Nike, Facebook, Apple dan Alphabet Dikritik Pekerjanya Terkait Paradise Papers
Jakarta – “The Paradise Papers menggambarkan bagaimana Nike mengalihkan miliaran dolar AS keuntungannya. Jika dana itu dibayarkan ke AS, bisa dibayangkan berapa besar porsinya untuk mendanai infrastruktur atau sekolah dan fasilitas publik lainnya,”kata Heather Slavkin Corzo, Direktur Bidang Investasi AFL-CIO, seperti dikutip dari Bloomberg,Minggu(19/11/2017).
The Paradise Papers, yaitu dokumen bersisi 6,8 juta file dari dua firma hukum internasional yang bocor ke publik. Menjadi sorotan masyarakat dunia, karena mereka yang tercantum dalam dokumen tersebut, adalah yang diduga menghindari pajak dari hasil usahanya, dengan cara menaruh kekayaannya di bank-bank di kawasan Bermuda.
Seperti diketahui, salah satunya adalah Nike yang dituding menggunakan entitas usahanya yang berada di Bermuda untuk mengalihkan dananya.
Entitasnya, berbentuk perusahaan cangkang tersebut digunakan untuk menampung dana atas keuntungannya di Eropa yang bernilai miliaran dolar AS. Adapun, nama entitas tersebut adalah Nike International Ltd.
Simon Bowers, wartawan investigasi dari The Guardian, mengatakan dalam tulisannya di laman ICIJ mengatakan, pada Desember 2006 CEO Nike Mark Parker mengklaim kinerja perusahaannya sangatlah baik di hadapan para analis Wall Street.
Namun Parker tidak menjelaskan secara rinci bagaimana perusahaan tersebut meraih kinerja baik. Menurut transkrip pidato Parker di acara tersebut, dia hanya menyatakan bahwa perusahaan berhasil ‘pencapaian’ terbaru di Eropa.
Kala itu, Nike disebutnya berhasil meraih perjanjian pajak jangka panjang yang menguntungkan di Eropa. Dia pun mengaku, perusahaannya mendapat keuntungan besar dari kesepakatan tersebut.
Seperti diketahui, perjanjian pajak itu melibatka Pemerintah Belanda. Otoritas Negeri Kincir Angin itu memberi Nike ‘lampu hijau’ untuk melakukan penghindaran pajak selama 10 tahun terakhir. Alhasil, Nike dapat memindahkan miliaran dolar AS keuntungannya di Eropa ke anak usahanya di Bermuda.
Tiga tahun setelah pertemuan dengan analis Wall Street tersebut, keuntungan perusahaan secara global setelah pajak melonjak 55%, menjadi US$1,88 miliar. Dalam hal ini, sebagian keuntungan itu dihasilkan dari penurunan tarif pajak efektif di seluruh dunia dari 34,9% menjadi 24,8%. Sementara itu dalam perjalanannya tarif itu turun kemblai menjadi 13,2% pada tahun lalu.
Ketika dimintai keterangan terkait tuntutan federasi serikat pekerja nasional asal Amerika Serikat, The American Federation of Labor and Congress of Industrial Organizations (AFL-CIO), Nike enggan berkomentar. Sementara itu, dalam artikel yang ditulis oleh Browers (6/11) lalu, perusahaan yang berbasis di Oregon itu mengklaim bahwa pihaknya seutuhnya mematuhi peraturan perpajakan.
Facebook, Apple dan Alphabet
Di lain sisi, usai mengirimkan surat kepada pemegang saham Nike, AFL-CIO juga sedang mempertimbangkan melakukan hal yang sama ke perusahaan lain yang disorot dalam Paradise Papers seperti Facebook Inc., Alphabet Inc. dan Apple Inc.
Namun, upaya tersebut ditahan setelah periode rapat pemegang saham di ketiga perusahaan tersebut telah berlalu. Adapun, para pekerja Nike sendiri memiliki hak suara dalam rapat umum pemegang saham. Pasalnya, dana pensiun pekerja menguasia 500.000 lembar saham Nike.
Dalam surat tersebut AFL-CIO meminta para pemegang saham lain mempertimbangkan dampak strategi pajak global Nike terhadap perekonomi nasional AS. Mereka juga khawatir kebijakan itu akan merusak reputasi perusahaan karena tidak membayar pajak secara adil.
Perusahaan manajemen investasi Domini Impact Investment menilai, upaya AFL-CIO untuk menyurati para pemegang saham Nike yang lain adalah ide yang brilian.
Selain itu, Direktur Pelaksana Domini Impact Investment Adam Kanzer mengatakam, cara AFL-CIO mengajukan kritik, dengan memposisikan sesama pemegang saham dalam ancaman penurunan reputasi perusahaan akibat penghindaran pajak merupakan cara yang tepat. Para pemegang saham, diprediksi akan lebih mendengarkan seruan atau masukan terkait ancaman penurunan kinerja perusahaan.
Kendati demikian, upaya AFL-CIO untuk membangun kesadaran pajak merupakan langkah positif yang jarang dilakukan oleh serikat pekerja di negara manapun. Sejauh ini, isu yang lekat dengan seruan serikat pekerja adalah tuntutan terkait upah dan kesejahteraan pekerja.
Kritik atas Praktik Penghindaran Pajak
Dirilisnya dokumen Paradise Papers, beberapa waktu lalu, telah memicu munculnya kembali kritik publik atas praktik penghindaran pajak di berbagai belahan dunia. Otoritas pajak di sejumlah negara pun menjadi salah satu pihak yang mendapat sorotan tajam.
Paradise Papers, juga seolah menjadi efek kejut tambahan bagi pemerintah berbagai negara untuk meningkatkan efektivitas aturan perpajakannya. Pasalnya, perilisan dokumen berisi individu dan korporasi pengguna perusahaan cangkang di kawasan surga pajak ini, bukanlah yang pertama.
Tercatat, pada 2016 lalu, dokumen yang hampir serupa juga dirilis International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ). Kala itu dokumen yang diperoleh dari firma hukum Mossack Fonseca tersebut diberi nama Panama Papers.
Namun, khusus untuk kasus Paradise Papers, pihak yang bersuara lantang untuk menekan aktivitas penghindaran pajak tidak hanya dari pejabat negara, seperti yang terjadi pada Panama Papers. Kesadaran untuk mematuhi aturan perpajakan, kini juga disuarakan oleh para pekerja.
Seruan untuk menjadi wajib pajak yang tertib kali ini muncul dari AFL-CIO. Federasi ini menaungi 56 serikat pekerja yang mewakili 12,5 juta pekerja di Paman Sam. Selasa (14/11/2017) lalu, federasi mengirimkan surat kepada Nike Inc. Surat tersebut berisi permintaan agar produsen peralatan olahraga itu menghentikan praktik pelarian dananya senilai miliar dolar AS ke negara surga pajak (tax haven).
Surat tersebut dialamatkan kepada para pemegang saham Nike. Dalam hal ini, AFL-CIO mengutip laporan Paradise Papers, terkait praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh Nike. Federasi tersebut menuding, perusahaan berlogo centang tersebut menghindari pembayaran pajak kepada AS senilai US$4 miliar.
Para pekerja menilai, apabila dana tersebut dibayarkan ke kas negara, maka akan memiliki manfaat yang lebih besar kepada publik. Dana tersebut, menurut mereka, dapat digunakan untuk membangun fasilitas publik yang bermanfaat bagi orang banyak, daripada hanya untuk memperkaya para pemegang saham.
Sumber : katadata.co.id
Nah bagaimana dengan di Indonesia, adakah tuntutan serupa AFL-CIO? Mengingat, tentunya ada juga perusahaan Indonesia yang tercantum dalam daftar The Paradise Papers. Paling tidak, tiga orang tokoh di Indonesia, tercantum dalam The Paradise Papers tersebut, Prabowo Subianto, Mamiek Soeharto, dan Tommy Soeharto.
M Riz
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: