Melestarikan Seni Pewayanangan di Tengah Miskinnya Peminat
Ciamis – Siapa yang tak sedih, bila dari 50 orang dalang muda yang dibinanya, hanya tiga dalang yang bertahan. Itu pun hanya sebagai kerja sambilan. Itulah keprihatinan Dian Herdiana, 37 tahun, perajin wayang aneka karakter dari Kawargian Adat Karangkamulyan, Kabupaten Ciamis. Pria kelahiran Ciamis 37 tahun lalu itu, hanya bisa meringis sedih setelah bertahun-tahun membina dalang muda.
Bisa dimaklumi kalau Dian merasa prihatin, mengingat kenyataan seni wayang semakin sepi peminat. Kekhawatirannya, ke depannya tak ada lagi yang melestarikan seni budaya wayang warisan leluhur ini. “Padahal, wayang sudah diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia, seperti halnya batik, keris, dan angklung,” ujarnya seperti dikutip dari Kompas.com yang mewawancarainya di Museum Situs Karangkamulyan, Desa Karangkamulyan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, 20 Juli lalu..
Memang harus diakui, kegiatan anak-anak muda sekarang, lebih menyenangi film-film superhero impor ketimbang wayang. Menggelar, atau yang akrab dengan sebutan ‘nanggap’ wayang bagi. Nanggap wayang di kendurian, kini bagi sebagian besar masyarakat, adalah sesuatu yang mahal. Di mayoritas masyarakat, daya beli yang rendah berkelindan dengan tidak cintanya mereka terhadap budaya wayang. Sementara pembinaan, dari pemerintah daerah nyaris tidak ada. Budaya wayang pun tergerus zaman dan banyak ditinggalkan.
Kendati begitu, Dian tak ingin dirinya tergerus zaman. Di depan kawasan situs yang diyakini oleh masyarakat Tatar Galuh (Ciamis) sebagai peninggalan Ciung Wanara, salah satu raja Kerajaan Galuh pada abad VIII, Dian membuka kios padepokan Kawargian Adat Karangkamulyan. Di kios sederhana yang terletak di jalan raya Ciamis-Banjar-Jawa Tengah ini, ia membuka praktik pembuatan aneka wayang, dibantu tiga perajin lainnya.
“Kami secara rutin mengirim kerajinan wayang ke Yogyakarta dan Bali,” ujarnya. Aneka wayang yang dikembangkannya mengikuti pola industri rumahan. Baju-baju wayang yang beraneka warna diserahkan kepada ibu-ibu penjahit. Pembuat badannya dan kepala wayang diserahkan kepada perajin khusus.
Setelah bagian per bagian wayang lengkap, Dian lalu merangkainya menjadi wayang yang utuh. Dengan pola seperti itu, banyak tenaga kerja yang terlibat. Dian bertugas membentuk karakter wayang karena dalang tahu karakter yang dipilih pemesannya. Karakter itu mulai dari sosok ketawa, seram, ataupun karakter bodor.
Dian bersama Kawargian Adat, sekuat tenaga berupaya melestarikan budaya leluhur itu walaupun biayanya dari utang. “Kios itu akan dipindah ke ruang Dewan Kerajinan Nasional Daerah Ciamis yang ada di Situs Karangkamulyan,” ujar Kepala Desa Karangkamulyan M Abdul Haris.
Wayang Kila
Bila Dian hingga kini bergelut dalam seni perwayangan, itu sudah tak aneh lagi. Pasalnya, Dian lahir dari keluarga dalang senior, almarhum Husen, yang terkenal tahun 1960-an di kawasan Banjar (sekarang Kota Banjar, tetangga Ciamis). Di keluarga itu, Dian-lah yang meneruskan tradisi wayang disertai keterampilan membuat kerajinan patung dan aneka kerajinan dari kayu. Beraneka wayang sampai iteuk (tongkat penyangga) berbentuk binatang disediakan di kios depan Situs Karangkamulyan, Ciamis.
Dian sendiri, dalam dunia perdalangan berguru kepada dalang Rojikin di Parigi, Kabupaten Pangandaran. Rojikin adalah salah satu murid dalang terkenal Jawa Barat, yakni Cecep Supriadi, Dede Amung, dan maestro dalang wayang golek almarhum Asep Sunandar Sunarya.
Seni leluhur tatar sunda itu, diakrabi Dian sejak kelas V SD (1988). Sejak itu, Dian sudah mendalang dan mulai membuat kerajinan. Ia kreator wayang kawung (aren) untuk pergelaran khusus ritual Ngikis di Situs Karangkamulyan. Dalam pergelaran wayang kawung, media wayang menggunakan gumpalan ijuk dengan alat musik gambang, kendang apuk, bangbaraan bambu, dan suling. Sindennya pelantun kidung beluk yang suaranya tinggi meliuk-liuk khas beluk Sunda.
Di setiap acara ritual sunda di Ciamis, seperti acara ritual Ngikis di Karangkamulyan, dalang Dian menyebarkan kisah-kisah perjalanan hidup Ciung Wanara, salah satu raja di Kerajaan Galuh. Dian juga menciptakan wayang Kila (Kidung Lakbok) untuk ritual adat di wilayah Lakbok, yakni kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Selain tema heroik kisah pandawa, kurawa di dunia pewayangan, dalam kesehariannya, Dian juga menekuni wayang Syiar, yakni pergelaran wayang untuk dakwah di acara keagamaan atau acara hajatan seperti halnya wayang golek yang biasa digelar dalang-dalang pada umumnya.
Legenda Rakyat
Dalam prosesi ritual, paling diminati rakyat adalah pertunjukkan wayang Kila dan Kawung. . Dalam Kidung Lakbok, misalnya, Dian mengisahkan asal-usul Lakbok zaman dahulu kala yang merupakan Nagara Banjar Patroman. Dalam buku De Lakbok Drooggelegd tulisan futurolog pertama Indonesia, Dr Ratulangie (1936), dikisahkan, banjir akibat meluapnya Sungai Citanduy dan Ciseel itu pernah ditanggulangi Bupati Tasikmalaya Wiratanoeningrat dengan menggerakkan rakyat.
Pada 1923, ketika Ciamis Selatan masih jadi wilayah Tasikmalaya (Tatar Sukapura), Wiratanoeningrat mengusulkan agar Rawa Lakbok dikeringkan dengan cara ditanggul. Namun, usul itu ditolak Pemerintah Belanda dengan alasan persoalan banjir Lakbok harus dipasrahkan kepada alam. Namun, sebelum penanggulan selesai, Wiratanoeningrat meninggal (1935), diduga terserang malaria.
Dalam legenda rakyat, Lakbok pernah diperebutkan Kerajaan Sukapura (Sunda) dan Banyumas (Jawa). Untuk menentukan batas keduanya, dibuatlah petunjuk dari pergerakan ikan. Kalau ikan-ikan bergerak ke timur dan menjadi ikan peda, wilayah itu masuk Jawa Banyumasan. Apabila ikan-ikan itu lari ke barat menjadi ikan sepat, maka masuk Sukapura Sunda.
“Hingga kini di Lakbok, di kolam yang kosong pun selalu tumbuh dan berkembang sendiri ikan sepat buhun,” tambah Dian
M Riz
DIAN HERDIANA
Lahir:
Ciamis, 13 November 1979
Pekerjaan:
Dalang dan perajin wayang
Pendidikan terakhir:
Sekolah Tinggi Ilmu Agama, Kota Banjar (2014)
Istri:
Yeni Taryani (32)
Anak:
- Diyeng Adhiluhin
- Diani Withdiawali
BERITA
Tinggalkan Microsoft Demi Membangun Kampung Halaman
Sebenarnya, mimpi Muhammad Choirul Amri sudah tercapai ketika bekerja di Microsoft pada 2013 lalu. Tapi ia malah memutuskan keluar dari perusahaan itu untuk membangun kampung halamannya, Desa Kuniran, Ngawi, Jawa Timur.
Ya, hal ini spontan saja mengundang tanya dari banyak orang? Apa yang dipikirkan dia? Apalagi Microsoft adalah perusahaan global ternama.
Mengapa dirinya lebih memilih berjuang membuat kampungnya itu menjadi desa wisata?
Choirul tak sedang bercanda. Saking seriusnya, ia berencana untuk mengintegrasikan Embung Kuniran, Cagar Budaya Lumbung Padi, sanggar karawitan setempat, dan peternakan kambing.
Baca Juga:
- Pemuda Disabilitas Pendengaran yang Diminta Jokowi Jadi Staf Khusus Presiden
- Pembalap Jogja Hasil Didikan Valentino Rossi
- Penggerak Literasi dengan Aplikasi dan Taman Baca di Malang
Area-area tersebut dapat menjadi tujuan wisatawan lokal dan mancanegara untuk merasakan kehidupan asli desa Indonesia atau hanya sekadar berswafoto.
Kata dia, persoalan di kampungnya itu sebenarnya sederhana. Ia pun mengaku menemukan hal itu saat dirinya membantu budidaya lele.
Menurutnya, warga desa memiliki kemampuan untuk mengembangkan desa. Tetapi mereka tidak memiliki pendamping dan pengawas yang dapat memberikan masukan atas apa yang harus dilakukan.
Hingga akhirnya pada Oktober 2017, ia bersama warga membentuk kelompok sadar wisata (pokdarwis). Kelompok itu berkomitmen untuk memperbaharui tampilan Desa Kuniran.
Nah, salah satunya dengan membuat menara untuk swafoto di Embung Kuniran, salah satu aset utama desa tersebut.
Choirul Amri kaget. Warga ternyata antusias dan mampu mengumpulkan dana sendiri. Mereka juga membangun menara itu dengan keterampilan sendiri.
Choirul pun akhirnya resmi mendirikan Rumah Inspirasi Nusantara pada Januari 2018. Rumah tersebut merupakan wadah kegiatan pemberdayaan masyarakat dan desa yang dilakukan di Ngawi.
BERITA
Penggerak Literasi dengan Aplikasi dan Taman Baca di Malang
Foto itu mungkin terpasang di salah satu dinding rumahnya. Foto saat dirinya diundang Presiden Joko Widodo untuk makan siang di Istana Negara. Momen itu pun jadi yang tak terlupakan bagi Santoso Mahargono, si pelopor GO READ.
Ya, kegigihannya dalam menggerakkan literasi membuahkan hasil. Pendiri sekaligus Ketua Forum Komunikasi Taman Baca Masyarakat Malang Raya ini mendapat apresiasi tinggi dari Presiden Jokowi.
Bahkan Santoso berkesempatan mengikuti sidang tahunan MPR dan DPR serta upacara bendera 17 Agustus di Istana Negara.
Baca Juga:
- Menyulap Pantai Serang Jadi Ladang Penghasilan Warga
- Pembalap Jogja Hasil Didikan Valentino Rossi
- Menyampaikan Suara Penyandang Difabel lewat Jalur Humor
Adapun soal undangan makan di Istana ia dapatkan setelah mengikuti pemilihan pustakawan berprestasi tingkat nasional. Saat itu, juara 1, 2 dan 3 diundang Presiden untuk makan siang bersama teladan-teladan lainnya, termasuk Paskibra dan Paduan Suara Gita Bahana.
Dalam gelatan yang digelar pada 9-19 Agustus di Jakarta, Santoso Mahargono mendapatkan juara II mewakili Provinsi Jawa Timur. Programnya membawanya terpilih mewakili Provinsi dengan menyisihkan 18 peserta lainnya.
Adapun program yang ia gagas adalah GO READ, layanan penyedia buku bagi masyarakat, utamanya yang berada di daerah pelosok Malang Raya. Kegigihannya di bidang literasi dihargai tinggi.
Sebelumnya, Santoso sendiri sudah mendapatkan penghargaan hingga diundang Mantan Gubernur Soekarwo yang dulu masih menjabat di Jatim.
BERITA
Pembalap Jogja Hasil Didikan Valentino Rossi
Pecinta balap motor boleh saja mengidolakan pembalap internasional macam Valentino Rossi. Namun Indonesia sebenarnya juga punya pembalap yang diidolakan. Dia adalah Galang Hendra Pratama.
Pebalap muda asal Yogyakarta ini digadang-gadang bisa mengharumkan Indonesia. Jalannya disebut-sebut tengah menuju ke sana.
Tanda-tandanya pun perlahan terlihat. Galang menjadi pebalap pertama Indonesia yang juara dalam salah satu seri Kejuaraan Dunia Supersport 300 (300-600 cc).
Tepatnya di Kejuaraan Balap Motor Dunia Superbike, yakni di Sirkuit Jerez, Spanyol, tahun lalu. Ia juga menang di Sirkuit Automotodrom Brno, Ceko, Juni tahun ini.
Baca Juga:
- Menyampaikan Suara Penyandang Difabel lewat Jalur Humor
- Menyulap Pantai Serang Jadi Ladang Penghasilan Warga
- Pemuda Disabilitas Pendengaran yang Diminta Jokowi Jadi Staf Khusus Presiden
Apresiasi pun berdatangan. Termasuk Muhammad Abidin, General Manager Divisi Pascapenjualan dan Departemen Motorsport PT Yamaha Indonesia Motor MFG yang merupakan tim pendukung Galang di Superbike.
”Ini hasil luar biasa karena Galang bersaing dengan pebalap-pebalap terbaik dari negara yang memiliki sejarah balap motor yang kuat, seperti dari Eropa dan Amerika Serikat (AS),” katanya.
Perlu diketahui, Galang adalah pebalap Indonesia yang paling dekat dengan kejuaraan balap motor paling bergengsi di dunia, MotoGP.
Pasalnya, kini ia sedang berkiprah di Kejuaraan Dunia Supersport 300, kelas terendah dari empat kelas yang dipertandingkan Superbike.
Tiga kelas di atasnya ialah Kejuaraan Dunia Superbike, Supersport, dan Piala PIM Superstock 1000.
Kejuaraan Superbike tersebut memiliki popularitas yang hanya kalah dari MotoGP. Umumnya, pebalap yang sukses di Superbike akan beralih ke MotoGP.
Sebut saja seperti Colin Edwards (Amerika Serikat) dan Nicky Hayden (Amerika Serikat). Nah, Galang punya prestasi cukup gemilang di Superbike.