Figur Minoritas Pimpin Partai Besar Kanada, Calon Rival Justin Trudeau
Toronto – Kancah perpolitikan internasional nampaknya mulai mengalami pergeseran figur, setelah beberapa negara di kawasan eropa muncul tokoh-tokoh muda sebagai pemimpin, publik Kanada pun kini juga mengapresiasi peran anak muda dalam peta perpolitikannya.
Setelah terpilihnya Justin Trudeau sebagai Perdana Menteri Kanada pada 2015 membuat heboh dunia. Bukan hanya soal usianya yang masih muda pada saat itu yakni 44 tahun. Tapi juga parasnya yang memukau. Justin Trudeau terpilih menjadi Perdana Menteri (PM) Kanada yang baru setelah berhasil mengalahkan Partai Koservatif yang menaungi PM Stephen Harper. Trudeau merupakan anak sulung mantan PM Kanada Pierre Trudeau yang menjabat era tahun 70-an dan 80-an silam.
Kali ini tokoh muda Jagmeet Singh mengukir sejarah awal pekan ini setelah terpilih menjadi pemimpin Partai Demokrasi Baru di Kanada yang merupakan partai oposisi dan menjadi partai ketiga terbesar di parlemen Kanada.
Terpilihnya Singh ini mendapat respon positif dari media-media, mereka menilai kehadiran Singh memberi warna baru dan membuat sejarah dalam dunia politik Kanada. Singh menjadi sosok minoritas pertama atau politisi tidak berkulit putih yang diberi mandat memimpin partai politik di negeri itu.
Sosok Singh yang sedang naik daun ini, kerap berpenampilan yang tidak biasa. Ia menyita perhatian media maupun masyarakat kanada karena sering berpenampilan memakai turban berbagai warna yang menjadi ciri khasnya. Ia pun kerap dinobatkan sejumlah majalah sebagai politisi dengan selera berbusana terbaik. Singh juga merupakan politisi berturban pertama yang duduk di parlemen negara bagian Ontario, Kanada.
Politisi berusia 38 tahun ini mengatakan bahwa pilihannya memakai turban adalah upaya untuk menghilangkan stereotype negatif mengenai pemakai turban, lengkap dengan jenggot panjang. Sedangkan warna turban beraneka ragam yang dikenakannya merupakan simbol dari ideologi politiknya yang terbuka dan toleran.
Jagmeet Singh yang lahir di Scarborough, Ontario, berasal dari keluarga imigran Punjab, India. Masa kecilnya sebagai minoritas dihadapinya dengan tidak mudah. Di usia 20 tahun ia harus menjadi tulang punggung keluarga setelah ayahnya sakit dan tidak mampu lagi mencari nafkah dan menghidupi keluarganya.
Sebagai etnis India dan minoritas di Kanada, penampilannya yang berturban serta berjenggot sering dicurigai hingga ditahan kepolisian dengan alasan yang tidak jelas.
Karir Politik Jagmeet Singh
Kehadiran Singh sempat menuai pujian dari publik Kanada, awalnya sebuah video beredar dan menjadi viral. Dimana dalam video tersebut memperlihatkan Singh yang dengan tenang menghadapi seorang wanita yang menuduhnya sebagai ekstrimis Muslim dan ingin menerapkan hukum syariah di Kanada.
Menanggapi tuduhan itu, Singh hanya berkata, “kita semua percaya akan kekuatan kasih.” Dia tak memilih untuk langsung mengatakan bahwa dia bukanlah Muslim melainkan Sikh. Singh menjelaskan, tidak ada gunanya membela diri dengan membantah, karena itu berarti mengiyakan bahwa kebencian wanita itu wajar jika dia seorang Muslim.
Singh yang fasih berbahasa Punjabi dan Perancis ini menghabiskan awal karirnya sebagai pengacara hukum kriminal sebelum terjun ke politik. Latar belakang pendidikan Singh juga beranekaragam. Dia memiliki dua gelar sarjana, yaitu biologi dari Universitas Western Ontario dan hukum kriminal dari Universitas York. Politisi muda ini juga diketahui menguasai ilmu bela diri jiu-jitsu dan gulat sebagai olahraga kesukaannya.
Dalam enam tahun terakhir ia baru mengenal dan menggeluti dunia politik. Karir politik Singh melesat dalam rentang waktu tersebut dan kini ia telah menjadi pemimpin partai politik besar Kanada. Hal lain yang mengagumkan, Singh bahkan bukan anggota parlemen nasional Kanada. Kini, tidak sedikit yang melihat sosok Singh sebagai sosok masa depan Perdana Menteri Kanada.
Pemilihan parlemen Kanada akan digelar dalam 2 tahun lagi. Singh akan memimpin partainya bersaing dengan PM kharismatik Kanada Justin Trudeau.
Ping.
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: