Reuni Manis Tom Cruise dengan Sutradara Edge of Tomorrow, Doug Liman di Film American Made
Saat ini, memang sudah banyak film biopic. Namun yang begitu menghibur seperti rilisan Universal Studios berjudul American Made ini masih sangat langka. Pantas saja Tom Cruise begitu menikmati perannya.
Di negeri ‘Paman Sam’, cerita tentang Adler Berriman “Barry” Seal memang sudah sangat popular. Sebelum diangkat kembali di film American Made (2017), kisah seorang pilot yang menjadi kurir penyelundup narkoba ini sudah dua kali diangkat ke layar lebar. Film yang pertama berjudul Doublecrossed (1991) yang bergenre drama dokumenter dan diperankan Dennis Hooper. Setahun lalu, karakter ini juga muncul di The Infiltrator (2016) yang diperankan oleh Michael Pare.
Bukan hanya itu saja, Barry Seal juga pernah diangkat dalam sebuah pertunjukkan teater pada 2013 dan di episode 4 serial Netflix yang berjudul Narcos (2015). Namanya pun kian abadi setelah kisahnya juga dibukukan oleh Daniel Hopsicker, Del Hahn, dan Shaun Attwood. Nah bukunya Attwood yang berjudul American made : who killed Barry Seal ? Pablo Escobar or George H.W. Bush itulah yang kemudian jadi dasar film terbaru tentang Barry Seal yang diperankan Tom Cruise.
Gary Spinelli penulis naskah film American Made, layak diacungi dua jempol. Ia terbilang berhasil menggambarkan kehidupan seorang penyelundup narkoba terbesar yang pernah ada di Amerika Serikat dengan cara yang menarik. Pasalnya, kalau film-film biopik biasanya identik dengan drama kehidupan sang karakter sehingga membuat plotnya cenderung lambat, namun American Made bisa menyuguhkan kisah bertahun-tahun tokohnya dalam durasi 115 menit saja.
Reuni manis, seolah menjadi ajang dalam film ini, Tom Cruise bersama sutradara Edge of Tomorrow, Doug Liman (The Bourne Identity, Mr. and Mrs. Smith). Namun, kali ini dalam sebuah petualangan besar dan menegangkan yang melibatkan seorang informan, penyelundup, sekaligus salah satu pria terkaya di Amerika Serikat pada 1980-an. Film ini pun bisa dengan baik menyajikan Barry dalam posisi netral. Bahkan sampai bisa memberikan dua perspektif, yakni penyelundup narkoba dan senjata ke Amerika Serikat dan Kolombia yang bekerja sama dengan mafia besar Kolombia, Pablo Escobar, serta pahlawan untuk sebuah kota kecil yang membosankan, yaitu Mena, Arkansas dan yang membongkar skandal negaranya.
Untuk plotnya sendiri, meski ada sedikit unsur maju-mundur, masih tetap enak dinikmati. Berawal sejak Barry masih menjadi seorang pilot berbakat TWA yang direkrut oleh CIA untuk membantu melawan ancaman komunis yang muncul di Amerika Tengah. Sampai akhirnya tugas rahasia dan gerak-geriknya tercium oleh kartel Medellin yang menawarkannya US$2,000 untuk sekilo kokain yang diselundupkan ke Amerika Serikat. Ini saja sudah menggugah penonton. Ditambah pendalaman karakter Cruise saat nekat memainkan peran ganda: agen CIA sekaligus penyelundup narkoba pun harus dihadiahi apresiasi.
Berlatar tahun 1980-an, American Made pun berhasil membangun latar waktu dan tempat yang sempurna sejak awal film. Liman bahkan memutar ulang pidato Gerald Ford yang menyatakan bahwa lima tahun mendatang akan lebih buruk dari lima tahun sebelumnya. Video pemberontakan yang sedang marak berlangsung pada akhir 70-an sampai 80-an di berbagai negara bagian Amerika itu pun tak luput disorot. Ditambah lagi dari penata musiknya yang dijalankan dengan baik oleh Christophe Beck. Sangat 80-an. Plus, beberapa adegan bahkan dibuat dengan filter vintage yang semakin menambah suasana 80-annya.
Namun ya namanya juga film Hollywood. Meski diangkat dari kisah nyata, American Made juga tak ingin hanya menyajikan kisah yang datar. Liman tetap memberikan banyak kejutan yang menjadikan biopik ini sama sekali tak membosankan. Dark comedy di dalamnya juga tak berlebihan untuk sebuah film ‘kriminal’ yang berkaitan dengan pemasok narkoba terbesar di benua Amerika. Selain itu, meski mendapat rating R, film ini tak mengeksploitasi adegan kekerasan, namun tetap penuh dengan umpatan kasar dan unsur nudity.
Untuk sebuah film yang melibatkan seorang kriminalis besar, American Made justru lebih banyak menertawakan situasi yang buruk. Seal yang tak jarang berada di ujung tanduk selalu terlihat santai dan menikmati kesulitan yang dihadapinya. Menerbangkan pesawat, melakukan aksi yang menantang di udara, berhadapan dengan gembong narkoba yang kejam, semuanya jadi tak terlihat menegangkan.
Semua ini karena Cruise yang terlihat begitu menikmati perannya sebagai Barry Seal. Ia berhasil membuat warna baru yang pas dan harmonis dalam film biopik yang melibatkan peristiwa kriminal besar. Aktor yang kadung terkenal lantaran membintangi Mission Imposibble ini bisa dibilang malah menemukan peran terbaiknya di film ini.
Intinya, dalam 115 menit, Cruise berhasil membawa penonton seolah masuk dalam cerita.
W Novianto
Infografik:
Jenis Film : Action, Biography, Comedy
Produser : Brian Grazer, Doug Davison, Brian Oliver, Tyler Thompson, Kim Roth
Sutradara : Doug Liman
Penulis : Gary Spinelli
Produksi : Universal Pictures
Pemain: Tom Cruise, Caleb Landry, Domhnall Gleeson, Sarah Wright, E. Roger, Jesse Plemons, Lola Kirke
dev.fakta.news/v03 ranking : 4 dari 5 bintang
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: