Revolusi Putih vs Susinisasi
Jakarta – Gagasan gerakan Revolusi Putih yang diusung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, rupanya ditentang oleh dua wanita di Kabinet Kerja, yaitu Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F. Moeloek dan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti yang sejak diangkatnya jadi menteri sudah getol mengkampanyekan ‘makan ikan’.
Atas ide Revolusi Putih, yaitu gerakan asupan makan telor rebus, susu sapid an bubur kacang ijo bagi pelajar, Menteri Susi tidak setuju. Susi lebih setuju jika Revolusi Putih yang memiliki arti sosialisasi susu sebagai konsumsi sehari-hari kepada anak-anak tersebut diganti ‘Susinisasi’.
Apa itu ‘Susinisasi’? Istilah ‘Susinisasi’ ternyata merujuk pada namanya sendiri sebagai Menteri KKP yang sedang mengampanyekan gerakan makan ikan nasional. “Susinisasi itu maksudnya makan ikan. Jadi bukan minum susu saja, tapi makan ikan diperbanyak dong,” ujar Susi saat berbincang santai dengan wartawan di Ruang VIP Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Jumat (27/10/2017).
Susu, menurut Susi, memang bergizi baik, tetapi pasokan produksinya sangat terbatas. Susu di Indonesia pun lebih banyak berasal dari luar negeri alias impor dibandingkan produksi dalam negeri. Memang jika dibandingkan jenis pangan lain yang jauh lebih mudah didapat masyarakat, yakni ikan. Harga ikan semakin ke sini pun semakin murah.
Jadi, Susi berpendapat, mengonsumsi ikan lebih banyak menuai manfaat. Baik kepada diri sendiri ataupun kepada peningkatan ekonomi nasional. “Kalau makan ikan hasil produksi dalam negeri diuntungkan nelayan dan sebagainya. Jadi, pilih mana? Ikan dong. Jadi menurut saya, Revolusi Putih diganti saja dengan ‘Susinisasi’,” kata Susi, seraya tertawa.
Menteri Susi saat mengkampanyekan gerakan “Ayo Makan Ikan” (foto : merdeka.com)
Senada dengan Susi, rupanya Menkes Nila F Moeloek juga tak setuju dengan program Revolusi Putih. Nila menilai, program bagi-bagi susu kepada anak-anak itu tidak akan optimal.
“Saya agak enggak setuju. Susu kalian tahu dari mana? Dari sapi. Cukup enggak sapi kita? 250 juta penduduk mesti dapat dari mana,” kata Nila di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (26/10/2017).
Menurut Nila, mencukupi gizi anak-anak di Indonesia tidak harus melalui susu. Ada makanan lain yang memiliki gizi sama dengan susu, tetapi pasokannya jauh lebih berlimpah untuk mencukupi kebutuhan seluruh anak di Indonesia. Makanan tersebut tidak lain adalah ikan.
“Kalau Pak Prabowo bilang protein, ya kami mendorong. Makan protein itu dari ikan begitu banyak kok,” kata Nila.
Seperti diketahui, adik Prabowo Subianto, yaitu Hashim Djojohadikusumo, sebelumnya menemui Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (26/10/2017). Hashim mengatakan, dia membawa usulan program untuk pelajar kurang mampu di Jakarta.
“Saya sampaikan beberapa hal dan beliau sudah setuju. Pertama adalah program tambahan makanan untuk pelajar sekolah. Ini adalah program dari Pak Prabowo, Revolusi Putih,” ujar Hashim di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kamis.
Revolusi Putih adalah pemikiran Prabowo dan Partai Gerindra untuk membangun karakter bangsa yang sehat dan kuat. Salah satu caranya menjadikan susu sebagai konsumsi rakyat Indonesia setiap hari. Pada 2014 silam, sebenarnya istilah Revolusi Putih ini sudah digaungkan oleh Prabowo ketika berkampanye.
Bukan Program Baru
Program pemberian makanan tambahan selain susu pun, sebetulnya bukan hal baru. Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,Kementerian Pendidikan Nasional bersama enam kementerian lain pernah meluncurkan program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS), pertengahan Agustus 2010.
Program ini bertujuan untuk memperbaiki asupan gizi peserta didik di tingkat TK dan SD, sehingga diharapkan dapat meningkatkan ketahanan fisik, minat, dan kemampuan belajar. Sasarannya adalah 1,2 juta siswa TK dan SD, serta 185 ribu siswa Raudhatul Athfal (RA) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang setingkat TK dan SD di 27 kabupaten di 27 provinsi.
Total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp 218 miliar dari APBNP. “Biaya per siswa sekali makan adalah Rp 2.250 untuk kawasan Indonesia barat, dan Rp 2.600 untuk kawasan Indonesia timur,” ujar Menteri Pendidikan M. Nuh kala itu.
Anies Baswedan yang kemudian menggantikan posisi M. Nuh, juga berniat melanjutkan program yang berakhir pada 2011 tersebut. Hal itu merujuk data bahwa 40 % anak ketika berangkat sekolah tidak sarapan.
Sebetulnya jauh sebelumnya, ahli gizi dari IPB Prof. Poorwo Sudarmo telah memperkenalkan konsep “Empat Sehat Lima Sempurna” pada 1952. Konsep ini mensyaratkan asupan gizi yang baik bagi tubuh mencakup nasi, lauk pauk, sayur-sayuran, buah-buahan, dan susu.
Dalam perjalanannya konsep itu disempurnakan menjadi Pedoman Gizi Seimbang (PGS). Susu Bukan Penyempurna. Bila dalam konsep Empat Sehat Lima Sempurna, susu menjadi makanan/minuman yang dikelompokkan tersendiri dan dianggap sebagai penyempurna, di dalam konsep PGS, susu termasuk kedalam kelompok lauk-pauk. “Susu bukan makanan penyempurna dan dapat digantikan dengan jenis makanan lainnya yang sama nilai gizinya,” kata Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes, Doddy Izwardi di situs Departemen Kesehatan.
Kandungan gizi dalam susu, papar Doddy lebih lanjut, adalah protein dan beragam mineral (Kalsium, Fosfor, Zat Besi). Sementara dalam PGS, jika sudah cukup dan beragam konsumsi sumber protein seperti telur dan daging, daging dan ikan, “tidak mengonsumsi susu juga tidak apa-apa.”
Tak heran bila hingga 2016 rata-rata penduduk Indonesia hanya mengkonsumsi susu 17,2 kilogram per tahun. Angka itu masih kalah jauh dari Singapura dengan angka 48,6 per kapita, Malaysia (36,2), Thailand (33,7), Myanmar (26,7), dan Filipina 17,6 per kapita.
Toh dari paparan data-data tersebut, bila memang tujuannya adalah meningkatkan asupan protein bagi anak-anak, susu bukan menjadi satu-satunya solusi. Bukan pula solusi yang murah mengingat produksi susu di dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 30 persen dari kebutuhan nasional, sedangkan 70 persen masih harus diimpor dari Australia, New Zealand, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Padahal seperti dikatakan Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek kandungan nutrisi dari susu, antara lain protein, lemak, dan gula. Kandungan yang sama bisa diganti dengan ikan yang harganya lebih murah dan mudah didapat. “Ada ikan lele, nila, mujair, darat,” ujar Nila.
Untuk perbandingan, setiap 100 gram susu mengandung kalori sebanyak 70.5 kilokalori, protein (3.4 gram), lemak (3.7 gram) dan kalsium (125 miligram). Sedangkan ikan Lele mengandung kalori (84), protein (14.8), lemak (2.3), kolesterol (58), dan zat besi (0.3).
Nah, pilih yang sederhana dan murah namun proteinnya tinggi. “Ayo makan ikan”.
M Riz
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: