Data Tidak Akurat, PLN Bayar Subsidi Rp 90 Miliar
Jakarta – Persoalan data tidak akurat, tentu dampaknya akan merugikan. Seperti data pelanggan PLN yang tidak akurat, membuat banyak pelanggan listrik terpaksa tidak mendapatkan subsidi biarpun mereka masih berhak menerima subsidi dari pemerintah.
Karena itu, tak heran jika PT PLN (Persero) terpaksa harus membayarkan subsidi kepada pelanggan yang ternyata berhak mendapatkan subsidi. Dirjen Ketenagalistrikan ESDM Andy N Sommeng mengatakan, hingga Agustus 2017 sudah ada 123.000 jumlah pengaduan dari pelanggan yang tidak mendapatkan subsidi listrik padahal mereka seharusnya berhak disubsidi.
Dengan begitu, PLN harus membayar kembali subsidi kepada pelanggan tersebut. “Pada waktu sebulan lalu ada laporan PLN membayar kembali Rp 80 miliar – Rp 90 miliar secara bertahap,” kata Andy pada Selasa (19/9/2017).
Sementara itu, PLN sendiri telah melakukan survei untuk memverifikasi pelanggan yang berhak mendapat subsidi. Total survei yang dilakukan PLN sudah mencapai 99,89%. “Sekitar 3.000 lagi pelanggan yang akan diverifikasi,”ujar Andy.
Masalah Laten
Persoalan data tidak akurat, rupanya memang sudah menjadi masalah laten bagi PLN. Pada November 2016, muncul pernyataan dari PLN terkait data pelanggan PLN. Disebutkan, berdasarkan hasil verifikasi dari Januari – Maret 2016, terdapat 4,1 juta juta pelanggan listrik rumah tangga (R-1) 900 VA yang dinilai layak subsidi. Verifikasi ini dilakukan untuk mengecek apakah data tersebut sudah benar atau tidak, agar subsidi tidak salah sasaran pada masyarakat yang sudah mampu.
Data yang dicek kebenarannya oleh PLN berasal dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). TNP2K menyusunnya berdasarkan data 40% masyarakat dengan status sosial ekonomi terendah. Dari 40% masyarakat termiskin di Indonesia itu, diperoleh adanya 4,1 juta pelanggan listrik 900 VA.
“Kami menerima data 4,1 juta rumah tangga miskin dari TNP2K lengkap dengan nama dan alamat. Kami cek satu-satu, kami datangi ke lapangan mulai Januari-Maret 2016. Perintah Presiden, jangan sampai ada orang miskin yang tidak dapat subsidi,” kata Kepala Divisi Niaga PLN, Benny Marbun saat itu dalam coffe morning di Kantor Ditjen Ketenagalistrikan, November 2016.
Setelah dicek oleh PLN, ternyata hanya 2,89 juta pelanggan yang akurat datanya. Sisanya lebih dari 1 juta data TNP2K tidak cocok dengan kenyataan di lapangan.
Dari 4,1 juta pelanggan itu, sebanyak 196 ribu pelanggan tidak ditemukan. Lalu sebanyak 534 ribu ternyata bukan 900 VA. Kemudian ada 513 ribu yang bukan pelanggan listrik PLN. Sebanyak 101 ribu belum berlistrik, dan 12 ribu berlistrik swadaya. Total ada 1,04 juta data pelanggan yang tidak akurat.
“Ada 196.521 yang tidak ditemukan dari 4,1 juta data yang diberikan, teridentifikasi 3,942 juta. Yang sesuai kriteria hanya 2,89 juta, di luar kriteria 1,04 juta. Yang 1,04 juta ini 534 ribu pelanggan 450 VA, 513 ribu di luar 450 dan 900 VA. Ada 101 ribu belum berlistrik, 12.048 listrik swadaya,” papar Benny.
Hasil verifikasi data pelanggan 900 VA telah diserahkan PLN kepada pemerintah. Kini pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 29 Tahun 2016 untuk pelaksanaan subsidi tepat sasaran per 1 Januari 2017.
Benny menyatakan, pihaknya siap saja kalau pemerintah mengesahkan data itu dan diperintahkan memulai pencabutan subsidi terhadap 18,7 juta pelanggan R-1 900 VA di pembukaan 2017.
“Kalau data sudah disahkan pemerintah, kami tandai yang per 1 Januari naik tarifnya,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Unit Komunikasi dan Pengelolaan Pengetahuan TNP2K, Ruddy Gobel saat itu mengklaim bahwa data TNP2K sudah relatif akurat. Menurutnya, dibanding beberapa negara seperti Chili, Meksiko, dan Honduras yang juga membuat data serupa, data TNP2K lebih dapat dipercaya.
“Data ini akurat nggak sih? Kalau misalnya ada 100.000 data bermasalah, masih bisa kita bilang akurat nggak? Secara statistik masih akurat. Secara keseluruhan, statistik kita lebih baik dari negara lain. Chili, Meksiko, Honduras juga membuat data 40% penduduk termiskin, kita lebih baik akurasinya,” katanya.
Mengembalikan Subsidi
Menariknya, pada Juni 2016 juga ada kejadian terhitung langka, dan sekaligus membuktikan ketidakakuratan data PLN. Saat itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut sebanyak 78 pelanggan listrik golongan 900 Volt Ampere (VA) secara sukarela mengembalikan subsidinya ke pemerintah. Pelanggan-pelanggan tersebut mengaku tidak berhak untuk mendapat subsidi dari pemerintah.
Staf Khusus bidang Komunikasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hadi M Djuraid mengatakan, ini merupakan fenomena menarik di tengah ramainya masyarakat yang mengadu bahwa subsdinya telah dicabut. “Padahal, nama mereka masuk ke dalam daftar yang berhak menerima subsidi. Kami sebut, 78 pelanggan ini benar-benar meresapi jargon ‘Saya Indonesia, Saya Pancasila’ dibanding pihak-pihak yang berkoar-koar subsidinya dicabut padahal sebenarnya masuk golongan masyarakat mampu,” ujar Hadi saat itu.
Hadi menjelaskan, 78 pelanggan tersebut mengembalikan subsidinya dalam waktu enam bulan terakhir, atau sejak pemerintah mengumumkan pelaksanaan subsidi listrik tepat sasaran. Ke depan, ia berharap makin banyak masyarakat yang memiiki kesadaran bahwa subsidi memang hanya layak diberikan bagi masyarakat yang tidak mampu.
Hal tersebut juga telah diatur di dalam pasal 7 Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, di mana pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan dana subsidi untuk kelompok masyarakat tidak mampu.
Nah itulah persoalan data pelanggan PLN, hingga kini ternyata belum akurat juga.
M Riz
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: