Fatwa MUI tentang Hoax, Fitnah dan Ujaran Kebencian di Media Sosial
Pada tanggal 13 Mei, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa tentang etika bermedia sosial. Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI, yang ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin dan Sekretaris, Asrorun Ni’am Sholeh.
Fatwa MUI ini dikeluarkan karena melihat dinamika penggunaan media sosial dan digital tak bertanggung jawab menjadi sarana penyebaran informasi palsu (hoax), fitnah, ghibah (penyampaian informasi faktual seseorang atau kelompok yang tak disukai), namimah (adu domba), gosip, pemutarbalikan fakta sampai ujaran kebencian dan permusuhan.
MUI juga melihat banyak pihak juga menjadikan konten media digital sebagai sarana sarana memperoleh simpati, lahan pekerjaan, sarana provokasi, agitasi, dan sarana mencari keuntungan politik serta ekonomi.
“Berdasarkan pertimbangan di atas, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial untuk digunakan sebagai pedoman,” tulis MUI dikutip dalam putusannya, Senin, 5 Juni 2017.
Pedoman umum
Dalam pedoman umum fatwa tersebut, MUI meminta pengguna media sosial untuk memperhatikan beberapa hal dalam menyikapi konten atau informasi di media sosial.
MUI menuliskan konten atau informasi yang berasal dari media sosial punya kemungkinan benar dan salah, konten atau informasi yang baik belum tentu benar, konten atau informasi yang benar belum tentu bermanfaat.
Kemudian konten atau informasi yang bermanfaat belum tentu cocok untuk disampaikan ke ranah publik dan tidak semua konten atau informasi yang benar itu boleh dan pantas disebar ke ranah publik.
Mengingat kualifikasi konten atau informasi tersebut, MUI merumuskan panduan penting yang harus diperhatikan pengguna internet dan media sosial, yakni pedoman verifikasi konten atau informasi, pedoman pembuatan konten atau informasi, serta pedoman penyebaran konten atau informasi.
Pedoman verifikasi konten
Dalam pedoman verifikasi konten, hendaknya setiap orang yang memeroleh konten atau informasi melalui media sosial tidak boleh menyebarkannya sebelum diverifikasi.
“Dan harus dilakukan proses tabayyun serta dipastikan kemanfaatannya,” tulis MUI.
Proses tabayyun atas konten atau informasi bisa dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
Pertama, memastikan aspek sumber informasi (sanad)nya, yang meliputi kepribadian, reputasi, kelayakan dan keterpercayaannya.
Kedua, dipastikan aspek kebenaran konten (matan)nya, yang meliputi isi dan maksudnya.
Ketiga, dipastikan konteks tempat dan waktu serta latar belakang saat informasi tersebut disampaikan.
Sedangkan untuk memastikan kebenaran informasi dilakukan dengan dua langkah yaitu, pertama, bertanya kepada sumber informasi jika diketahui. Kedua, permintaan klarifikasi kepada pihak-pihak yang memiliki otoritas dan kompetensi.
Terkait dengan upaya tabayyun dilakukan secara tertutup terhadap pihak terkait, tidak terbuka ke ruang publik misalnya melalui grup media sosial. Alasannya, proses itu bisa menyebabkan konten atau informasi yang belum jelas bisa liar beredar luas ke publik.
Pedoman pembuatan konten atau informasi
MUI menuliskan untuk pembuatan konten yang akan disampaikan ke ranah publik harus berpedoman dengan hal berikut:
Pertama, menggunakan kalimat, grafis, gambar, suara dan/atau yang simpel, mudah dipahami, tidak multitafsir, dan tidak menyakiti orang lain.
Kedua, konten/informasi harus benar, sudah terverifikasi kebenarannya dengan merujuk pada pedoman verifikasi informasi sebagaimana bagian pedoman umum bermuamalah dalam fatwa ini.
Ketiga, konten yang dibuat menyajikan informasi yang bermanfaat.
Keempat, konten/informasi yang dibuat menjadi sarana amar ma’ruf nahi munkar dalam pengertian yang luas.
Kelima, konten/informasi yang dibuat berdampak baik bagi penerima dalam mewujudkan kemaslahatan serta menghindarkan diri dari kemafsadatan.
Keenam, memilih diksi yang tidak provokatif serta tidak membangkitkan kebencian dan permusuhan.
Ketujuh, kontennya tidak berisi hoax, fitnah, ghibah, namimah, bullying, gosip, ujaran kebencian, dan hal lain yang terlarang, baik secara agama maupun ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kedelapan, kontennya tidak menyebabkan dorongan untuk berbuat hal-hal yang terlarang secara syar’i, seperti pornografi, visualisasi kekerasan yang terlarang, umpatan, dan provokasi.
Kesembilan, kontennya tidak berisi hal-hal pribadi yang tidak layak untuk disebarkan ke ranah publik.
Untuk memastikan kemanfaatan konten atau informasi dilakukan dengan cara:
Pertama, bisa mendorong kepada kebaikan (al-birr) dan ketakwaan (al-taqwa).
Kedua, bisa mempererat persaudaraan (ukhuwwah) dan cinta kasih (mahabbah)
Ketiga, bisa menambah ilmu pengetahuan.
Keempat, bisa mendorong untuk melakukan ajaran Islam dengan menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Kelima, tidak melahirkan kebencian (al-baghdla’) dan permusuhan (al-‘adawah).
Dalam poin ketiga dan keempat pedoman pembuatan konten, MUI melarang setiap muslim mencari aib, kesalahan atau hal yang tak disukai orang lain baik invidivu atau kelompok. Hal yang dikecualikan yakni tujuan yang dibenarkan secara syar’i, seperti untuk penegakan hukum atau mendamaikan orang yang bertikai (ishlah dzati al-bain).
“Tidak boleh menjadikan penyediaan konten/informasi yang berisi tentang hoax, aib, ujaran kebencian, gosip, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi atau kelompok sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, seperti profesi buzzer yang mencari keuntungan dari kegiatan terlarang tersebut,” tulis MUI.
Pedoman penyebaran konten atau informasi
- Konten/informasi yang akan disebarkan kepada khalayak umum harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
Pertama, konten/informasi tersebut benar, baik dari sisi isi, sumber, waktu dan tempat, latar belakang serta konteks informasi disampaikan.
Kedua, bermanfaat, baik bagi diri penyebar maupun bagi orang atau kelompok yang akan menerima informasi tersebut.
Ketiga, bersifat umum, yaitu informasi tersebut cocok dan layak diketahui oleh masyarakat dari seluruh lapisan sesuai dengan keragaman orang/khalayak yang akan menjadi target sebaran informasi.
Keempat, tepat waktu dan tempat (muqtadlal hal), yaitu informasi yang akan disebar harus sesuai dengan waktu dan tempatnya karena informasi benar yang disampaikan pada waktu dan/atau tempat yang berbeda bisa memiliki perbedaan makna.
Kelima, tepat konteks, informasi yang terkait dengan konteks tertentu tidak boleh dilepaskan dari konteksnya, terlebih ditempatkan pada konteks yang berbeda yang memiliki kemungkinan pengertian yang berbeda.
Keenam, memiliki hak, orang tersebut memiliki hak untuk penyebaran, tidak melanggar hak seperti hak kekayaan intelektual dan tidak melanggar hak privasi.
- Cara memastikan kebenaran dan kemanfaatan informasi merujuk pada ketentuan pedoman pembuatan dan penyebaran konten atau informasi.
- Tidak boleh menyebarkan informasi yang berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis yang tidak layak sebar kepada khalayak.
- Tidak boleh menyebarkan informasi untuk menutupi kesalahan, membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak.
- Tidak boleh menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke ranah publik, seperti ciuman suami istri dan pose foto tanpa menutup aurat.
- Setiap orang yang memperoleh informasi tentang aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain tidak boleh menyebarkannya kepada khalayak, meski dengan alasan tabayun.
- Setiap orang yang mengetahui adanya penyebaran informasi tentang aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain harus melakukan pencegahan.
- Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dengan cara mengingatkan penyebar secara tertutup, menghapus informasi, serta mengingkari tindakan yang tidak benar tersebut.
- Orang yang bersalah telah menyebarkan informasi hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis kepada khalayak, baik sengaja atau tidak tahu, harus bertaubat dengan meminta ampun kepada Allah (istighfar) serta; (i) meminta maaf kepada pihak yang dirugikan (ii) menyesali perbuatannya; (iii) dan komitmen tidak akan mengulangi.
Dalam penutupnya, MUI meminta muslim di Tanah Air untuk menyebarkan pedoman dan ketentuan bermedia sosial ini ke publik.
BERITA
Benarkah Harga Telur di Malaysia Rp12.000 per Kilo?
Jakarta – Kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengklaim bahwa harga telur di Malaysia Rp12.000 per kil0 dan jauh lebih murah ketimbang di Indonesia. Benarkah demikian?
Hal tersebut diungkapkan oleh Mardani Ali Sera, Wakil Ketua Umum Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi. Ia menyebut, harga telur di Malaysia sekitar Rp12.000 per kilogram. Sementara, di Indonesia Rp25.000 per kilogram.
“Kayaan Malaysia tapi harga (telur) hanya Rp12 ribu per kilogram karena rantai pasokan cukup, rantai distribusinya sesuai,” ucap Mardani di Jakarta, Selasa (20/11).
Fakta.News mencoba menelusuri kebenaran harga telur tersebut. Dari portal resmi Jabatan Perkhitmatan Veterinar Kementerian Pertanian dan Industri Asas Tani Malaysia, bisa diketahui harga telur terkini.
Adapun, di Malaysia, telur terbagi 5 kelas kualitas. Dari jenis kualitas AA, A, B, C, D, hingga E. Penetapan harga telur di Malaysia berdasarkan per butir, tidak per kilogram seperti di Indonesia.
Nah, per 23 Oktober 2018, telur dengan kualitas AA di Malaysia dibanderol 39 sen ringgit per butir. Dengan perhitungan 1 kilogram telur sama dengan 16 butir dan kurs ringgit ke rupiah Rp3.500 per ringgit, didapatkan harga telur AA di Malaysia adalah Rp21.840. Sementara, untuk kelas paling buncit, per kilonya mencapai Rp17.920.
Di Indonesia sendiri, per Rabu (21/11), harga telur bervariasi tergantung daerahnya. Di DKI Jakarta, berdasarkan situs PJ Informasi Pangan Jakarta, harga telur per kilogram mencapai Rp22.906. Di Jawa Timur, berdasarkan situs Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok, harga telur mencapai Rp21.437 per kilo.
Sementara itu, di Jawa Barat, berdasarkan situs Portal Informasi Harga Pangan, harga telur di Jabar rata-rata Rp22.547 per kilo. Di Jawa Tengah, berdasarkan situs Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi, rerata harga telur sebesar Rp22.500 per kilo.
Baca Juga:
BERITA
Kebenaran Soal Adanya Foto Syur Grace Natalie Sudah Terungkap
Jakarta – Kabar kebenaran beredarnya foto syur Grace Natalie terungkap sudah. Sang pelaku penyebar foto editan tersebut, Topan Pratama Siregar, sudah menemui dan meminta maaf langsung pada yang bersangkutan.
Sebelumnya, ada kabar yang mengatakan tersebarnya foto syur Grace Natalie di media sosial. Kabar itu pun jelas mencoreng nama baik Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut.
Namun kabar itu ternyata Hoaks
Topan Pratama Siregar, salah satu terlapor dalam kasus penyebaran foto hoaks tersebut pun sudah menemui Grace. Ia melayangkan surat permohonan maaf yang ditulis tangan yang disertai meterai dan tanda tangan Topan.
“Saya minta maaf telah sebarkan posting-an di media sosial konten syur Ketum PSI pada 14 November 2018. Bila saya ulangi perbuatan serupa, saya siap diproses hukum,” ucap Topan di kantor PSI Jalan Wahid Hasyim, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (19/11).
Grace sempat bertanya asal-muasal Topan mem-posting foto tersebut di Facebook. Ia beralasan hanya asal share tanpa verifikasi lebih lanjut.
“Saya baca beranda di Facebook. Sambil bekerja bawa mobil (taksi online). Saya nggak baca dalam, langsung share saja tanpa baca isi berita,” kata Topan.
Baca Juga:
BERITA
Benarkah Ridwan Kamil Memberi Ulasan Film A Man Called Ahok ?
Bandung – Belakangan beredar sebuah tulisan di WhatsApp yang mengatakan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memberi ulasan film A Man Called Ahok. Ulasan film dari Ridwan Kamil tersebut diberikan usai ia menonton bersama keluarganya.
Dalam pesan berantai tersebut, di paragraf awal tertulis “Ridwan Kamil Gubernur Jawa Barat Bersama Istri dan Anak2nya Nonton Film “A Man Called Ahok”.
Informasi soal beredarnya pesan itu pun sampai pada Kang Emil, sapaannya. Ia langsung angkat bicara soal kabar tersebut.
Kabar itu ternyata HOAKS.
Melalui akun Instagramnya, Kang Emil mengungkapkan bahwa ia dan keluarga belum menonton film yang dibintangi oleh Daniel Mananta tersebut.
“Ini beredar di WA group dan ini adalah HOAKS. Dan biasanya jika kami menonton film, review-nya tidak akan kayak cerpen berlinang air mata begitu,” tulisnya di Instagram, Jumat (16/11).
“Anda kurang pintar Ferguso,” kata Ridwan merujuk kepada si pembuat hoaks.
Ridwan Kamil pun menyematkan tagar #HantamHoax di bagian akhir unggahannya.
Klarifikasi dari Gubernur Jabar ini, telah mendapat 86.400 like dan 4.000 komentar dari para warganet.