Bioplastik, Plastik Ramah Lingkungan dari Tandan Kosong Kelapa Sawit
Sifat plastik yang kuat, fleksibel dan sekaligus tahan lama membuat plastik bak pisau bermata dua. Di satu sisi memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Di sisi lain sampah plastik menjadi permasalahan lingkungan yang serius. Pengembangan bioplastik sudah menjadi kebutuhan untuk mengatasi permasalah ini.
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dari limbah industri sawit, rupanya bisa dimanfaatkan sebagai salah satu bahan baku pembuatan bioplastik. Pemanfaatan TKKS ini akan memberikan nilai tambah bagi industri sawit, sekaligus membantu dalam penyelamatan lingkungan akibat menumpuknya sampah plastik.
Permasalahan Sampah Plastik
Selama 50 tahun terakhir, produksi dan konsumsi sampah plastik terus meningkat. Berdasarkan data dari UNEP (UN Enviroment Programe) produksi plastik pada tahun 2013 sebesar 299 juta ton, meningkat kurang lebih 3.9% dari produksi tahun 2012. Produksi plastik diprediksi akan terus meningkat sepanjang tahun. Berbagai upaya pemanfaatan kembali plastik (recyling) dan recovery plastik, untuk mengurangi pencemaran lingkungan belum memberikan hasil yang memuaskan. Sampah plastik masih terus mencemari wilayah daratan dan lautan.
Kementrian Perindustrian RI memperkirakan, konsumsi plastik nasional mencapai 10 kg per kapita per tahun, dan meningkat sebesar 6-7% per tahunnya. Nilai ini memang masih lebih kecil daripada konsumsi plastik negera-negara tetangga, seperti Malaysia 56 kg, Singapura 93 kg dan Thailand 45 kg. Namun, jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 230 juta menyebabkan kebutuhan plastik secara nasional sangat besar dan berpotensi terus meningkat.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai, permasalah sampah plasik sudah sangat serius. Data dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) menyebutkan, bahwa dalam satu tahun telah mengeluarkan 10.95 juta kantong plastik. Setengah dari jumlah kantong plastik itu, hanya sekali dipakai dan kemudian dibuang. KLHK mencatat, volume sampah plastik mencapai 14% dari total sampah nasional.
Sementara data dari INPLAST menyebutkan, bahwa kebutuhan plastik nasional pada tahun 2016 mencapai 4.75 juta ton per tahun (semua jenis plastik). Namun, kapasitas daur ulang plastik hanya 450 ribu ton per tahun. Artinya, plastik yang tidak didaur ulang mencapai 4.3 juta ton per tahun. Ini yang menjadi permasalahan serius sampah plastik di Indonesia.
Sampah plastik, terutama yang masuk ke perairan, sungai, lautan dan terpapar matahari akan hancur menjadi plastik berukuran sangat kecil yang dikenal dengan mikro plastik. Polusi mikroplastik saat ini, menjadi perhatian besar dari para pemerhati lingkungan. Sampah mikroplastik sangat berbahaya, karena bisa masuk ke rantai makanan dan terakumulasi dalam tubuh organisma.
Sampah mikroplastik dimakan oleh planton, selanjutnya planton di makan oleh ikan, demikian seterusnya. Sampah mikroplastik bisa menumpuk di dalam daging ikan, dan bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui asupan makanan turunan ikan. Berdasarkan data dari Jambeck (2015), Indonesia adalah negara terbesar kedua yang menyumbang volume sampah plastik di lautan, yaitu sebesar 187.2 juta ton setelah Cina yang mencapai 262.9 juta ton.
Berbagai upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat sampah plastik sudah dicoba dilakukan, seperti kebijakan pemerintah menerapkan kantong plastik berbayar. Banyak pihak menilai, kebijakan ini tidak banyak berpengaruh terhadap konsumsi sampah nasional.
Plastik Ramah Lingkungan
Salah satu upaya yang dianggap menjanjikan, adalah pengembangan bioplastik, yaitu plastik ramah lingkungan yang dibuat dari bahan terbarukan dan bisa terurai secara biologi di alam. Bioplastik akan hancur dengan sendirinya di alam dalam jangka waktu tertentu, sehingga tidak akan menumpuk dan mencemari lingkungan.
Plastik ramah lingkungan (foto : infosawit.com)
Data dari European Bioplastik menunjukkan, peningkatan permintaan bioplastik secara global. Produksi bioplastik diperkirakan meningkat dari 1.7 juta ton pada tahun 2014 menjadi 7.8 juta ton pada tahun 2019. Secara umum terdapat dua kelompok bioplastik, yaitu: biobased/non-biodegradable plastik, yaitu plastik yang berbahan baku bahan-bahan non minyak bumi dan terbarukan; dan biodegradable plastik, yaitu plastik dari bahan non minyak bumi dan bisa terdegradasi di alam.
Produksi global biobased/non-biodegradable plastik mencapai 60.9%, sedangkan sisanya 39.1% adalah biodegradable plastik. Contoh biobased/non-biodegradable plastik antara lain: Bio PET30, Bio PE, PTT, Bio PA; sedangkan biodegradable plastik antara lain: PLA (polylactic acid), turunan pati/starch, PHA (polyhydroksi alkanoat), biodegradable polyester, dan selulosa terregenerasi. Persentase biodegradable plastik mulai dari yang terbesar andalah: biodegradable polyester 13%, PLA 12.2%, pati-patian 10%, PHA 2%, selulosa terregenerasi 1.6%.
TKKS sebagai bahan baku Bioplastik
Bioplastik tersebut, dibuat dari berbagai macam bahan baku, salah satunya adalah dari monomer gula dan turunannya (selulosa). Bahan baku selulosa sangat melimpah dari limbah indusri sawit, yaitu tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Volume TKKS di Indonesia diperkirakan mencapai 27.6 juta ton. Sebagian besar TKKS ini belum dimanfaatkan, sebagian hanya ditimbun atau dimanfaatkan sebagai mulsa dan kompos. Kandungan selulosa TKKS kurang lebih 40%. Artinya, potensi selulosa dari TKKS sebesar 11 juta ton.
Keunggulan pemanfaatan TKKS sebagai bahan baku bioplastic, dibandingkan biomassa lignoselulosa yang lain, adalah sudah terkumpul di pabrik kelapa sawit dalam jumlah yang besar. Biomassa lignoselulosa yang lain umumnya tersebar, sehingga memerlukan biaya dan energi untuk mengumpulkannya. TKKS juga tersedia sepanjang tahun, tanpa perlu menanam terlebih dahulu. Pertumbuhan perkebunan sawit di Indonesia yang terus meningkat menjamin ketersediaan bahan baku TKKS.
Meskipun demikian, pemanfaatan TKKS sebagai bahan baku bioplastik juga memiliki beberapa kendala. Biomassa lignoselulosa terdiri dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Kandungan lignin di dalam TKKS cukup tinggi, dan tidak mudah untuk menghilangkannya. Proses isolasi selulosa menjadi tidak mudah, karena kandungan lignin dan hemiselulosa ini.
Alternatif Proses Pemanfaatan TKKS sebagai Bahan Baku Bioplastik
Berbagai alternatif teknologi bisa digunakan untuk memanfaatkan TKKS sebagai bahan baku bioplastik. Langkah awal seluruh proses adalah isolasi dan pemurnian selulosa. Proses delignifikasi akan mengurangi kandungan lignin. Proses ini biasanya dilakukan menggunakan proses soda pada suhu dan tekanan yang tinggi. Sisa lignin dan hemiselulosa dimurnikan pada tahapan selanjutnya. Selulosa yang diperoleh siap untuk dilanjutkan ke proses-proses berikutnya.
Selulosa pada dasarnya tidak memiliki sifat plastis, sehingga tidak bisa langsung digunakan sebagai bioplastik. Pembuatan bioplastik dari selulosa TKKS memerlukan beberapa tahapan proses. Ada berbagai alternatif teknologi, setiap alternatif teknologi membutuhkan tahapan yang berbeda-beda, demikian pula setiap tahapan memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Alternatif paling sederhana adalah memodifikasi selulosa. Modifikasi bisa dilakukan untuk merubah struktur selulosa atau menambahkan beberapa gugus fungsional.
Merubah struktur selulosa, memerlukan tahapan yang relatif pendek dan rendemen yang dihasilkan relatif tinggi daripada proses lainnya. Selulosa bisa ditambahkan ke dalam bioplastik, dengan proporsi cukup tinggi hingga >50%. Tahapan proses yang pendek juga memperkecil biaya proses produksinya dan harga jual produknya juga bisa ditekan murah. Namun, kekurangannya adalah kualitas bioplastik yang dihasilkan masih belum sebagus plastik dari minyak bumi.
Penambahan gugus fungsional pada selulosa, akan merubah selulosa yang bersifat kristalin menjadi amorph, sehingga relatif mudah untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku bioplastik. Beberapa produk turunan selulosa dari proses ini antara lain adalah karboksi metil selulosa (CMC) dan selulosa ester.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa kualitas bioplastik yang dihasilkan cukup bagus. Kelemahan dari proses ini adalah membutuhkan proses reaksi yang memerlukan energi tinggi dan/atau bahan kimia yang relatif mahal. Rendemen yang dihasilkan juga lebih sedikit daripada proses sebelumnya.
Nano teknologi, juga bisa diterapkan pada selulosa TKKS. Beberapa penelitian sudah mencoba membuat nano selulosa dari TKKS, yaitu nano kristalin selulosa (CNC) dan nano fibril selulosa (NFC). Ada berbagai metode untuk membuat nano selulosa, seperti hidrolisis selulosa yang dilanjutkan dengan superfine grinding hingga menghasilkan nano selulosa. Nano selulosa ditambahkan dalam jumlah yang sedikit untuk meningkatkan kualitas dan sifat fisik bioplastik. Proses ini masih relatif baru dan membutuhkan teknologi tinggi, energi yang besar dan rendemennya kecil. Produk-produk bioplastik dari naso selulosa diarahkan pada produk-produk plastik yang memiliki nilai jual tinggi.
Beberapa bioplastik yang sudah diproduksi komersial, antara lain adalah PHA (polyhidroksi alkanoat), PLA (poly asam laktat) dan PE (Poly etilen). Ketiga bahan ini bisa diproduksi dengan memanfaatkan selulosa dari TKKS. Namun, alur proses yang harus dilalui cukup panjang. Tahapan umumnya antara lain adalah hidrolisis selulosa untuk menghasilkan glukosa. Proses selanjutnya, adalah fermentasi glukosa menjadi PHA, asam laktat —> poly asam laktat, dan bioetanol—>etilen —> poly etilen.
Hidrolisis lignoselulosa, seperti TKKS, belum berhasil secara komersial. Prosesnya masih membutuhkan energi tinggi atau bahan kimia yang banyak. Rendemen gula yang dihasilkan masih cukup kecil jika dibandingkan dengan asal bahan bakunya. Demikian pula proses polimerisasi asam laktat atau etilen masih perlu banyak diteliti dan dikembangkan. Namun, keunggulannya adalah kualitas bioplastiknya sudah diterima oleh pasar.
Kriteria Pengembangan Bioplastik dari TKKS
Plastik dari minyak bumi berharga sangat murah dibandingkan bioplastik yang saat ini sudah diproduksi komersial. TKKS akan berhasil dimanfaatkan untuk bahan baku bioplastik apabila harga jual bioplastiknya bisa bersaing dengan plastik konvensional. Oleh karena itu, pengembangan bioplastik harus memperhatikan biaya yang diperlukan dan nilai jual apabila bioplastik ini dikomersialkan.
Setiap alternatif teknologi menghasilkan kualitas bioplastik yang berbeda-beda, demikian pula biaya yang dibutuhkan juga berbeda-beda. Teknologi yang murah dan ‘robust’ bisa menjadi altenatif penting, meski kualitas bioplastiknya tidak bagus (exelent). Bioplastik semacam ini bisa mengantikan produk-produk plastik kemasan sekali pakai. Teknologi yang menghasilkan bioplastik dengan kualitas tinggi, namun biayanya mahal dan rendemennya sedikit diarahkan untuk produk-produk yang memiliki nilai jual tinggi, seperti: produk-produk farmasi, kesehatan atau produk teknologi tinggi lainnya.
TKKS yang melimpah membutuhkan pula alternatif teknologi bioplastik yang bisa memanfaatkan TKKS dalam jumlah yang besar. Meskipun nilai tambahnya kecil, namun jika serapannya tinggi akan bisa memberikan manfaat yang banyak bagi industri sawit.
Bioplastik dari TKKS saat ini sedang aktif dikembangkan melalui pembiyaan dari BPDP Sawit. Ada dua pendekatan yang utama yang dilakukan, yaitu memodifikasi struktur selulosa dan selulosa ester. Penelitian yang dilakukan sudah cukup panjang dan sudah dihasilkan prototipe bioplastik skala laboratorium. Penelitian terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas bioplastik dan pengembangan teknologi agar bisa diterapkan di tingkat industri.
Diharapkan dalam waktu satu atau dua tahun ke depan bioplastik dari TKKS ini sudah bisa diproduksi secara komersial. Keberhasilan pengembangan teknologi ini memberikan harapan segar bagi industri sawit, yaitu dengan meningkatkan nilai tambah TKKS, menambah sumber penghasilan bagi industri sawit, dan sekaligus membantu menyelamatkan lingkungan dari pencemaran sampah plastik.
Keunggulan Teknologi Bioplastik yang dikembangkan PPBBI
PPBBI mengembangkan teknologi bioplastik berbasis selulosa dari sawit. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan memodifikasi serat selulosa. Serat selulosa pada dasarnya tidak memiliki sifat plastis, tanpa modifikasi selulosa tidak bisa/sulit dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioplastik. Modifikasi yang dikembangkan ini menurunkan kristalinitas selulosa, memperkecil ukuran serabut selulosa, menurunkan gugus OH, meningkatkan gugus karbonil dan karboksil sehingga selulosa memiliki kompatibilitas tinggi dengan matrik biopolymer dan plastisizer membentuk komposit bioplastik.
Rendemen selulosa yang dihasilkan mencapai 25 – 30 % dari TKKS yang diolah. Artinya, dalam satu ton TKKS (bobot kering) bisa dihasilkan selulosa termodifikasi sebanyak 250 – 300 kg. Rendemen selulosa ini lebih tinggi dari pada pendekatan lain, seperti teknologi CMC, nano selulosa dan PLA.
Kandungan selulosa yang bisa ditambahkan ke dalam komposit bioplastik mencapai 50% dan 75%. Bioplastik dengan kandungan selulosa 50% bisa dimanfaatkan untuk kemasan dan kantong plastik. Sedangkan bioplastik dengan kandungan 75% bisa dimanfaatkan sebagai penganti Styrofoam. Dengan demikian, satu ton TKKS bisa menghasilkan 500 kg bioplastik (50%) dan 333 kg bioplastik (75%).
Teknologi bioplastik yang dikembangkan, memiliki tahapan yang lebih singkat dan sederhana. Dampaknya, adalah biaya produksi bisa ditekan lebih rendah daripada pendekatan lainnya. Saat ini, pengembangan teknologi bioplastik sudah dalam ujicoba skala pilot di pabrik plastik. Beberapa prototype kemasan juga sudah dihasilkan, terutama untuk membuat kantong minyak goreng. Biji bioplastik juga sudah berhasil dibuat dalam skala pilot.
Artinya, tak lama lagi plastik ramah lingkungan ini akan diproduksi dalam skala industri. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan plastik ramah lingkungan itu dengan bijak, dibanding plastik yang terbukti mengotori lingkungan.
Dr Isroi
Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia
Jl. Taman Kencana No. 1, Bogor
E-mail: [email protected]
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: