“Loot a Burning House”, Jika Para Begundal Kehabisan Akal
Kenapa Isu PKI dibangkitkan lagi padahal anggotanya dah pada mati. Keturunannya, juga sudah enggak pada peduli dengan ideologi PKI. Juga sudah tak ada negara di dunia ini, yang masih menganut ideologi komunis, kecuali Korea Utara. Semua negara yang dulunya “embahnya” komunis, kini sudah mengubur dalam-dalam ide komunis.
Kini isu PKI dibangkitkan lagi, karena sedang ada sekelompok orang yang mau berkuasa di republik ini yang tak mau memakai cara demokratis, tapi memakai cara yang mirip-mirip fasisme. Strateginya, “Loot a Burning House atau Rampoklah Rumah Orang Selagi Terbakar.”
Dengan strategi “Loot a Burning House”, orang yang berkepentingan tak perlu mengeluarkan banyak ‘fulus’. Tak perlu juga menyewa para pemikir, atau cendekiawan. Cukup dengan mengerahkan kaki tangan di berbagai daerah. Para begundal itu, disuruh bekerja dengan medianya, menyebar propagandanya memakai teknologi komunikasi melaui media sosial alias medsos.
Sementara isi propagandanya dipilih berdasarkan SARA, adu domba antar pejabat publik, dengan cara membeli atau memberi informasi yang enggak benar tapi seolah-olah benar. Kemudian, membuat ujaran kebencian atau hoax secara terus menerus menjelek-jelekan Presiden, keluarga Presiden dan pejabat publik lainnya.
Tak hanya itu, mereka dan para begundalnya juga membuat aksi berjilid-jilid, supaya massa terjaga dan terkonsolidasi. Sekaligus untuk membuat ketakutan pelaku ekonomi. Terakhir, mereka pun menciptakan ketakutan rakyat dengan berbagai macam cara dengan isu “Kebangkitan PKI”.
“Loot a Burning House” sangat fasis. Idenya, berangkat dari Pengikut setia Adolf Hitler, Joseph Gobbels yang menjadi Menteri Propaganda Nazi, yang tugasnya mengorganisir kebencian menjadi hidangan kepada publik. Salah satu doktrin Goebbels yang terkenal, adalah “Kebohongan yang dikampanyekan secara terus-menerus dan sistematis akan berubah menjadi (seolah-olah) kebenaran.”
Di masa kini, praktek serupa doktrin Goebbels, yang paling pas adalah dengan isu kebangkitan PKI. Isu tersebut, kendati 100 persen gak benar, doktrinnya harus terus menerus dikampanyekan. Tak peduli mau memakai media seperti apa, yang penting isu kebangkitan PKI ini seolah-olah benar PKI mau bangkit, dan rakyat terpengaruh dengan isu itu.
Nah, kenapa “Loot a Burning House” dengan isu kebangkitan PKI ini dipakai ? Jawabnya sederhana saja. Ada 2 yang mau disasar. Pertama, adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan kedua adalah PDIP sebagai pendukung utama Jokowi.
Mereka, tampaknya sudah kehabisan akal untuk menyerang Presiden Jokowi. Dihajar pake isu kebijakan, misalnya, soal pembangunan pasti enggak mempan. Pasalnya, rakyat puas atas apa yang dikerjakan Jokowi. Hasilnya sangat nyata buat kepentingan rakyat. Maka, cara yang masih dianggap bisa mempengaruhi pikiran rakyat, adalah dengan “membakar” isu kebangkitan PKI.
Istana pun, tak luput dari serangan negatif, dengan isu “sarang PKI”. PDIP diserang dengan isu kader PKI. Terakhir, uji coba yang berhasil dari strategi “Loot a Burning House” dalam skala kecil, adalah peristiwa penyerangan massa di kantor YLBHI. Dan situasi seperti ini, tak kan berhenti sampai 2019 nanti.
Mari berpikir dan bertindak cerdas dalam melihat situasi terkini. Jangan lah mau, kita dijadikan begundal mereka untuk membakar rumah kita sendiri.
DEDY MAWARDI
Ketua Bidang Hukum
DPN Seknas Jokowi
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: