Connect with us

Pekerja JICT : Mengakhiri Mogok, Menghindari Intimidasi

Pelabuhan petikemas PT JICT(foto: prtdevco.com)

Jakarta – Mogok kerja pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT), yang berlangsung sejak 3Agustus 2017 itu, akhirnya berakhir pada Senin sore (7/8/2017). Hal itu seperti tercantum dalam Siaran Pers bertajuk “Pengakhiran Mogok JICT” yang diterima redaksi dev.fakta.news/v03.

Siaran pers yang ditandatangani oleh Ketua Serikat Pekerja (SP) JICT Nova Sofyan Hakim itu, isinya menyatakan bahwa: Mogok 5 hari berturut-turut Serikat Pekerja JICT yang dibalas dengan intimidasi demi intimidasi dan pengguna jasa  dipaksa merugi triliunan, telah menunjukkan bahwa memang ada sesuatu yang salah dengan Perpanjangan kontrak JICT.

Sejak 2014, menurut Nova dalam siaran pers tersebut, pihaknya berjuang agar JICT kembali ke tanah air. “Rangkaian aksi kami untuk mencapai kemandirian nasional memang banyak rintangan, namun aksi kami akan selalu menuju ke arah cita-cita pekerja, yaitu nasionalisasi JICT,” paparnya.

Seperti yang dalam perpanjangan kontrak JICT jilid II, lanjut Nova, tampaknya Hutchison dan Pelindo II serta Direksi JICT telah menunjukkan, siapa jati diri mereka.  “Terhadap intimidasi yang dilayangkan kepada anggota SP, kami telah berkoordinasi dan akan melaporkan kepada pihak pemerintah terkait,” katanya seperti tertulis dalam siaran pers tersebut.

Setelah berkoordinasi dengan berbagai pihak, lanjut Nova, ditenggarai ada oknum-oknum di eksternal maunpun internal, yang justru menghendaki mogok berlarut-larut, yang pada akhirnya berdampak pada ekonomi dan politik Nasional. “Demi kepentingan dan cita-cita, serta berpijak pada kepentingan nasional yang lebih besar, saya, Nova Hakim, sebagai Ketua Umum Serikat Pekerja JICT, menyatakan: stop mogok terhitung saat ini juga, 7 Agustus 2017 pukul 16.00 WIB,” tandasnya.

Untuk itu, dalam siaran pers itu, Nova menginstruksikan kepada semua anggota untuk kembali bekerja. “Kita berikan pengabdian terbaik, dengan tetap menggalang perjuangan dan gerakan bersama berbagai elemen bangsa untuk menyelamatkan aset nasional, #SaveJICT,” pungkasnya sembari mengajak rekan-rekan pekerja untuk kembali kerja.

Bukan Aksi Menuntut Upah

Aksi mogok pekerja JICT, sejatinya memang bukan semata aksi menuntut upah. Hal itu diungkapkan dosen Universitas Indonesia (UI) Ade Armando. “Aksi mereka (pekerja JICT), justeru untuk menyelamatkan aset bangsa dari eksploitasi oleh perusahaan Hong Kong, Hutchison Port,” tuturnya.

Aksi mogok para pekerja yang tergabung dalam SP JICT itu, menurut Ade, dilakukan terkait dengan perpanjangan konsesi JICT pada Hutchison yang seharusnya berakhir pada 2019. “Mereka menggugat keputusan Direksi Pelindo II yang begitu saja memperpanjang konsesi sampai akhir 2039, dengan melanggar peraturan perundangan yang berlaku, melecehkan Menteri Perhubungan (Menhub) dan merugikan negara triliunan rupiah,” ungkanya.

Namun, lanjut Ade, kubu seberang melakukan ‘pemelintiran’ berita sehingga yang muncul di banyak media adalah solah-olah aksi ini adalah gerakan menuntut kenaikan gaji. “Tak kurang dari Menteri Negara BUMN, Rini Soemarno, seperti berpura-pura tak paham dengan alasan pemogokan dan berkomentar seolah-olah yang dituntut pekerja adalah gaji dan bonus yang tinggi,” jelasnya.

Tuduhan terhadap SP JICT ini, Ade menganggap, itu merupakan fitnah keji. Para pekerja JICT, imbuhnya, adalah anak muda nasionalis yang menolak penjarahan aset bangsa oleh pemodal asing yang telah membeli dengan murah sekelompok kecil pengambil keputusan di Indonesia.

Patut diketahui, JICT merupakan pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia dan menangani 70% ekspor impor Jabodetabek. JICT berperan vital sebagai gerbang ekonomi nasional. Sebagai catatan, berkat kerja keras para pekerjalah, JICT berulangkali tercatat sebagai salah satu pelabuhan peti kemas terbaik di Asia. Aksi para pekerja sudah berlangsung sejak 2014 dengan isu yang tidak pernah berubah: hentikan perpanjangan konsesi JICT pada Hutchison.

Fakta terang benderangnya, adalah begini: perpanjangan konsesi JICT yang dilakukan Direkasi Pelindo II pada Hutchsison melanggar Undang-undang (UU) No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Keputusan untuk memperpanjang konsesi JICT, seharusnya hanya bisa dilakukan melalui persetujuan resmi Menhub. Namun ternyata, persetujuan itu tidak pernah ada. Bahkan saat Ignasius Jonan menjadi Menhub, ia sudah meminta perpanjangan konsesi pada Hutchison tidak dilakukan demi ‘potensi negara dan dan kemandirian nasional.

Pertanyaan besarnya, kalau benar perpanjangan konsesi itu menguntungkan Indonesia, kenapa Jonan minta agar itu tidak dilakukan? Kenapa Menhub baik di era SBY maupun Jokowi tidak pernah menyetujui perpanjangan konsesi? Tidakkah ini menunjukkan bahwa memang ada yang busuk dengan perpanjangan konsesi tersebut?

Dengan kronologi itu, aksi para pekerja artinya ini bukanlah sikap anti asing. Penguasaan saham JICT oleh Hutchison Port dilakukan pada 1999. Ketika itu pemerintah melakukannya karena kesulitan ekonomi. Dalam skema itu Hutchison menguasai 51% saham dan Pelindo II 49% dengan konsesi selama 20 tahun s.d tahun 2019. Ini sama sekali tidak dipersoalkan. Para pekerja memang berharap bahwa saham Hutchison sebaiknya ditekan seminimal mungkin agar keuntungan terbesar bisa dinikmati bangsa Indonesia. Namun masuknya saham asing tidak pernah menjadi isu utama.

Yang jadi masalah, proses perpanjangan konsesi yang seharusnya berakhir pada 2019 itu, bias dikatakan beraroma busuk. Kebusukan itu, mulai terjadi ketika pada Agustus 2014, alias 5 Tahun sebelum kontrak selesai, Dirut Pelindo II RJ Lino secara sepihak memperpanjang kontrak JICT dengan Hutchison selama 20 tahun (2019-2039) tanpa sepengetahuan pemerintah, tanpa tender terbuka dan dengan harga murah. Tahun 1999 harga jual JICT $243 juta, sementara tahun 2014 harga jualnya hanya $215 juta dengan volume dan profit meningkat dua kali lipat.

Sejak saat itulah terjadi kemelut. SP JICT yang menyadari akal bulus Lino terus melakukan aksi perlawanan. Saat itu, audit Badan Pemerika Keuangan (BPK) menemukan kerugian Rp 650 miliar dari perpanjangan izin illegal tersebut. Lino akhirnya diberhentikan sebagai Dirut Pelindo setelah menjadi tersangka kasus korupsi pada akhir 2015. Tapi pemberhentian Lino ternyata tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah perpanjangan konsesi.

Karena itulah, SP JICT terus menyuarakan sikap kritis mereka ini sejak awal 2017. Masalahnya, alih-alih memperoleh titik temu, Direksi Pelindo II membalas dengan melakukan serangkaian intimidasi dan penekanan. Pada Juni 2017, audt BPK mengungkapkan kerugian negara akibat perpanjangan konsesi akan mencapai Rp 4 Tiliun. Ini semualah yang menyebabkan aksi mogok saat ini terjadi.

Tampaknya,  ini adalah kasus nyata tentang bagaimana kekayaan bangsa ini hendak dirampas oleh kekuatan asing yang memanfaatkan sebagian pengambil keputusan yang tidak berjiwa NKRI di Indonesia.

M Riz

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik

Oleh

Fakta News
Reuni Alumni 212

Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.

Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.

“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).

Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.

“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.

Baca Juga:

Baca Selengkapnya

BERITA

Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik

Oleh

Fakta News
Bersikap toleran
Amien Rais.(Istimewa)
asasasasa

Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.

Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.

“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).

Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.

Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.

“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.

Baca Juga:

Baca Selengkapnya

BERITA

Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?

Oleh

Fakta News
var
Ilustrasi.(Foto: Istimewa)

Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.

Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.

Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.

“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.

“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.

Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.

Baca Juga:

Baca Selengkapnya