Olaudah Equiano, Perbudakan, dan Sikap Indonesia
London – Halaman beranda Google pada hari ini Senin (16/10) menunjukkan doodle khusus seorang pria berpenampilan zaman dulu yang seperti sedang menulis. Sang pria adalah Olaudah Equiano, sosok inspiratif yang hari ini berulang tahun ke-272.
Olaudah Equiano atau yang lebih dikenal dengan nama Gustavus Vassa adalah seorang tokoh anti perbudakan di Inggris. Ia sendiri berasal dari Nigeria dan lahir pada tanggal 16 Oktober 1745 silam.
Semasa hidupnya, Olaudah Equino memang terlibat dalam gerakan anti perbudakan Afrika. Berkat gerakan tersebut, lahirlah dekrit anti perdagangan budak di Inggris dalam bentuk Slave Trade Act 1807. Perjanjian itu pula yang akhirnya menyudahi perdagangan budak Afrika di Inggris dan wilayah koloni Britania Raya lainnya.
Selama berada di London, ia juga turut ambil bagian dalam kelompok Son of Africa dan menjadi pemimpin kelompok tersebut. Beberapa bukunya terkait anti perbudakan banyak menjadi perhatian orang lantaran dibuat untuk memberikan dorongan moral kepada kaum kulit hitam di Eropa.
Selain itu, karya-karyanya bahkan dipublikasikan dalam bentuk buku dan artikel di sejumlah surat kabar. Salah satunya pada akhir abad ke-20, karyanya ada yang dipublikasikan dalam edisi terbaru sebagai bahan rujukan seputar perbudakan di Afrika termasuk di negara asalnya Nigeria.
Otobiografinya yang mengisahkan perjuangannya membebaskan diri dari perbudakan pun sangat berpengaruh. Termasuk saat dirinya menulis kisah pelariannya dari seorang budak yang dijual sampai terdampar di Inggris.
Sebagai seorang manusia yang bebas, hidup Equiano penuh dengan rasa stres. Ia terus menurus terpikir untuk bunuh diri. Namun Olaudah Equiano pun akhirnya menikah dengan seorang wanita Inggris, Sussanah Cullen dan menghasilkan dua putri dari pernikahannya. Ia meninggal di London 31 Maret 1797 dalam usia 51 tahun, tetapi lokasi kuburannya tidak diketahui. Kematiannya sendiri diliput oleh koran Britania dan Amerika.
Peninggalannya sudah diabadikan lewat museum dan perpustakaan khusus di kota London, Inggris. Semenjak tahun 1967, memoirnya telah dianggap sebagai “permulaan sastra Afrika modern yang sesungguhnya”.
Atas jasa-jasanya dalam melawan perbudakan dan perdagangan budak, kisah Olaudah Equiano juga pernah difilmkan dengan judul The Interesting Narrative of Olaudah Equiano (2007). Film pendek berdurasi 18 menit tersebut mendapat sambutan hangat dari kalangan film dan mendapat nilai tinggi dari kritikus.
Karakter Olaudah Equiano juga pernah dimasukkan dalam film Amazing Grace (2006). Film yang dibintangi Ioan Gruffudd dan Benedict Cumberbatch ini pun akhirnya memenangkan beberapa penghargaan.
Sikap Indonesia
Perbudakan memang kerap menjadi masalah pelik di dunia. Sejumlah negara, termasuk Indonesia, mengecam segala jenis bentuk perbudakan yang hingga saat ini disinyalir masih ada.
Presiden Joko Widodo juga tak menutup mata pada adanya ancaman perbudakan modern. Ia pun memerintahkan jajaran pemerintahannya untuk selalu waspada dan menindak tegas segala bentuk perbudakan.
Seperti diketahui, dalam laporan Indeks Perbudakan Global 2016, sebanyak 45,8 juta jiwa manusia di dunia hidup dalam perbudakan modern. Di Indonesia sendiri sekitar 736 ribu orang masih dalam jeratan perbudakan modern.
Maka dari itu, Indonesia bersama 45 negara lainnya, bergabung dalam Bali Process Government and Business Forum yang berlangsung di Perth, Australia, Jumat, 25 Agustus 2017 lalu. Forum tersebut menjadi yang pertama kali, dan merupakan kolaborasi antara pemerintah beserta pelaku bisnis untuk mendapatkan strategi inovatif dalam mencegah perbudakan modern yang meliputi perdagangan manusia, kerja paksa, dan eksploitasi buruh, khususnya di Asia Pasifik.
Novianto
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: