Terima Kasih Arsene Wenger
KABAR mengejutkan kemarin (Jumat, 20/4). Arsene Wenger tetiba memutuskan mengundurkan diri sebagai pelatih Arsenal di akhir musim ini.
Memang selama ini, Wenger kerap kali berada di bawah tekanan lantaran gagal membawa Arsenal menjuarai Liga Inggris selama 14 tahun. Para pendukung The Gunners mulai habis kesabaran melihat klub kesayangannya gagal dalam satu dekade lebih.
Meski demikian, sebenarnya Wenger punya dukungan dari board Arsenal. Musim kemarin, Wenger menandatangani perpanjangan kontrak berdurasi dua tahun hingga 2019 selepas menjuarai Piala FA. Artinya, ia sebenarnya masih punya waktu satu tahun lagi untuk membuktikan diri.
Baca Juga: Danny Welbeck dan Aaron Ramsey Bawa Arsenal ke Semifinal Liga Europa
Prestasi musim ini membuat posisinya semakin tertekan. The Gunners kini berada di urutan keenam. Peluang masuk empat besar kian menipis dan ini adalah musim kedua Arsenal gagal masuk top 4.
Ini artinya bila mereka ingin masuk Liga Champions, Wenger harus bisa mengorkestra anak didiknya agar bisa menjuarai Liga Europa. Bakal jadi perpisahan yang sempurna bila Arsenal bisa menjuarai trofi Liga Europa.
Arsene Wenger Sempat Diremehkan
Di era sekarang, memang tinggal Wenger saja yang menjadi pelatih tim terlama di Liga Inggris. Ia telah menukangi The Gunners selama 22 tahun. Selama itu pula ia telah mengalami pahit manisnya salah satu liga terbaik di Eropa ini.
Kedatangan Arsene Wenger ke London merah ini pun cukup unik. Kala itu, 1996, The Professor—sebutannya—bukanlah siapa-siapa. Ia bukan pelatih mentereng macam Fabio Capello dari Italia yang telah memenangi liga domestik dan trofi Eropa bersama AC Milan.
Resume Wenger kala itu hanya sebatas menangani klub Liga Jepang, Nagoya Grampus Eight. Prestasinya hanya mengantarkan Nagoya juara piala domestik dan piala super di Jepang. Bahkan, ketika menginjakkan kaki di Inggris, media kala itu membuat tajuk “Arsene Who?”.
Sang kapten kala itu, Tony Adams, malah bertanya-tanya soal bos barunya itu. Pasalnya, penampilan sang bos ini tidak seperti kebanyakan seorang pelatih.
“Pertama kali bertemu, aku berpikir apa yang laki-laki Prancis ini tahu soal sepak bola? Ia memakai kaca mata dan lebih cocok seperti seorang dosen. Dia takkan bisa sebagus George (Graham)—pelatih sebelum Wenger. Apakah bahasa Inggrisnya lancar?” ungkap Tony Adams yang juga bek legendaris Arsenal.
Mengubah Kultur Arsenal
Tak butuh lama, Arsene langsung mengubah kultur backrooms Arsenal. Ia mengontrol penuh kebijakan transfer, kontrak, dan menu latihan. Ia juga terlibat langsung dalam diet para pemain serta mengubah minuman para pemain.
“Sesi latihan selalu berbeda tiap hari, selalu ada variasi,” ujar Martin Keown, defender Arsenal yang menjadi tandem Adams kala itu.
Ia juga melarang minuman alkohol tinggi—hanya bir yang diperbolehkan, melarang para penggawa minum-minum sehari sebelum dan setelah pertandingan. Lalu, akhirnya ia pun melarang pemainnya berpesta bersama. Soal diet, ia mengganti menu pemainnya. Ia memilih menu yang boleh dan tidak.
Hasilnya luar biasa, ia hanya butuh waktu setahun untuk beradaptasi. Musim berikutnya 1997/1998, Arsenal pertama juara di tangan Sang Profesor. Tahun itu pula, ia merebut gelar pertama Piala FA.
Total 3 kali pelatih asal Prancis ini mengantarkan Arsenal sebagai juara Inggris, 1997/98. 2001/02, dan 2003/04. Teristimewa gelar terakhir, The Gunners menjadi juara tanpa sekalipun kalah.
Selama 22 tahun, ia juga telah mengangkat 7 trofi Piala FA dan 7 Community Shield. Gelar pribadinya, 1998 sebagai pelatih terbaik dunia dan tiga kali sebagai pelatih terbaik Liga Inggris (1998, 2002, 2004).
Meski prestasi di Arsenal menurun dalam beberapa tahun terakhir, Wenger tetap teguh berdiri. Musim kemarin ia masih bisa mempersembahkan Piala FA. Musim ini, ia juga berkesempatan memberikan kado perpisahan terbaik bagi The Gunners bila bisa menjadi juara Liga Europa.
Ya, berkat kerja keras, prestasi, dan loyalitas, Arsene Wenger dari “Arsene Who?” di awal melatih bisa menjadi “The Professor”. Tak ayal, Arsene Wenger pun kerap dijadikan sebagai sinonim untuk Arsenal. Terima kasih Arsene Wenger.
dwi
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: