Mochtar Pabottingi: Bangsa Indonesia Butuh Sosok Seperti Gus Dur
Jakarta – Siapa tak kenal KH Abdurrahman Wahid. Figur Presiden Indonesia keempat yang biasa disapa Gus Dur ini sudah menjadi bagian dari sejarah perjalanan politik Indonesia. Meski cuma sebentar memimpin dalam pemerintahan, sosoknya ternyata cukup dirindukan, terlebih bagi Mochtar Pabottingi.
Ya, peneliti senior LIPI ini mengungkapkannya dalam acara peluncuran buku berjudul Hari-Hari Terakhir Bersama Gus Dur karya Bondan Gunawan di i Museum Nasional, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (25/7) malam.
Menurutnya, kehadiran Gus Dur sangat tepat di tengah memanasnya keadaan politik belakangan ini.
Baca Juga:
- Peluncuran Buku Karya Bondan Gunawan “Hari-Hari Terakhir Bersama Gus Dur”
- Dinilai Tak Mengkhianati Gus Dur, NU Mendorong Mahfud MD Sebagai Cawapres
- Mahfud MD Kangen Sosok Gus Dur yang Ngademin di Tahun Politik Ini
Bagi Mochtar, yang malam itu hadir sebagai pembicara bersama Yudi Latief, Indonesia butuh sosok seperti Gus Dur di tengah berbagai persoalan bangsa akhir-akhir ini. Bahkan ia menyebut Almarhum Gus Dur bisa jadi penyejuk di tengah menguatnya politik identitas.
“Tiap kali terbit buku bagus tentang Gus Dur, tiap kali kita merasakan kerinduan atas sosok beliau. Kita sangat merasa kehilangan beliau. Terutama selama tiga tahun terakhir kita merasa betul kehilangan dan merasa betul ketiadaan sosok Gusdur,” ungkap Mochtar.
Buku ini sendiri menceritakan kisah persahabatan antara Bondan yang merupakan Mantan Menteri Sekretaris Negara dengan Gus Dur yang merintis tegaknya demokrasi di Indonesia. Keduanya, bersama beberapa rekan mereka, berinisiatif dan memprakarsai berdirinya Forum Demokrasi (Fordem) tahun 1991.
Saat itu, mereka mengambil opsi yang melawan kekuasaan rezim Orde Baru Soeharto. Di buku yang diterbitkan Kompas ini, juga memuat kisah perjuangannya bersama Gus Dur di luar pemerintahan. Termasuk masa transisi menuju era Reformasi, hingga perjuangan mereka di dalam pemerintahan.
Nah, Mochtar menilai Gus Dur tak tergantikan. Dalam sudut pandangnya, Gus Dur merupakan sosok yang selalu berupaya menguatkan ikatan kebangsaan. Ia tak sungkan memberi penghormatan tinggi kepada para minoritas yang hidup di negeri ini, terlepas dirinya seorang Kyai.
“Luar biasa. Tidak tergantikan. Sangat-sangat terasa betul kita kehilangan. Mengapa? Karena ikatan kebangsaan kita begitu dicabik-cabik. Dicabik-cabik lewat jalur demokrasi,” kata Mochtar.
Mochtar yang memang dikenal dengan luapan kontroversinya menilai sistem demokrasi yang buruk bisa mengancam persatuan bangsa–dan ini menjadi hal yang sangat ceroboh dan naif. Ia pun menegaskan bahwa bangsa ini perlu pemimpin layaknya Gus Dur. Sembari berharap nilai-nilai warisan Gus Dur terwarisi dengan baik oleh para penerus bangsa.
“Pengaruh Gus Dur kan besar sekali. Cuma yang cemerlang, menjulang dan sekaliber seperti itu belum ada lagi. Yang suaranya menasional bahkan mendunia sebagai penegak kemajemukan, penghormatan pada minoritas,” jelas Mochtar.
Di dalam buku ini pun, digambarkan bagaimana Bondan dan Gus Dur masih bisa meninggalkan kemajuan bagi kebaikan bersama. Walaupun usia kepemimpinannya tidak lama lantaran dihantam kiri-kanan.
Buku dengan warna sampul hijau ini juga menunjukkan pergaulan mereka dengan berbagai elemen sesama anak bangsa dari aneka latar belakang. Mereka bisa menyemaikan benih-benih semangat persaudaraan sejati yang bisa dinikmati hingga kini.
Seperti dikatakan Mochtar, Bondan di dalam buku ini mencoba mengatakan bahwa demokrasi politik saja tidak cukup. Harus ada demokrasi ekonomi, yang dicap sebagai demokrasi Indonesia yang sesungguhnya.
Bondan pun berharap generasi muda dapat bersama-sama bergandengan tangan menciptakan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi yang baik untuk negara. Dalam artian, harus ada penerusnya.
- Halaman :
- 1
- 2
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: