Connect with us

Agama Baru Versi Mantan Pegawai Google Didaftarkan di California Amerika

Anthony Levandowski

California – Percaya dengan kehebatan kecerdasan buatan alias Articial Intelligence (AI), seorang mantan pegawai Google Anthony Levandowski mendirikan agama baru, yang menjadikan AI sebagai figur Tuhan.

Keberadaan agama baru bernama “Way of the Future (Jalan Masa Depan)” itu, diketahui lewat sebuah dokumen pendirian organisasi yang diajukan ke pemerintah negara bagian California, Amerika Serikat, sebagaimana dikutip dari Wired, Minggu (1/10/2017).

Dalam dokumen pendaftaran agama baru itu, Levandowski didaftarkan sebagai CEO dan Presiden organisasi Way of the Future. Tujuan organisasi ini adalah “mengembangkan dan mempromosikan kesadaran tentang figur Tuhan berbasis kecerdasan buatan”.

Pengembangan AI memang semakin maju, bahkan beberapa pihak percaya lama-kelamaan akan terjadi event “Singularity”, di mana kepintaran komputer akan jauh melewati manusia dan memicu perubahan besar-besaran di masyarakat. Barangkali, itu yang mendorong Levandowski berkebihan memfigurkan AI sebagai Tuhan.

Hanya saja, belum diketahui apa saja kegiatan Way of the Future sejauh ini. Yang jelas, Levandowski bukan tokoh asing di dunia AI. Dia terlibat dalam pengembangan AI untuk proyek mobil swa-kemudi di Google.

AI Sering Digambarkan Penjahat
Raksasa-raksasa teknologi Silicon Valley, seperti Google, belakangan sibuk mengembangkan AI alias program komputer yang bisa berpikir seperti manusia. Semakin lama, AI menjadi semakin pintar dan berguna.

Kendati begitu, tak semua orang setuju dengan pengembangan AI. Apalagi, AI selama ini memiliki reputasi buruk gara-gara sering digambarkan sebagai “penjahat” dalam film fiksi ilmiah, macam Skynet dalam seri film Terminator yang berupaya menyapu bersih umat manusia dari muka bumi.

Sejumlah tokoh beken seperti fisikawan Stephen Hawking pun angkat suara, soal potensi bahaya AI bagi manusia. Pada 2014, Hawking mengatakan, AI bisa menjadi lebih pintar dari manusia, kemudian berbalik melawan tuannya. Lalu ada juga miliarder teknologi Elon Musk yang pernah berkicau di Twitter bahwa AI lebih berbahaya dari senjata nuklir.

Benarkah kecerdasan buatan begitu berbahaya buat manusia? Eric Schmidt, mantan CEO Google yang kini menjabat sebagai chairman di Alphabet (perusahaan induk Google yang dibentuk tahun lalu) menjawab enteng ketika ditanya soal itu dalam seminar Brilliant Minds di Stockholm, minggu lalu.

“Saya tanya balik, apakah Anda pikir manusia tidak akan menyadari ini (AI yang berubah menjadi jahat) dan mulai mematikan komputernya?” ujar Schmidt, beberapa waktu lalu.

Maksud Schmidt, jika terjadi pemberontakan AI, bisa diatasi dengan mudah. Ya matikan saja komputer tempatnya berada.

Google sendiri, kabarnya sedang mengembangkan semacam mekanisme “tombol darurat” untuk berjaga-jaga. Andai saja kelakuan sebuah program atau robot mulai ngaco, “tombol” ini menyediakan cara mudah untuk mematikannya secara instan.

Karena itu, menurut Schmidt, ramalan bahwa manusia suatu saat bakal berjuang melawan AI yang berubah jahat, cuma isapan jempol belaka dan hanya ada di film-film saja.

Lantas bagaimana dengan kekhawatiran Hawking dan Musk? Schmidt menganjurkan, publik agar jangan risau. “Stephen Hawking, meskipun brilian, bukanlah ilmuwan komputer. Elon (Musk) pun orang brilian, tapi dia juga seorang fisikawan, bukan ilmuwan komputer,” katanya.

1506594747_robot_god_story

Kecerdasan buatan sebagai tuhan

Siapa Levandowski?
Levandowski, di awal karirnya dikenak sebagai insinyur teknik industri dan riset operasi, yang pertama menciptakan mobil tanpa awak. Ia kemudian masuk ke Google, menjadi tim teknis pada proyek pembangunan mobil tanpa awak atau mobil bergerak sendiri (otonom). Sejak itu, ia dikenal karena karyanya dalam kemajuan teknologi self-driving.

Seperti diketahui, pada tahun 1998, Levandowski memasuki University of California, Berkeley, di mana dia memperoleh gelar sarjana dan magister dalam Teknik Industri dan Riset Operasi.

Selagi masih kuliah, Levandowski meluncurkan layanan intranet dari ruang bawah tanahnya. Pada tahun 2004 dia dan rekan insinyur UC Berkeley membangun sebuah motor otonom, dijuluki Ghostrider, untuk DARPA Grand Challenge. Sepeda motor Ghostrider berkompetisi di DARPA Grand Challenge pada tahun 2004 dan 2005, dan merupakan satu-satunya kendaraan roda dua otonom dalam kompetisi tersebut. Sepada motor otonom itu, sekarang berada di Smithsonian National Museum of American History.

Pada tahun 2007, Levandowski bergabung dengan Google untuk bekerja di Google Street View bersama Sebastian Thrun, yang telah dia temui di DARPA Grand Challenge 2005. Saat masih bekerja di Google, ia mendirikan 510 Systems, sebuah pemetaan pemetaan mobile yang bereksperimen dengan teknologi Lidar.

Kemudian pada tahun 2008, ia mendirikan Anthony’s Robots untuk membangun sebuah Toyota Prius tanpa awak disebut “Pribot.” Menurut The Guardian, ini adalah Toyota Prius yang mengendarai sendiri dengan salah satu unit laser Lidar berputar pertama, dan yang pertama berkendara di jalan umum.

Saat bekerja di Google, Levandowski secara bersamaan mendirikan perusahaan lain sebagai proyek sampingan. Perusahaannya 510 Systems and Anthony’s Robots, kemudian dibeli Google. Keruan Levandowski pun, bekerja di mobil penggerak mobil Google sampai Januari 2016.

Selanjutnya, dia pun meninggalkan Otto, sebuah perusahaan yang membuat kit penggerak sendiri untuk memperbaiki truk-truk besar. Dikutip dari The New York Times, Levandowski mengatakan, bahwa dia meninggalkan Google karena dia “sangat ingin mengkomersilkan kendaraan penggerak sendiri secepat mungkin”.

Otto diluncurkan pada Mei 2016, dan diakuisisi oleh Uber pada akhir Juli 2016. Sebagai bagian dari akuisisi, Levandowski mengambil alih kepemimpinan operasi mobil tanpa sopir Uber selain karyanya di Otto.

Levandowski, juga dikenal sebagai sosok di tengah kemelut Uber dengan Google. Dia dituduh mencuri teknologi mobil swa-kemudi semasa bekerja di Google, kemudian menerapkannya di Otto dan Uber. Levandowski kemudian diberhentikan dari Uber pada Mei lalu.
Nah, pada September 2017, majalah Wired melaporkan bahwa Levandowski telah mendirikan sebuah organisasi keagamaan yang disebut ‘Way of the Future’ untuk “mengembangkan dan mempromosikan realisasi Ketuhanan berdasarkan Kecerdasan Buatan, alias AI”.

Soal AI sendiri, sikap Silicon Valley terbelah dua. Sebagian pihak, termasuk Google dan Facebook getol mendorong pengembangan AI yang dipandang bakal menjadi penopang masa depan.

Di sisi lain, sejumlah tokoh seperti Elon Musk dan Bill Gates mewanti-wanti supaya pengembangan AI dilakukan secara hati-hati dan terkontrol supaya tak malah membahayakan manusia dengan kecerdasan yang terlalu tinggi.

M Riz

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik

Oleh

Fakta News
Reuni Alumni 212

Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.

Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.

“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).

Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.

“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.

Baca Juga:

Baca Selengkapnya

BERITA

Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik

Oleh

Fakta News
Bersikap toleran
Amien Rais.(Istimewa)
asasasasa

Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.

Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.

“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).

Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.

Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.

“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.

Baca Juga:

Baca Selengkapnya

BERITA

Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?

Oleh

Fakta News
var
Ilustrasi.(Foto: Istimewa)

Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.

Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.

Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.

“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.

“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.

Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.

Baca Juga:

Baca Selengkapnya