Presiden Amerika Serikat Mengisolasi Negaranya untuk Tidak Ikut Perjanjian Paris
Bonn – Jika ada negara yang hingga kini tidak mendukung perang melawan pemanasan global, negara itu tak lain adalah Amerika Serikat (AS). Negara adi kuasa itu, sekarang menjadi satu-satunya negara di bumi yang menolak ikut serta dalam perjanjian soal iklim di Paris, setelah Suriah mengumumkan akan ikut meneken perjanjian yang dibuat pada 2015 itu.
Dalam pidato di hadapan para delegasi pertemuan tentang iklim di Bonn, Jerman, Selasa (7/11) waktu setempat, Wakil Menteri Lingkungan Hidup Suriah M Wadah Katmawi menegaskan negaranya akan bergabung dalam Perjanjian Paris secepat mungkin.
Perjanjian Paris, adalah bertujuan untuk memerangi pemanasan global dengan secara bertahap mengurangi emisi gas “rumah kaca” seperti karbon dioksida dan metane yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, batubara, dan gas alam.
Juni lalu, Presiden Donald Trump mengumumkan, bahwa AS akan mundur dari kesepakatan tersebut. “Pengumuman Suriah bahwa mereka akan bergabung dalam Perjanjian Paris membuat Presiden Trump terisolasi, sebagai akibat dari keputusan tak bertanggung jawab dan bodoh untuk menarik Amerika Serikat dari upaya paling komprehensif dalam mengatasi krisis iklim ini,” kata Alden Meyer, anggota Union of Concerned Scientists (Serikat Ilmuwan Peduli).
AS adalah negara penghasil karbon dioksida terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok, menurut data Komisi Eropa. Kalau emisi berhasil dikurangi seperti target dalam Perjanjian Paris, para ilmuwan dan pembuat kebijakan mengatakan hal itu bisa mencegah peningkatan temperatur global yang bisa menaikkan permukaan laut, memicu kekeringan, dan menghasilkan badai yang berbahaya.
Perjanjian Paris diberlakukan pada 2016, dan Suriah menjadi negara terakhir yang menyetujui, di luar AS yang tidak ikut serta.
Saat menolak perjanjian itu di bulan Juni, Trump mengatakan: “Perjanjian Iklim Paris hanyalah sebuah contoh nyata di mana Washington memasuki kesepakatan yang merugikan Amerika Serikat dan menguntungkan negara-negara lain, memaksa para pekerja Amerika — yang saya cintai — dan para pembayar pajak menanggung kerugian dalam bentuk hilangnya lapangan kerja, upah yang lebih murah, pabrik-pabrik yang ditutup, dan penurunan produksi ekonomi.”
Negara lain yang pernah menolak Perjanjian Paris hanya Nikaragua, namun pada September mereka menyatakan akan ikut serta.
“Seolah ini masih kurang jelas, setiap negara di dunia maju bersama untuk mengatasi krisis iklim, sementara Donald Trump telah mengisolasi Amerika Serikat dari kancah dunia untuk berada di posisi yang memalukan dan membahayakan,” kata Michael Brune, direktur eksekutif LSM aktivis lingkungan Sierra Club.
Uniknya, Negara Bagian California mengambil sikap berbeda dan menyatakan akan hadir dalam pertemuan di Bonn. “Meskipun Gedung Putih menyatakan perang terhadap sains soal iklim dan mundur dari Perjanjian Paris, California melakukan tindakan sebaliknya dan ikut dalam aksi,” kata Gubernur California Edmund G. Brown, Jr., yang menyatakan akan menghadiri pertemuan.
“Kami akan bergabung dengan para mitra kami dari berbagai belahan dunia untuk melakukan hal-hal yang diperlukan guna mencegah perubahan iklim,” imbuh Brown, JR.
M Riz
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: