Connect with us

Pengangguran Cetak Rekor Terendah dalam 18 Tahun Terakhir

Tenaga kerja Indonesia harus punya keterampilan lebih ketimbang hanya bermodalkan ijazahSetkab

Jakarta – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri mengatakan tingkat pengangguran dalam kurun waktu 2015-2017 mencatatkan rekor terendah selama masa reformasi. Tingkat Pengangguran Terbuka Nasional terus menurun dari 5,81% pada 2015 menjadi 5,5% pada 2016, dan 5,33% pada 2017.

“Kita patut bersyukur selama dua tahun terakhir tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia terus menurun. Ini merupakan capaian TPT terendah sejak bangsa Indonesia memasuki era reformasi,” ungkap Hanif.

Dilihat secara kewilayahan, tingkat pengangguran di perkotaan memang relatif lebih tinggi dibanding di perdesaan. Namun tren tingkat pengangguran di perkotaan juga terus menurun. Dari 7,02% pada 2015 menjadi 6,53% pada 2016, dan 6,50 % pada 2017.

Meski demikian, bagi Menaker Hanif, tantangan ketenagakerjaan di Indonesia memang sangat besar. Terlebih isu ini kerap dipandang sebagai isu pinggiran saja. Padahal menurutnya, isu ketenagakerjaan sejatinya merupakan isu strategis karena yang diukur sebuah pemerintahan sebenarnya adalah bagaimana pertumbuhan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan penyerapan lapangan pekerjaan tersebut.

“Pemerintahan apapun bisa disebut hebat jika diukur dari hal sederhana yang bisa dilihat rakyat, yakni masalah ketenagakerjaan,” ujarnya.

Hanif menambahkan adanya “missmatch” ini membuat penyerapan tenaga kerja terhambat di tengah jalan. Maka dari itu, pihaknya lantas memperkuat akses dan mutu melalui pelatihan kerja, misalnya seperti di Balai Latihan Kerja (BLK) milik pemerintah ataupun swasta.

Pelatihan, lanjut Hanif, jelas sangat diperlukan karena setiap tahun ada 2 juta angkatan kerja baru yang muncul dengan latar belakang pendidikan berbeda-beda. Apalagi saat ini, tidak menjamin bahwa lulusan perguruan tinggi bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan. Ia lantas menunjukkan sebuah data yang mengatakan hanya 37% orang yang bekerja sesuai latar belakang pendidikanya.

Di sisi lain, angkatan kerja berlatar pendidikan di bawah perguruan tinggi pun tidak mudah langsung kerja. Maka dari itu, sekali lagi, Hanif menekankan pentingnya pelatihan. Terlebih saat ini muncul fenomena perubahan teknologi yang sangat cepat yang bisa membuat sejumlah pekerjaan hilang.

Berjalan seiring dengan itu, pekerjaan-pekerjaan baru pun bermunculan dengan kualifikasi yang baru pula. Hal ini pun pada akhirnya juga membutuhkan keterampilan dan kompetensi baru yang bisa didapat dari pelatihan.

“Jadi, di satu sisi kita terus mendorong agar akses atau pelatihan kerja ditingkatkan. Tapi di sisi lain, kita meningkatkan akses atau training bagi pekerja-pekerja yang kehilangan pekerjaan dan membutuhkan up skilled untuk bisa memasuki pasar kerja baru,” katanya.

Perluasan Kerja
Pelatihan sendiri banyak jenisnya. Paling sederhana, menurut Hanif, adalah pemanfaatan pemagangan di perusahaan-perusahaan. Meski tidak seperti pelatihan yang dimaksud, toh pemagangan bisa digunakan agar tingkat pengangguran berkurang. Ia mencatat ada 24.259 perusahaan besar dan menengah serta 283.002 perusahaan kecil yang bisa menyerap calon tenaga kerja melalui program pemagangan ini.

“Tidak hanya mendapat pengalaman, pemagangan bisa membentuk mental, perilaku kerja, dan kompetensi sesuai pasar kerja,” paparnya.

Tak hanya itu, pemerintah juga tengah memperluas akses penempatan kerja di luar negeri melalui pasar tenaga kerja Indonesia (TKI) formal. TKI formal lebih diunggulkan daripada TKI informal karena lebih terlindungi. Penempatan TKI formal menunjukkan tren peningkatan selama kurun 2015 hingga Juli 2017.

Dia memproyeksikan bahwa pada akhir 2019 penempatan TKI formal akan mencapai di atas angka 58%. Selain perluasan kesempatan kerja, pemerintah juga serius meningkatkan perlindungan kepada tenaga kerja Indonesia di dalam dan luar negeri.

Novianto

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik

Oleh

Fakta News
Reuni Alumni 212

Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.

Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.

“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).

Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.

“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.

Baca Juga:

Baca Selengkapnya

BERITA

Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik

Oleh

Fakta News
Bersikap toleran
Amien Rais.(Istimewa)
asasasasa

Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.

Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.

“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).

Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.

Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.

“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.

Baca Juga:

Baca Selengkapnya

BERITA

Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?

Oleh

Fakta News
var
Ilustrasi.(Foto: Istimewa)

Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.

Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.

Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.

“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.

“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.

Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.

Baca Juga:

Baca Selengkapnya