Haedar Nashir: Di Indonesia Ada Dua Hal yang Tak Boleh Hilang Yaitu Agama dan Pancasila
Yogyakarta – Haedar Nashir yang kini Ketua Muhammadiyah meninggalkan kampung halaman sejak tahun 1979 untuk kuliah di Yogyakarta, dan sejak itu tidak kembali lagi ke desanya karena menetap di kota budaya itu. Itulah sekilas tentang Haedar Nashir pada Sarasehan “Kemandirian Desa dan Peran Kampus” salah satu rangkaian acara Reuni Nusantara alumni Sekolah Tinggi Pembaqngunan Masyarakat Desa (STPMD) “APMD” Yogyakarta, 4 Nopember 2017 di kampus jalan Timoho.
Sejak awal kuliah Haedar bercita-cita ingin menjadi lurah atau camat. Makanya sesampai di Jogja mengambil Sarjana Muda (BA) di APMD Yogyakarta. Jenjang Strata 1 (S1) juga diselesaikan di kampus ini. Selama kuliah ia mendapat beasiswa dari Yayasan Supersemar dan berhasil lulus sebagai sarjana terbaik. Rupanya dorongan menjadi wartawan dan penulis memupus cita-citanya menjadi lurah dan camat di kampung kelahirannya. “Saya masuk APMD itu ingin menjadi lurah atau camat. Tapi Alhamdulillah kini saya jadi lurah Muhammadiyah.”
Kepada para alumni APMD yang hadir dari seluruh Indonesia, kelahiran Bandung, pada 1958 ini menyatakan “Di Indonesia ada dua hal yang tak boleh hilang yaitu agama dan Pancasila. Kita tak ingin negara khilafah, negara agama Islam Kristen Katolik tetapi kita juga tak ingin negara komunis dan sekuler. Saat ini ada kecenderungan upaya menuju negara sekuler dengan pintu demokrasi dan HAM.”
Hedar menambahkan, siapa pun presidennya akan menghadapi politik transaksional. “Kami pernah bertemu presiden dan beliau mengatakan akan sedikit demi sedikit menghilangkan hambatan dari kartel ekonomi.” Kata Haedar. Presiden, lanjut Haedar, ibarat makan bubur akan diberesin dari pinggir. Kami, Muhammadiyah, sedang berpikir mencari jalan, meskipun partai adalah instrumen demokrasi yang sah, tetapi ke depan bagaimana agar presiden makin kuat dan tak tersandra oleh partai atau koalisi partai.
Soal ketimpangan pembangunan yang selama ini ada, Haerdar menilai, presiden Jokowi telah melakukan politik pembangunan ekonomi seperti PM Mahathir Mohammad dari Malaysia yakni dengan mengembangkan Indonesia Timur agar ekonominya teritegrasi dengan kawasan lainnya dan mendorong UMKM menjadi pemain ekomoni.
Setelah sekilas menjelaskan tentang pejabat Indonesia yang tersangkut korupsi, Haedar berpesan agar lulusan APMD tetap menjadi pelopor pembangunan di daerahnya masing-masing. “Ikan itu membusuk dari kepalanya. Jika ada orang amanah di tempat yang sistimnya buruk pun, insya Allah ia bisa membawa perubahan,” ujar Haedar.
Selain kegiatan sarasehan, para alumni yang berjumlah sekitar 200 orang tersebut, juga ada kegiatan Jalan Sehat bersama civitas akademika APMD lainnya pegawai, dosen dan mahasiswa, menyusuri jalan-jalan dan gang-gang sekitar kampus. Mereka mengenang masa saat kuliah dengan kost di kampung sekitar Gendeng, Sapen dan Baciro. STPMD “APMD” yang kini berusia 52 yahun telah meluluskan lebih dari 15.00 alumni. Para alumni tergabung dalam organisasi Kapemada.
Tass
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: