Legenda Spesialis Ganda
Selama berkarier, sudah banyak prestasi yang didapat oleh Vita Marissa. Beberapa di antaranya adalah gelar juara SEA Games 2001, SEA Games 2007, Indonesia Open 2008, dan Malaysia Open Grand Prix Gold 2013.
Remaja zaman “now” mungkin hanya mengenal Liliyana Natsir dan Tontowi Ahmad atau Kevin Sanjaya dan Marcus Fernaldi Gideon. Dua pasangan ganda tersebut sudah menyumbang segudang prestasi untuk Indonesia. Khusus Liliyana/Tontowi, misalnya, keduanya seakan sudah langganan jadi juara dunia.
Atas prestasinya itu, dunia lantas menyanjungnya sebagai seorang legenda badminton. Nama besarnya pun turut mengerek Indonesia bertahan sebagai negara unggulan di dunia bulutangkis. Lalu, nama berikutnya yang ikut terangkat tentu saja sang pelatih, Richard Mainaky.
Namun sebenarnya ada satu nama lagi yang memberi peran besar dalam perjalanan kesuksesan Liliyana/Tontowi. Sosok tersebut adalah sang asisten pelatih, Vita Marissa, yang juga merupakan salah satu legenda badminton nasional.
Sosok Vita yang tepat berulang tahun hari ini, Kamis, 4 Januari 2018, belakangan jadi buah bibir saat dirinya menjadi caretaker kala mendampingi Liliyana/Natsir di ajang BWF Superseries Finals 2017 di Dubai, Uni Emirat Arab. Meski terhenti di babak semifinal oleh pasangan Cina Zheng Siwei/Chen Qingchen, capaiannya sebagai “pelatih pengganti” cukup mendapat apresiasi. Pasalnya saat itu Liliyana tengah dibekap cedera dan Tontowi dibayangi keletihan.
Respons berdatangan. Vita disebut-sebut sudah mampu diangkat menjadi pelatih utama seperti yang ia idam-idamkan. Posisi pelatih sendiri memang merupakan target berikutnya usai dirinya memutuskan gantung raket pada 2015 lalu setelah menjalani karier badminton selama 21 tahun.
Sebelum menjadi pelatih, sosok Vita Marissa yang lahir di Jakarta, 4 Januari 1981 sudah dikenal sebagai salah satu atlet bulu tangkis Indonesia, baik di sektor ganda wanita ataupun ganda campuran. Putri bungsu dari pasangan Aris Harsono dan Yulianawati tersebut pernah berpasangan dengan Nova Widianto dan menjadi pasangan ganda campuran yang cukup ditakuti.
Ketika mengalami cedera bahu pada kejuaraan Malaysia Open 2004, kariernya sebagai atlet sempat terganggu. Dalam kejuaraan di Athena, ia hanya mampu bertahan sampai delapan besar saja. Meskipun demikian, Vita tetap mampu memetik dua medali emas pada Pekan Olahraga Nasional 2004 di Palembang.
Lantaran cederanya bertambah parah, Vita harus menjalani operasi dan pemulihan selama enam bulan. Sehingga Nova Widianto pun dipasangkan dengan Liliyana Natsir. Vita akhirnya kembali tampil dengan pasangan Flandy Limpele dan berhasil menjuarai kejuaraan Japan Open 2006.
Di nomor ganda wanita, Vita sempat dipasangkan dengan Lilyana Natsir, anak didiknya sekarang. Mereka ikut memperkuat tim Piala Uber Indonesia tahun 2008 dan menjuarai Indonesia Open untuk nomor ganda wanita pada tahun yang sama.
Pensiun Setelah 21 Tahun
Ia memutuskan pensiun usai tersingkir dari kejuaraan dunia Total BWF World Championship 2015. Keputusannya tersebut seiring dengan menurunnya performa sejak sembuh dari cedera bahu.
“Saya sudah berkarier di bulu tangkis kurang lebih 21 tahun. Selama itu, banyak sekali pelajaran hidup yang saya dapatkan, yang tidak dapat saya bayangkan sebelumnya. Saya banyak belajar sifat orang, belajar menghargai orang, bisa bertemu kepala negara, jadi terkenal di dunia, wah banyak lah, pokoknya bulu tangkis tidak ada duanya!,” ucap Vita yang dikutip dari situs resmi PBSI.
Selama berkarier, Vita tak hanya merasakan indahnya meraih prestasi. Di satu sisi ia juga pernah mengalami masa-masa buruk. “Saat saya tertimpa cedera bahu, lalu saya harus dioperasi. Saat itu saya kehilangan segalanya dan harus mulai dari nol lagi, tabungan habis semua dan nilai kontrak turun. Rasanya sedih, tetapi hikmahnya banyak sekali. Saya belajar, kalau kita punya sesuatu harus dijaga baik-baik, dan jaga hubungan baik dengan banyak orang,” tutur Vita.
“Setelah mengalami musibah cedera bahu, saya bisa tampil di Olimpiade Beijing 2008. Rasanya senang sekali bisa comeback walaupun harus usaha dari bawah lagi. Lalu saya bisa berprestasi juga di ganda putri bersama Butet (Liliyana). Sesudahnya, saya tidak bisa complaint lagi, begitu banyak berkah yang saya dapat,” sambungnya.
Setelah pensiun, Vita memang sudah mengatakan soal keinginannya menjadi pelatih. Ia berambisi mencetak generasi baru yang nantinya punya prestasi gemilang di pentas internasional. “Memang saya tidak bisa lepas dari dunia bulu tangkis dan tidak bisa lepas dari Indonesia. Ada beberapa tawaran dari luar negeri, namun saya inginnya di Indonesia. Saya ingin memberi motivasi untuk anak-anak,” ungkapnya.
Hampir Putus Asa
Vita kecil sebenarnya nyaris kehilangan segalanya saat ditinggal ibunya yang pergi. Namu duka tersebut ternyata justru menempanya menjadi seorang gadis yang kuat.
Mulai beranjak dewasa, karakternya sebagai dara yang tidak cengeng makin terbentuk. Dia dikenal pula sebagai orang yang tidak ingin dikasihani karena besar dari keluarga yang broken home.
“Aku dan Kokoh (sebutan kakak laki-laki) bertekad jangan jadi rusak, jangan pakai narkoba, walaupun ditinggal Mama,” kata Vita yang mengaku jiwanya tak pernah luluh lantak, termasuk saat dirinya mengalami cedera parah.
Saat itu, Olimpiade 2004 Yunani, Vita tersingkir di babak delapan besar. Meski tersingkir, itu adalah prestasi besar buatnya. Sebab, sebulan sebelum Olimpiade, dokter Carmen Yahya–yang juga sahabat Vita–menemukan cedera di lengan kanan gadis itu. Cedera tersebut datang saat Vita melakukan gerakan pukulan yang salah di Turnamen Malaysia Open. Sendi lengan atasnya lepas dari bonggol. Ia bahkan divonis tidak dapat bermain lagi.
Namun memang dasarnya karang. Vita tetap memaksakan diri bermain. Bahkan, seusai Olimpiade, ia kembali berlaga di PON Palembang, atas nama DKI Jakarta. Biarpun cedera, ia masih bisa memetik dua emas dari ganda campuran dan beregu putri serta sebuah perak dari ganda putri. itulah penampilan terakhirnya bersama Nova Widianto di ganda campuran.
Seusai PON, ia langsung terbang ke Singapura untuk operasi. Selama di rumah sakit, dirinya yang tak berdaya sempat terpukul lantaran merasa terlupakan. “Satu per satu teman menghilang,” tuturnya sedih. “Padahal, sewaktu aku di puncak, mereka mengaku sahabat,” akunya.
Bagi Vita saat itu, cedera adalah kiamat. Ia sampai merasa kariernya sebagai pemain bulu tangkis sudah tamat. Apalagi pasangannya, Nova, sampai sudah “dikawinkan” dengan Liliyana Natsir saat di Singapore Open.
Namun perlahan bersama rasa sakit yang menderanya, Vita terus menumbuhkan tekadnya untuk kembali bermain. Enam bulan sakit, ternyata tak lantas membuatnya lemah. Sebaliknya, ia kembali giat berlatih dan keluar sebagai juara di turnamen pertamanya setelah sembuh, Japan Open, yang berpasangan dengan Flandy Limpele.
“Japan Open adalah turnamen paling berkesan karena aku mampu buktiin pada orang-orang itu kalau aku mampu bangkit,” tutur Vita.
Itulah Vita Marissa. Gadis yang punya tekad untuk terus memancarkan sinar berjuang, si spesialis ganda putri, beregu putri, dan ganda campuran. Dengan siapapun ia dipasangkan, prestasi seakan jadi jaminan. Bahkan ia sampai dijuluki si pembawa pemain muda bersinar.
“Dia ini spesial pengantar junior menjadi juara,” kata Yoppy Rosimin dari Djarum Foundation.
Ya, kisah Vita mengantar pemain muda ke podium juara memang tidak hanya sekali-dua kali. Setelah memutuskan hengkang pada 2009, ia memilih menjadi pemain independen sehingga menjadikannya sebagai pemain yang kerap berganti-ganti pasangan.
Vita kerap menggaet pemain-pemain muda sebagai pasangan duetnya. Bahkan Vita yang cukup diperhitungkan baik itu di sektor ganda wanita ataupun ganda campuran itu sering turun di dua nomor dalam setiap kejuaraan. Vita bersama pasangan duetnya tidak membutuhkan waktu lama untuk membuat gebrakan demi gebrakan. Mereka sering kali menaklukkan pasangan-pasangan unggulan.
“Ada kebanggaan sendiri kalau disebut spesial pengantar (pemain muda menjadi atlet berprestasi),” kata Vita. “Setidaknya bisa membuat langkah mereka tidak buntu, ada target ke depan,” tambahnya.
Menurut Vita, kuncinya adalah menjadikan pemain-pemain muda tersebut seperti adiknya sendiri. “Aku anggap semua seperti adik, buat mereka nyaman. Karena tanpa saya banyak omong dan galak saja, mereka sudah sungkan sama saya,” ungkapnya.
Atas prestasinya tersebutlah ia ditarik Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) sebagai sparring partner pemain di Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro lalu. Menurutnya, kembalinya ia ke Pelatnas Cipayung menjadi tantangan tersendiri.
Vita mengakui bahwa menjadi pelatih justru lebih sulit ketimbang sebagai pemain. “Saya salut dengan pelatih yang bisa membawa pemainnya sukses. Menjadi pelatih itu lebih susah. Kalau jadi pemain kan hanya memikirkan diri sendiri,” kata Vita.
Liliyana Natsir sendiri pun merasa peran Vita begitu besar dalam perjalanan kariernya. Selain pernah bertandem di lapangan, Vita saat ini bagi Liliyana juga menjadi pemberi masukan dan tempat curhat yang turut menjaga kualitasnya.
“Dia juga sering memotivasi saya ‘lo masih bisa kok, Tet. Ngapain lo berhenti sekarang’ sehingga saya masih bisa bertahan dan bisa juara Indonesia Open lagi, juara dunia lagi. Beliau adalah salah satunya selain keluarga dan teman-teman saya lain yang juga sering kasih motivasi buat saya,” kata Liliyana.
Juara dunia itu pun mengakui bahwa Vita memiliki peran penting, tidak hanya bagi dirinya juga bagi kejayaan ganda campuran Indonesia secara keseluruhan.
“Terima kasih sedalam-dalamnya selama ini Ci Vita sudah jadi partner saya sudah mengangkat ganda campuran juga. Dia salah satu senior di ganda campuran,” tutup Liliyana.
Novianto
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: