Ini Pesta Anak Presiden?
Jakarta – Tahun 2015 lalu, saya dan istri berkesempatan hadir dalam resepsi pernikahan Gibran Rakabuming-Selvi Ananda, putra pertama Pak Jokowi. Dengan penuh penasaran, kami membayangkan resepsi pernikahan ini pasti akan berlangsung “wah”. Apalagi ini adalah acara yang diadakan pertama kalinya oleh Pak Jokowi saat posisinya sebagai Presiden RI.
Pasti lebih mewah atau minimal sama seperti layaknya beberapa resepsi pernikahan yang diadakan para penggede di Jakarta yang kami hadiri. Resepsi dengan menu-menu mewah, dimasak oleh koki-koki ternama bintang lima atau minimal resto ternama yang didatangkan dari berbagai daerah di Indonesia.
Hiburannya dari para musisi dan selebriti tanah air dengan pembawa acara terkenal yang tarifnya puluhan juta perjamnya. Dekorasi ruangan glamour yang memanjakan mata.
Tapi ternyata semua diluar dugaan…
Tidak ada meja prasmanan dengan menu makanan mewah berlimpah. Yang ada hanyalah meja-meja gubug-gubugan yang menyediakan menu sederhana ala Kota Solo dengan porsi secukupnya olahan dari Chili Pari, katering yang dikelola oleh Gibran sendiri.
Pengisi acaranya juga dari lokalan Solo, kalaupun ada selebriti tampaknya spontanitas saja menyumbangkan suaranya.
Selesai acara, saya dan istri sambil jalan pulang ternyata berpikiran sama, ”Lha kok cuma gini ya resepsi pernikahan anak Presiden..”
Tahun 2017 ini, Presiden kembali mantu. Rumor yang beredar akan dibuat “lebih” dari sebelumnya – menurut tata istiadat – ini karena acara hajatnya pihak perempuan yang merupakan putrinya sendiri.
Bahkan beberapa hari sebelum acara banyak pihak diantaranya beberapa pejabat negara memberikan komentar nyinyir terhadap hajatan ini dengan sederet argumennya.
Nyatanya, hampir tidak ada bedanya hajatan Gibran-Selvi dengan Bobby-Kahiyang. Hanya mungkin bedanya kali ini ada kirab yang berangkat dari penginapan di salah satu hotel dan juga dari Ndalem Sumber ke Graha Sabha.
Hampir juga tidak ada bedanya hajatan mereka dengan masyarakat pada umumnya. Malahan bisa dikatakan lebih sederhana. Namun sarat pesan dan amat berkesan untuk terus melestarikan budaya leluhur yang adiluhung.
Hanya bedanya ada pengamanan yang lebih ketat karena standart protokoler kepresidenan. Ada ribuan masyarakat dan relawan pendukung Presiden Jokowi yang ingin menyaksikan dari dekat moment langka ini. Ada berbagai stasiun televisi dan saluran media sosial yang menyiarkan langsung ke seluruh Indonesia.
Kesederhanaan Itu Butuh Keteladanan
Keteladanan bukan sekedar kata dalam ucapan dan tulisan namun tindakan yang butuh kerendahan dan ketulusan hati.
Andai saja kita yang punya hajat, belum tentu juga mau melaksanakan event paling sakral bagi anak putri satu satunya dengan kesederhanaan. Tapi Presiden Jokowi justru memilih sebaliknya. Sederhana.
Sambil berjalan meninggalkan Graha Sabha dalam hati saya kalau bisa guyon dengan beliau saya akan sampaikan kembali yang ada dibenak pikiran saya dan istri 2 tahun lalu : “Pak, jangan marah ya… Saya mau tanya lha kok cuma seperti ini tho pesta resepsi anak Presiden… ANAK PRESIDEN ..lho pak”
Memang susah bagi yang selalu berpikir negatif. Pasti tidak akan percaya kecuali melihat sendiri. Kalau masih gak percaya ini pesta anak Presiden? Maka jawab saja : Ya ini memang bukan pesta anak Presiden… Tapi ini pesta rakyat…
Joanes Joko, Koordinator Nasional Duta Jokowi
BERITA
Kendati Rupiah Menguat, Pemerintah dan BI Harus Tetap Antisipatif
Kendati nilai tukar rupiah menguat sejak awal pekan ketiga November 2018, pemerintah dan BI (Bank Indonesia) harus tetap antisipatif. Nilai tukar valuta masih akan fluktuatif, karena pasar uang terus dibayang-bayangi oleh rencana bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (Fed), menaikkan suku bunga acuannya, Fed Fund Rate (FFR), hingga tahun 2019 mendatang.
Akhir pekan kedua November 2018, rupiah digambarkan sebagai valuta paling perkasa di Asia karena mengalami penguatan sampai 70 poin, atau 0,48% terhadap dolar AS. Pada Jumat (16/11), nilai tukar rupiah sudah memasuki level Rp 14.595 dan Rp 14.665.
Proses penguatan nilai tukar rupiah saat ini tentu tak bisa dilepaskan dari langkah BI menaikkan bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6%, belum lama ini. Namun, proses penguatan rupiah saat ini diasumsikan temporer.
Rupiah – dolar AS, pada dasarnya belum menemukan keseimbangan baru. Terutama karena Fed masih akan menaikkan bunga acuan ke level 3,25 persen hingga 2019, dari posisi dua persen saat ini.
BERITA
Mencaci Maki Sekulerisme Tanpa Memahami Maknanya
Sudah terjadi berlangsung lama kesalahan dalam pemahaman tentang apa makna sekulerisme. Namun sebagian justru memelesetkan pengertian sekuler dan menjelaskan pada orang yang nggak mengerti. Sekulerisme seolah-olah ingin membuat orang Islam tidak berpolitik. Hal ini tidaklah benar.
Sekulerisme itu adalah konsep yang memisahkan agama dengan kekuasaan politik atau negara, khususnya pada negara bangsa (nation state). Kalau di negara teokrasi mungkin agama dan politik kekuasaan negara bisa saja disatukan. Sayang negara agama yang murni di dunia itu tidak ada.
Islam pada waktu Nabi hidup dan kekhalifahan paska wafatnya Nabi mungkin bisa disebut “negara agama atau negara Islam”. Namun setelah itu “Eksperimen Kekuasaan di Madinah” dianggap gagal. Di Turki dicoba lagi dan juga gagal.
Negara Arab Saudi sendiri mengambil bentuk negaranya sebagai kerajaan dan bukan negara Islam, karena yang disebut dalam Quran adalah kerajaan. Pengertian khilafah berdasar Quran itu dimensi dan skalanya individual bukan dalam skala negara. Dan tatkala Nabi menjalankan eksperimen struktur kenegaraan di Madinah, luas Madinah sebenarnya hanya sebesar 2 kali Kecamatan Mampang.
Sekularisme tersebut dalam sub pemahamannya sering diartikan, yakni berarti pemisahan ambisi berkuasa/berpolitik (dalam kontek kekuasaan negara) dengan kewajiban orang dalam beragama. Nah kalau, dalam kontek negara, orang ingin agama dan kekuasaan disatukan itu tidak bisa dikatakan sekuler atau tidak sekuler. Tetapi penyatuan agama dengan politik (kenegaraan) demikian disebut totaliterianisme agama. Inilah yang dianut HTI, karena itu mereka juga anti demokrasi!
BERITA
Gus Yaqut: Dosakah Membakar Bendera HTI?
Berikut tulisan Ayik Heriansyah yang diberi judul Gus Yaqut: Dosakah Membakar Bendera HTI. Tulisan Ayik ini mencoba menafsirkan perspektif Gus Yaqut terkait video yang beredar di media sosial.
Seperti diberitakan, GP Ansor, induk dari Banser, angkat bicara soal itu. Ia menyatakan pembakaran sebenarnya dilakukan pada bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sekaligus untuk menjaga kalimat tauhid.
Baca Juga:
- DPR Semakin Terbuka dan Merakyat
- Tulisan Gus Dur: Harlah, Natal dan Maulid
- Pemerintah Harus Menaruh Perhatian Ekstra pada Sektor Tanaman Pangan
Gus Yaqut alias Yaqut Cholil Qoumas selaku Ketua Umum PP GP Ansor menyampaikan persepktifnya terkait kejadian ini. Ia bilang anggotanya melihat bendera tersebut sebagai simbol bendera HTI, ormas yang sudah dibubarkan pemerintah.
Gus Yaqut: Dosakah Membakar Bendera HTI ?
Bendera hitam putih yang kerap dibawa aktivis HTI merupakan simbol gerakan pemberontakan (bughat) terhadap daulah Islamiyah (NKRI). Itulah bendera Khilafah ala HTI yang terinspirasi oleh hadits-hadits Nabi Saw tentang liwa rayah. Liwa rayah merupakan bendera simbol kenegaraan kaum muslimin pada hubungan internasional saat itu. Di Indonesia umat Islam sepakat menggunakan bendera Merah Putih sebagai simbol kenegaraan mereka. Itulah liwa rayah kaum muslimin di Indonesia. Bendera pemersatu umat dari Sabang sampai Merauke.
Sebagai muslim/muslimah yang memiliki KTP, SIM dan Buku Nikah NKRI, makan minum, menggunakan mata uang Indonesia fasilitas jalan, bandara, pelabuhan, sekolah, rumah sakit, dsb udah seharusnya aktivis HTI mengusung bendera Merah Putih. Liwa rayah kita semua. Toh Nabi Saw sendiri tidak memerintahkan umatnya menggunakan liwa rayah hitam putih yang bertuliskan dua kalimat syahadat. Bukankah semua hadits tentang liwa rayah hanya bersifat khabariyah informatif tanpa ada qarinah (indikasi) wajib menggunakannya. Sesungguhnya Nabi Saw sudah tau, perihal bendera negara diserahkan kepada sepenuhnya kesepakatan umatnya.
Aksi pamer bendera HTI di wilayah NKRI menimbulkan kegaduhan, fitnah dan memecah belah umat Islam. Bukan hanya NU, Ansor dan Banser, ormas Islam lainnya pembentuk NKRI risih dengan bendera HTI. Sudah pasti tujuan HTI mendirikan Khilafah Tahririyah termasuk bughat. Setiap kegiatan dan atribut yang mengarah kepada bughat dihukumi haram. Sesuai kaidah ushul fiqih yang juga diadopsi HTI yang berbunyi: al-washilatu ila harami muharramah aw haramun.
Langkah-langkah Banser menindak peragaan bendera HTI tidak lain dan tidak bukan demi menjaga persatuan dan kesatuan umat, bangsa dan negara. Yang demikian itu sesuai dengan maqashidusy syariah yakni hifdzul umat, mujtama wa daulah. Inilah esensi dari penerapan syariah.
*Utsman Membakar al-Qur’an*
Pada saat terjadi perang irminiyah dan perang adzrabiijaan, Hudzaifah Ibnul Yaman yang saat itu ikut dalam dua perang tersebut melihat perbedaan yang sangat banyak pada wajah qiraah beberapa sahabat. Sebagiannya bercampur dengan bacaan yanag salah. Melihat kondisi para sahabat yang beselisih, maka ia melaporkannya kedapa Utsman radhiyallahu ‘anhu. Mendengar kondisi yang seperti itu, Utsman radhiyalahu ‘anhu lalu mengumpulkan manusia untuk membaca dengan qiraah yang tsabit dalam satu huruf (yang sesuai dengan kodifikasi Utsman). (lihat mabaahits fi ‘ulumil Qur’an karya Manna’ al Qaththan: 128-129. Cetakan masnyuratul ashr al hadits).
Setelah Utsman radhiyallahu ‘anhu memerintahkan kepada sahabat untuk menulis ulang al Qur’an, beliau kemudian mengirimkan al Qur’an tersebut ke seluruh penjuru negri dan memerintahkan kepada manusia untuk membakar al Qur’an yang tidak sesuai dengan kodifikasi beliau. (lihat Shahih Bukhari, kitab Fadhailul Qur’an bab jam’ul Qur’an, al Maktabah Syamilah)