Survei Indikator: Ahok, Gatot, Ridwan Kamil dan Sri Mulyani Calon Potensial Dampingi Jokowi
Jakarta – Indikator Politik Indonesia dalam hasil surveinya yang dilakukan pada 17-24 September 2017, memunculkan nama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo sebagai calon wakil presiden yang paling diunggulkan untuk mendampingi Presiden Joko Widodo pada Pemilu 2019 nanti.
Dalam survei tersebut, ada 16 nama calon wakil presiden sebagai opsi yang diberikan kepada respoden. Nama Ahok muncul dengan 16 persen suara responden, mengungguli nama-nama lain yang diajukan sebagai opsi. Pada survei ini, responden ditanya mengenai siapa figur yang paling pantas untuk mendampingi Jokowi selaku petahana pada Pemilu 2019.
Menurut Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, ia menilai munculnya nama Ahok sebagai calon dengan elektabilitas tinggi diantara calon lainnya, tak lepas dari adanya hubungan masala lalu dimana Jokowi dan Ahok pernah menjabat Gubernur dan Wagub DKI Jakarta pada 2012 – 2014 lalu.
Burhanuddin mengatakan meskipun Ahok masih di penjara namun masih tetap nomor satu dalam hasil survei ini. “Masih banyak masyarakat yang ingin melihat duet itu terjadi di skala nasional meskipun Ahok menjadi terpidana kasus penistaan agama,” ujar Burhanuddin pada Rabu (11/10/2017).
Sementara itu munculnya nama Gatot yang berada di posisi kedua dengan 10 persen suara responden. Burhanuddin menilai tingginya elektabilitas Gatot sebagai cawapres Jokowi tidak terlepas dari manuvernya sebagai Panglima TNI belakangan ini. “Pak Gatot banyak manuvernya untuk naikkan awareness, supaya dikenal,” ujar Burhanuddin.
Burhanuddin menjelaskan, selain nama Ahok dan Gatot, muncul nama Waliota Bandung Ridwan Kamil yang menguntit di posisi ketiga dengan 8 persen suara responden, selanjutnya dengan 7 persen suara adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, lalu ada nama Walikota Surabaya Tri Rismaharini di posisi kelima degan raihan suara responden 5 persen.
Nama lain yang muncul adalah Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian di posisi keenam dengan 4 persen suara, sedangkan Ketua MK Mahfud MD dan Ketum Partai Nasdem Surya Paloh sama-sama meraih 3 persen suara. Untuk nama Gubernur BI Agus Martowardojo, Kepala BIN Budi Gunawan, Menko PMK Puan Maharani, serta pengusaha Chairul Tanjung mereka masing-masing mendapat 2 persen suara responden.
Lalu Ketum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketum PAN Zulkifli Hasan mendapat 1 persen dukungan. Adapun Ketum PPP Romahurmuziy tidak dipilih sama sekali. Sementara responden yang tidak tahu atau tidak menjawab masih sangat tinggi, yakni 34 persen.
“Ketika pilihan dikecurutkan menjadi 8 nama, dukungan terhadap Ahok bertambah menjadi 17 persen. Gatot dipilih 14 persen responden, disusul oleh Ridwan Kamil 11 persen, Sri Mulyani 9 persen, Tri Rismaharini 8 persen, Tito Karnavian 6 persen, Puan Maharani 2 persen, dan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan 1 persen,” jelas Burhanuddin.
Angka yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab juga masih tinggi, yakni 32 persen. Survei ini menggunakan multistage random sampling dengan 1.220 responden di seluruh wilayah Indonesia.
Margin of error kurang lebih 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Responden yang terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih.
Ping.
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: