‘Jokowinomics : Sebuah Paradigma Kerja’ Kiat Ekonomi Jokowi Membobol Hambatan Fiskal dan Geografis
Jakarta – Pada acara peluncuran buku ‘Jokowinomics: Sebuah Paradigma Kerja’, pada Rabu (25/10/2017) Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pemerataan yang berkeadilan, pengentasan kemiskinan dan kebijakan afirmatif serta infrastruktur sebagai tiga pilar yang menopang paradigma Jokowinomics.
Menkeu mengemukakan fokus utama pemerataan berkeadilan, ada pada pembangunan ekonomi dan peningkatan produktivitas. “Jadi ini penting core-nya itu manusia yang combine dengan teknologi dan modal. Untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dua itu harus seimbang,” ujarnya di Wisma Bisnis Indonesia.
Di sisi pertumbuhan ekonomi, Sri Mulyani menambahkan Presiden Jokowi selalu menekankan jajarannya untuk memacu penguatan ekspor dengan cara mencari pasar yang nontradisional dengan komoditas yang lebih bernilai tambah dan inovatif.
Faktor kedua, Sri Mulyani mengemukakan, pemerintah juga memerhatikan pada sisi permintaan. Untuk itu, dia menyatakan pemerintah sigap menangani ketika ada persepsi bahwa daya beli turun. “Begitu muncul persepsi daya beli turun. Masyarakat membutuhkan konfidensi dan kepastian untuk melakukan belanja,” tuturnya.
Ketiga, pengentasan kemiskinan dan kebijakan afirmatif. Sri Mulyani memaparkan, Pemerintah berkeinginan untuk membuat masyarakat berada pada level of playing field dan kesetaraan kesempatan. “Ini yang membuat saya sangat terhormat ketika bergabung dengan pemerintahan ini ketika Presiden meminta. Itu ngeklik dengan tujuan profesional saya sebagai pribadi,” akunya.
Selain itu, lanjutnya, pembangunan infrastruktur merupakan cara dari paradigma Jokowinomics adalah mengurangi kesenjangan antar wilayah. Pasalnya, Infrastruktur tidak hanya mengurangi kesenjangan, tapi untuk kesatuan RI tidak hanya secara politik dan hukum, tapi juga ekonomi dan sosial. Manusia Indonesia, ungkapnya, tidak mungkin punya perasaan bersatu kalau tidak tersambung dari sisi infrastruktur.
“Bagaimana kita bisa mengatakan kalau kita Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kalau orang tidak pernah pergi ke luar pulaunya karena mahal. Ini intangible, dan sekarang menjadi riil. Indonesia telah menjadi bagian dari saya,” kata Menkeu.
Sri Mulyani juga menekankan, apabila melihat proyek strategis nasional (PSN), itu hampir merata di seluruh Indonesia dari segi jumlah proyek dan nilai investasi. “Dua hal yang harus ada untuk menopang negara adalah manusia yang unggul dan infrastruktur yang baik,” ujarnya. Tanpa itu, sambung Sri Mulyani, mustahil negara bisa bersaing di level global.
Sementara itu, Komisaris PT Lembaga Study dan Pengembangan Etika Usaha (LSPEU) Indonesia Fachry Ali menjabarkan, berbagai tantangan strategi pembangunan Presiden Jokowi di sela-sela peluncuran buku tersebut. “Jokowi melihat tantangan itu terletak pada fakta negara hanyalah salah satu entitas atau aktor dalam struktur mekanisme pasar. Di dalam struktur itu, bukan saja terdapat aneka aktor, tetapi juga otonom,” ujar Fachry di sela-sela peluncuran buku tersebut di Wisma Bisnis Indonesia pada Rabu (25/10/2017).
Menurutnya, pembahasan mengenai mesin pembangunan di buku tersebut mencerminkan definisi Jokowi atas tantangan dan responsnya. Usahanya melakukan deregulasi yang terefleksi dalam paket-paket ekonomi pmemperlihatkan kesadaran penuh Jokowi atas kekuatan aktor-aktor dalam struktur pasar itu.
“Tantangan lainnya adalah kesenjangan akses dan distribusi kesempatan. Wujud tantangan ini tentu bersegi banyak. Akan tetapi, menurut saya, intinya adalah inflasi. Secara langsung atau tidak, inflasi melambbangkan akutnya fenomena kesenjangan di Indoensia,” lanjut Fachry.
Dengan inflasi yang merajalela dan berlangsung dalam waktu menahun, kelompok-kelompok masyarakat lemah ekonomi secara struktural telah terampas hak-haknya terhadap akses kemakmuran dan kesempatan masuk ke dalam arus mobilitas vertikal. “Saya kira inilah tantangan-tantangan yang didefinisikan Jokowi, maka buku ini sangat tepat membahas secara khusus tentang pembangunan infrastruktur dan tol laut di dalamnya. Secara jargon, keduanya dirumuskan sebagai ‘membangun dari pinggiran,’ tuturnya.
Tapi, lanjut Fachry, secara konseptual keduanya adalah big bang untuk menghancurkan hambatan-hambatan fiskal dan geografis yang menjadi kendala utama masyarakat miskin dan terisolasi dalam mengatasi masalah kesenjangan.
Dengan membangun infrastruktur dan tol laut secara masif, negara hadir di wilayah-wilayah yang selama ini tak terjangkau barang dan jasa. “Ini secara teoritis melahirkan efek berganda.”
Secara umum, Fachry menilai, Jokowinomics jauh lebih kompleks dibanding dengan pola pembangunan pada era Orde Baru. Secara politik, Jokowi justru harus mampu menolong diri sendiri sambil memimpin jalannya pembangunan ekonomi.
Sebab, disamping tak mempunyai partai sendiri, Jokowi tidak bisa mengendalikan militer secara total. Kedua syarat ini hanya dimiliki rezim Orde Baru di bawah Presiden Soeharto dan merupakan fondasi kuat bagi penciptaan kestabilan politik. Dalam posisi inilah, menurut Fachry, negara pada masa Orde Baru justru mampu mengontrol distribusi investasi modal aktor-aktor global sekalipun.
“Maka, Jokowinomics harus diartikulasikan dalam struktur kekuasaan yang sangat terpencar-pencar, baik dalam konteks politik maupun ekonomi,” ujar Fachry. Dalam situasi kompleks semacam itu, lanjutnya, perkembangan positif ekonomi Indonesia sebagai hasil penerapan tiga tahun Jokowinomics harus diapresiasi.
“Efek tindakan big bang dalam ekonomi pembangunan infrastruktur, pengembangan tol laut, dan paket-paket ekonomi pembangunan infrastruktur pengembangan tol laut dan paket-paket ekonomi mulai terasa dewasa ini. Dan, sekali lagi, secara teoritis akan terlihat lebih nyata dalam dua tahun mendatang,” pungkas Fachry.
M Riz
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: