Didenda US$ 2 Juta, Exxon Melawan
New York – Dianggap sembrono dengan mengabaikan sanksi terhadap Rusia, Kamis (20/07/2017) Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS), mendenda perusahaan minyak raksasa Exxon Mobil sebesar US$ 2 juta. Namun Exxon tak diam, sehari kemudian, pada Jumat (21/07/2017), perusahaan minyak itu menggugat pemerintahnya sendiri.
Denda tersebut dijatuhkan, setelah pemerintah AS mengetahui adanya kesepakatan usaha patungan antara Exxon Mobil dengan Rosneft dari Rusia. Sementara, beberapa minggu sebelumnya memberlakukan sanksi, karena tindakan Moskow mencaplok wilayah Crimea di Ukraina.
Tuntutan hukum dan pernyataan Departemen Luar Negeri yang luar biasa rinci mengenai tindakan Exxon, mewakili sebuah konfrontasi luar biasa antara perusahaan minyak terbesar di Amerika dengan pemerintahnya sendiri, memancing perhatian publik dengan mencolok. Pasalnya, mantan CEO Exxon sekarang berada di Kabinet Presiden Donald Trump.
Atas denda tersebut, Exxon menggiring pemerintah AS ke pengadilan, dengan tuntutan sebesar denda yang dijatuhkan, yakni US$ 2 juta. Padahal faktanya, denda sebesar itu cuma berdampak kecil bagi Exxon yang menghasilkan keuntungan US$ 7,84 miliar pada tahun lalu.
Kerjasama yang berbuah denda itu, bermula ketika antara tanggal 14 dan 23 Mei 2014, eksekutif Exxon berbasis A.S. menandatangani delapan dokumen dengan Igor Sechin, kepala Rosneft yang dikelola negara. Adanya kerjasama ysng dianggap haram bagi pemerintah AS itu, seperti dilansir Reuters, dibeberkan oleh Kantor Urusan Pengawasan Aset Luar Negri (OFAC) dalam di situsnya.
OFAC mengatakan Exxon telah “menunjukkan ketidakpedulian terhadap persyaratan sanksi A.S.” dengan menandatangani kesepakatan dengan Sechin beberapa minggu setelah Amerika Serikat memasukkannya ke dalam daftar hitam. seperti diketahui, Departemen Keuangan menjatuhkan sanksi kepada Sechin pada bulan April 2014, sebagai bagian dari langkah-langkah untuk menekan Rusia mengenai intervensi di Ukraina, dengan mengatakan bahwa Sechin telah menunjukkan “kesetiaan sepenuhnya” kepada Presiden Rusia Vladimir Putin.
Exxon Menantang Tuduhan
Sanksi terhadap Rusia itu, isnya melarang warga AS atau orang-orang di AS untuk berurusan dengan orang-orang yang masuk dalam daftar hitam, seperti Sechin. Rosneft sendiri tunduk pada sanksi AS.
Exxon mengatakan dalam sebuah pernyataannya, bahwa tindakan OFAC pada dasarnya tidak adil. Karena itu Exxon menggugat pemerintah AS ke pengadilan di Texas, dalam upaya untuk membatalkan keputusan tersebut. Exxon sendiri memang berbasis di Irving, Texas.
Dalam komplainnya setebal 21 halaman, Exxon berargumen bahwa Sechin “dikenai sanksi hanya dalam kapasitas pribadinya”. Selain itu, juga karena panduan dari pemerintahan Obama pada saat itu menjelaskan, bahwa sanksi “hanya diterapkan pada ‘aset pribadi’. Penekanannya, sanksi tersebut tidak membatasi bisnis dengan perusahaan yang dikelola individu tersebut.
M Riz
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: