terlarang, segala hal yang berkaitan dengannya juga menjadi hal yang tabu.

Mungkin sekedar menyegarkan ingatan dan memperkaya wawasan tentang peristiwa 1965, tidak salahnya kalau kita melihatnya dari sudut pandang sebuah buku atau novel. Banyak sastrawan atau penulis kita yang menceritakan peristiwa ini dengan sudut pandang yang berbeda, sehingga sangat menarik untuk dibaca sebagai penambah wawasan. Berikut beberapa buku atau novel yang berlatarbelakang peristiwa 1965.

Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad Tohari

Ronggeng menjadi profesi yang paling dihormati di Dukuh Paruk. Dinobatkannya Srintil sebagai ronggeng baru setelah ibunya meninggal, membuat Dukuh Paruk kembali bergeliat. Namun. malapetaka politik di tahun 1965 membuat dukuh tersebut hancur, baik secara fisik maupun mental. Kesenian ronggeng dianggap berbau komunis, sehingga harus dihancurkan dan tidak boleh lagi pentas. Srintil bersama bersama penabuh calung kesenian Ronggeng ditahan.

Pulang, Leila S Chudori

Novel ini berkisah tentang Dimas Suryo. Saat berada di Prancis, Dimas bertemu dengan Vivienne Deveraux, yaitu seorang aktivis mahasiswa Prancis. Dimas mendengar kabar dari Jakarta, teman-teman seperjuangannya ditangkap tentara dan dinyatakan tewas. Bersama puluhan wartawan dan seniman, dirinya tak bisa kembali lagi ke Tanah Air karena paspor mereka dicabut oleh pemerintah Indonesia. Sejak saat itu, Dimas bersama eksil yang lain terlunta-lunta tanpa status kewarganegaraan, mengelana ke Havana, Peking, hingga akhirnya mendarat di tanah Eropa.

Di negeri orang, Dimas terus menerus dikejar rasa bersalah karena teman-teman seperjuangannya di Indonesia satu per satu harus tumbang dan menghilang begitu saja dalam perburuan di tahun 1965.

Amba, Laksmi Pamuntjak

Bekisah tentang dokter muda bernama Bisma, Amba mengambil latar tempat Pulau Buru. Pertemuannya dengan Gerard saat tinggal dan menetap di Pulau Buru, membuat Bisma makin paham betul dengan paham komunis. Novel ini secara garis besar menghadirkan cerita orang-orang yang tersingkir dari catatan Peristiwa 1965.

Nisa salah seorang pengulas dalam laman Goodreads mengatakan, “Sebelum ada Amba saya tidak mengenal Laksmi Pamuntjak, jadi saya memilih Amba bukan karena reputasi penulisnya yang ternyata bagus, semata-mata karena temanya G30S. Untuk saya, si generasi yang hanya tahu PKI itu jahat, tukang makar, tema G30S sungguh sangat menarik. Maka saya berterima kasih atas terbitnya Amba karena dengan membaca Amba ada sedikit pencerahan tentang apa yang terjadi akhir tahun 1960-an di Indonesia.”

September, Noorca Massardi

Novel sejarah ini ingin menyampaikan pesan bahwa peristiwa 1965 mengubah banyak hal dari Indonesia. Dalam novel ini, Noorca benar-benar menceritakan tempat, nama insitusi, hingga nama tokoh yang hidup pada 1965, meski nama-nama tersebut disarukan. Meski bukan merupakan kisah nyata, novel ini menjadi rujukan dan memberikan pandangan dari sisi lain yang menarik dari peristiwa 1965 melalui gaya bertutur Noorca yang unik.

Blues Merbabu, Gitanyali

Absurd, itulah pandangan pertama saat selesai membaca buku ini. Kisah absurd ini dibungkus dengan sangat apik melalui latar sejarah kelam yang terjadi pada bangsa ini di tahun 1965. Gitanyali kecil melihat langsung sang ayah diciduk aparat dan tak pernah kembali lagi karena dianggap ikut komunisme. Parahnya lagi, sang ibu juga ditahan dan bernasib sama. Semenjak itu, keluarga Gitanyali bercerai berai. Dirinya pun pindah dan menetap di Jakarta dengan label sangat berat yang dibebankan kepada dirinya sebagai anak seorang komunis.

 

Ping.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik

Oleh

Fakta News
Reuni Alumni 212

Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.

Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.

“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).

Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.

“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.

Baca Juga:

Baca Selengkapnya

BERITA

Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik

Oleh

Fakta News
Bersikap toleran
Amien Rais.(Istimewa)
asasasasa

Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.

Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.

“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).

Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.

Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.

“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.

Baca Juga:

Baca Selengkapnya

BERITA

Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?

Oleh

Fakta News
var
Ilustrasi.(Foto: Istimewa)

Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.

Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.

Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.

“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.

“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.

Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.

Baca Juga:

Baca Selengkapnya