Mendedikasikan Hidupnya untuk Sekolah Uma di Pedalaman Mentawai
Tarida Hernawati mungkin tak akan menyangka dirinya akan dianggap sebagai pahlawan pendidikan di Mentawai. Berawal dari mengumpulkan dokumen untuk kepentingan antropologinya, ia malah menetap di sana sampai mendirikan sekolah untuk anak-anak pedalaman Mentawai.
Awal petualangannya dimulai pada 2002 silam. Wanita berusia 43 tahun ini merupakan seorang peneliti budaya.
Ia sengaja blusukan hingga pedalaman Siberut, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat untuk belajar budaya setempat. Tarida Hernawati pun mengumpulkan dokumen dan kajian untuk mendukung draf muatan lokal budaya Mentawai.
Baca Juga:
- Pedagang Kudus yang Sukses Mendadak Gara-gara Sandal Jepit Ukiran Asian Games
- Penghulu Anti Gratifikasi dari Klaten
- Kisah Anak Tukang Becak yang Lulus Cumlaude di ITB
Namun lantaran medannya yang tergolong sulit dijangkau, ia sampai harus tinggal dan hidup bersama masyarakat di Dusun Salappa, Desa Muntei. Itu sekitar empat jam perjalanan melewati sungai dari Muara Siberut, pusat Kecamatan Siberut Selatan. Atau sekitar 150 kilometer dari daratan Sumbar.
Setahun kemudian, takdir mempertemukan Tarida dengan seorang warga Dusun Bekkeiluk yang datang ke Salappa untuk menjual nilam dan rotan. Di situlah awal mula lahirnya ide untuk menyediakan pendidikan demi anak-anak pedalaman Mentawai.
”Warga itu sering mampir ke pustaka kampung di Salappa. Pustaka kampung adalah salah satu program pendidikan Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM), tempat saya bekerja. Dari warga itu, saya tahu bahwa ada permukiman warga di dalam hutan. Ia bahkan mengundang saya ke sana,” katanya.
Ya, Tarida sekarang adalah Kepala Divisi Kajian YCMM. Tapi dulu saat ke sana ia hanya pegawai atau peneliti biasa. Ia memang sangat antusias kalau mengunjungi permukiman warga di dalam hutan.
”Butuh perjalanan lebih dari tiga jam melewati rawa dan lumpur dengan kedalaman hingga sepangkal paha untuk sampai di sana,” ujar Tarida.
Sebelum dirinya terlibat mendirikan sekolah alam di Dusun Bekkeiluk, Tarida berjuang melakukan pendekatan. ”Di awal, kami mencoba melihat apakah benar anak-anak ini butuh pendidikan. Atau jangan-jangan itu menurut kami saja karena kasihan atau prihatin,” kata Tarida.
Selama setahun hidup bersama, Tarida pun pada 2004 mulai mencoba memberikan bahan bacaan ke sana. Karena tak ada yang bisa baca tulis, ia mengajarkannya dulu.
”Kami juga membawa alat tulis. Selama ini, mereka hanya menulis di tanah. Itu pun butuh waktu karena banyak yang tidak mengerti pensil itu apa. Bahkan, penghapus dimakan karena dianggap permen,” kenang Tarida.
Barulah setelah itu ia mulai melakukan sistem mengajar dari rumah ke rumah. Saat itu ia sempat berpikir ingin sistem pengajarannya sama dengan sekolah formal. Tapi sedikit modifikasi dilakukan olehnya.
”Awalnya mau bikin rumah untuk sekolah, tetapi tidak jadi. Akhirnya, bersama masyarakat, kami mendirikan sekolah pertama dalam bentuk pondok berlantai papan, tidak berdinding, dan hanya beratap,” kata Tarida.
Lahirlah Sekolah Uma. Uma adalah sebutan untuk rumah di Mentawai. Ia sengaja menggunakan kata Uma karena menurutnya sekolah hutan tak cocok dipakai.
”Kalau menggunakan sekolah hutan, akan membuat anak-anak tereksklusi dan bisa berdampak terhadap psikologi mereka. Kami mencari istilah lain yang lebih pas, tetapi tidak menghilangkan identitas mereka sebagai orang Mentawai,” kata Tarida.
Nah, Sekolah Uma ini berbeda dengan sekolah pada umumnya. Dalam hal jam belajar, seragam, alat peraga, metode pembelajaran, maupun sumber belajar, semua beda.
Ia menyesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Lingkungan, adat istiadat, dan budaya keseharian menjadi sumber pembelajaran utama. Orangtua dan tetua adat dilibatkan sebagai narasumber dalam proses belajar-mengajar.
Tak disangka, kabar tentang keberadaan Sekolah Uma di Bekkeiluk ini menyebar dengan cepat. Apalagi ke perkampungan-perkampungan di sekitar Bekkeiluk.
”Ternyata banyak yang tertarik dan sadar bahwa meski tinggal di dalam hutan, mereka tetap bisa sekolah. Akhirnya, bukan hanya anak-anak dari Bekkeiluk, anak-anak kampung lain itu juga ikut belajar,” kata Tarida.
Hingga akhirnya, kabar Sekolah Uma sampai ke Yayasan Prayoga Padang, Yayasan Keuskupan Padang yang bergerak di bidang pendidikan. Sejak itu, Yayasan tersebut ikut datang dan melayani warga.
Dari situ, munculah ide memindahkan desa ke pinggir sungai supaya akses lebih mudah. Pada 2004, perkampungan-perkampungan di dalam hutan itu pun pindah ke pinggir sungai dan bergabung menjadi Dusun Bekkeiluk.
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: