Idul Adha, Kurban, Nikmatnya Hoax dan Saracen: Antara Simbol dan Esensi
Esensi idul adha, berkurban, adalah melepaskan sebagian milik, atau sesuatu yang melekat pada diri seseorang. Agar kurban berguna bagi orang lain, maka bentuk kurban yang paling dirasakan tepat adalah melepaskan sebagian harta/uang untuk dijadikan makanan bagi orang lain yang membutuhkan. Maka uang dibelikan hewan ternak untuk dipotong, dan dagingnya dibagikan kepada khalayak sekitar yang membutuhkan.
Di Mekkah, jemaah haji melakukan ritual yang lebih banyak. Selain sai, thawaf, ada melempar jumrah yang merupakan simbol untuk melempar setan.
Sapi, kambing, unta, atau bentuk materi apapun, hanyalah simbol pelepasan sebagian milik. Kurban yang sangat ringat, terutama bagi yang berkelebihan. Namun ada esensi yang lebih mendasar, yang justru sering dilupakan, bahkan diabaikan. Melempar jumrah adalah bentuk kurban yang jauh lebih penting dan esensial ketimbang memotong hewan ternak. Melempar jumrah bukan hanya dilaksanakan di mekkah, namun di setiap tempat di mana pun manusia berpijak.
Tiga jumrah:
1. Jumratul ula (jumrah pertama),
2. Jumratul wustha (jumrah kedua),
3. Jumratul aqabah (jumrah ketiga),
masing-masing mewakili sifat-sifat setan yang bercokol dalam diri manusia.
Pertama: sifat tamak, rakus, dan korup.
Kedua: sifat menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan/keinginan, termasuk jual ayat, merasa diri pemilik kebenaran sejati, pemegang kunci surga, dan mengkafir-kafirkan orang lain.
Ketiga: sifat sombong, dengki/hasad.
Ketiganya adalah sifat setan, dalam pribadi manusia, mengerucut pada ego, sifat mementingkan diri sendiri, yang tidak menghormati, bahkan tidak segan mengambil, hak orang lain.
Melontorkan ego, memanggil akal dan nalar
Krisis ummat di Indonesia saat ini, dalam jumlah besar sudah menjadi korban hoax; yaitu para pembaca, penikmat, penyebar berita-berita bohong yang penuh ujaran kebencian, hasutan dan fitnah, yang menyuburkan rasa benci dan dengki. Pada saat yang sama juga menimbulkan rasa bangga diri sebagai pejuang pembela agama, dan rasa nikmat mengantongi kunci surga. Rasa yang timbul karena meyakini berita-berita bohong tersebut adalah benar, dan merupakan representasi jihad yang sedang diperjuangkan. Berita-berita bohong ditelan bulat-bulat, mentah-mentah tanpa saring, mengesampingkan akal dan nalar, karena dibuat sedemikian rupa sehingga terkesan mewakili sekaligus memihaki kepentingan kelompok penelan, penikmat, dan penyebar hoax ini.
Kebohongan yang terasa nikmat, sehingga menutup akal dan nalar, karena ketika akal dan nalar digunakan, kenikmatan itu bisa hilang. Padahal nikmat semu, sejatinya itu adalah setan yang bekerja dalam diri.
Rupanya Tuhan masih menyayangi ummat di Indonesia. Terbongkar bahwa berita bohong itu memang diproduksi dan disebarkan oleh kelompok yang bekerja untuk mencuci dan meracuni otak ummat. Satu kelompok bernama SARACEN sudah tertangkap. Entah masih berapa banyak lagi yang mungkin masih beroperasi.
Maka peristiwa idul adha adalah saat yang tepat untuk melepaskan semua “kenikmatan” yang diperoleh dari berita bohong yang penuh hasut dan fitnah, berita bohong yang menjanjikan surga sebagai pembela agama. Melempar jumrah, adalah melontarkan ego, memanggil kembali akal dan nalar yang selama ini dicutikan, ditidurkan. Melepas kenikmatan pasti berat, tapi itulah esensi berkurban.
Semoga Indonesia selalu damai, dan semua setan yang mencuci dan meracuni otak ummat dapat dilempar jauh-jauh, dilepaskan pengaruh buruknya dari setiap orang yang selama ini seolah hatinya sudah terpatri dengan kebencian.
Selamat hari raya idul adha 1438H. Mohon maaf lahir dan bathin.
Penulis: Muhammad Hidayat (Ucok Dayat)
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: