Jika Ingin Berpolitik Sepatutnya dengan Ksatria Gatot Nurmantyo Mundur Sebagai Panglima TNI
Situasi politik selama berkuasanya Pemerintahan Jokowi-JK, tampaknya belum menunjukkan titik sejuk dan damai. Bahkan akhir-akhir ini cenderung terus memanas. Terpaan isu, tak pernah berhenti selama 3 tahun ini. Mulai dari isu berbau SARA, isu Rohingya, isu PKI hingga terakhir pernyataan yang dilontarkan oleh Panglima TNI Gatot Nurmantyo tentang pembelian 5000 pucuk senjata oleh institusi non militer, serta rencana penyerbuan ke institusi tersebut.
Entah apa yang ada dalam pikiran Panglima TNI Gatot Nurmantyo, sebelum melontarkan pernyataan tentang pembelian 5000 pucuk senjata serta keinginan untuk menyerbu. Sebagai Panglima tertinggi dari angkatan bersenjata TNI, tentunya sangatlah tidak etis dan tidak bijak seorang Gatot Nurmantyo menyampaikan hal itu ke publik. Publik pun bereaksi dan kegaduhan baru pun bermunculan. Bagi kelompok politik yang selama ini berdiri sebagai “oposisi”, pernyataan Panglima TNI itu seperti mendapat amunisi baru setelah amunisi yang sebelumnya seperti isu SARA, isu anti-islam, isu rohingya selalu gagal ditembakkan. Pernyataan itu, langsung digoreng habis oleh kelompok oposisi untuk menyerang dan menyudutkan Pemerintahan Jokowi-JK. kelompok oposisi ini bergerak tanpa pernah berpikir untuk bertanya soal kebenaran pernyataan Panglima TNI itu.
Gatot Nurmantyo saat mengeluarkan pernyataan itu, masih menjabat aktif sebagai Panglima TNI. Masih menjadi bagian penting di dalam Pemerintahan Jokowi-JK. Sebagai “anak buah” Presiden Jokowi (lihat UU No. 34/2004 ttg TNI Pasal 3), Karena itu, Panglima TNI tidak seharusnya mengeluarkan pernyataan yang bisa merobek keutuhan dan persatuan antara institusi angkatan bersenjata seperti TNI dengan Polri maupun BIN, serta bisa membuat perpecahan di dalam tubuh TNI sendiri dan atau mempolitisasi TNI bahkan dapat menghambat proses pembangunan yg tengah gencar dilakukan oleh Presiden Jokowi dan Wakil presiden Jusuf Kalla.
Kita semua tahu apa yang tengah dilakukan Pemerintahan Jokowi-JK dalam 3 tahun terakhir ini. Pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah, tengah gencarnya dikerjakan (jalan tol dan rel kereta dari Sumatera hingga Papua), tengah gencar menerangi wilayah di Indonesia Timur, menyamakan harga BBM dan semen untuk wilayah Indonesia Timur), tengah gencar memodernisasi bandara, membangun fasilitas Tol Laut, tengah gencar memberi hak kepemilikan tanah milik rakyat melalui sertifikasi hak milik (SHM) dan baru saja mengembalikan hak kepemilikan hasil tambang Freeport kepada rakyat Indonesia khususnya rakyat Papua. Apa yang dilakukan oleh Pemerintah di bawah Presiden/Wakil Presiden Jokowi-JK adalah semata-mata komitmen Jokowi-Jk untuk memenuhi keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Nah dalam kontek itu, sebagai bagian dari Pemerintahan sepatutnya dengan bijak Panglima TNI Gatot Nurmantyo banyak membantu Presiden dan Wakil Presiden dengan menciptakan situasi politik yang sejuk dan damai agar keadilan dan kesejahteraan itu terwujud atau barang kali setidak-tidaknya bisa menjawab pertanyaan Panglima TNI di Rapimnas Partai Golkar tempo hari menjadi “semua kini milik kita*.
Sebaliknya, jika Gatot Nurmantyo memang sudah begitu inginnya berpolitik dan mengejar kekuasaan politik, maka sebaiknya dengan kesatria Gatot Nurmantyo segera mengajukan pengunduran diri sebagai Panglima TNI demi kepentingan kesatuan dan persatuan NKRI yang kita cintai ini.
DEDY MAWARDI
Ketua Bidang Hukum
DPN Seknas Jokowi
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: