Transisi Energi: Tantangan Terbesar Masa Depan Energi Nasional (1)
Energi merupakan kebutuhan yang vital bagi setiap negara yang sedang giat membangun. Ketersediaan energi sudah menjadi syarat utama untuk menggerakkan roda ekonomi sejak era revolusi industri dunia di pertengahan abad ke-18. Kemajuan teknologi yang menopang roda-roda industri di era internet seperti saat ini selalu haus akan ketersediaan energi.
Kesejahteraan bangsa Indonesia sangat membutuhkan energi mulai dari daerah perkotaan sampai ke daerah terpencil. Energi dibutuhkan untuk melajutkan kehidupan keseharian anak bangsa. Terutama kebutuhan listrik untuk menyediakan makanan/minuman yang sehat, pendidikan dan transportasi. Wilayah Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari wilayah kepulauan memberikan keuntungan dan tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk mendesain ketersediaan energi yang sifatnya merata ke semua strata kehidupan sosial rakyat Indonesia.
Lebih dari 90% kebutuhan energi domestik Indonesia masih berasal dari energi fosil (seperti minyak bumi, gas bumi dan batubara). Setelah resmi menjadi negara pengimpor minyak bumi pada tahun 2003, kemewahan yang diberikan oleh industri migas berangsur-angsur pudar. Terpukulnya harga komoditi minyak bumi dunia sejak awal tahun 2015 mengurangi pendapatan pemerintah Indonesia dari sektor non-migas secara signifikan.
Indonesia akan memperoleh keuntungan jangka panjang, terutama untuk ketahanan energi nasional, apabila berhasil dengan cepat menerapkan kebijakan energy-mixed dengan memperbesar porsi penggunaan energi yang bersumber dari energi baru dan terbarukan. Ketergantungan terhadap sumber energi yang bersumber dari fosil dapat dapat secara gradual dikurangi dengan menggunakan sumber energi yang lebih bersih (rendah kadar emisi CO2).
Implementasi kebijakan sumber energy-mixed tidaklah mudah apabila kita sendiri tidak melihat keuntungan jangka panjang yang disebabkannya. Di beberapa negara maju, seperti di negara Eropa dan Amerika Serikat, perkembangan penerapan energi terbarukan telah berhasil menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih luas dibandingkan oleh industri migas. Terutama setelah jatuhnya harga minyak bumi sejak awal tahun 2015. Kemajuan industri hilir yang progresif menciptakan kebutuhan terhadap manusia yang memiliki keahlian baru dan lapangan pekerjaan yang lebih luas.
Perjalanan Panjang Kebijakan Diversifikasi Sumber Energi Nasional
Inisiatif untuk mendorong transisi energi oleh Pemerintah Indonesia sudah dimulai sejak sebelas tahun yang lalu. Melalui Peraturan Presiden (PP No.5 Tahun 2006), Pemerintah Indonesia menegaskan kebijakan energi nasional untuk menjamin pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Peraturan Presiden tersebut merefleksikan rencana jangka panjang Pemerintah Indonesia untuk memujudkan diversifikasi energi yang optimal di tahun 2025.
Target agresif terkait diversifikasi energi oleh Pemerintah Indonesia yang direfleksikan pada PP No.5 Tahun 2006 adalah berasal dari minyak bumi (<20%), gas bumi (<30%) dan batu bara (<33%) pada tahun 2025. Dan diharapkan juga pada tahun 2025, ditargetkan kenaikan penggunaan energi yang bersumber dari nabati/biofuel (5%), panas bumi/geothermal (5%), batubara yang dicairkan/liquified coal (>2%) dan energi baru-terbarukan (>5%). Sumber energi baru-terbarukan yang dimaksud disini termasuk biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya dan tenaga angin.
Pada tahun 2013, Peraturan Mentri ESDM No.25 disahkan oleh Pemerintah Indonesia untuk mendorong pemakaian bahan bakar nabati di sektor transportasi. KEmudian target diversifikasi sumber energi 2025 di atas direvisi oleh Komite Energi Nasional (KEN) pada tahun 2014 menjadi:
- Minyak bumi (25%)
- Gas (22%)
- Batubara (30%)
- Energi Baru dan Terbarukan (23%)
Untuk mendukung pencapaian penggunaan sumber energi baru dan terbarukan, Kementrian ESDM mensahkan Peraturan Mentri ESDM No. 12 Tahun 2017 mengenai Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Peraturan Mentri ini kemudian diikuti oleh rilis Peraturan Mentri ESDM No. 39 Tahun 2017 pada akhir bulan Mei 2017.
Hambatan Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan
Sejak tahun 2006, Pemerintah Indonesia telah berinisiatif untuk menyiapkan perangkat peraturan (Tabel 1) yang bertanggungjawab untuk menjalankan keberlangsungan energi nasional. Dalam perjalanan upaya mewujudkan ketahanan energi melalui penerapan strategi diversifikasi sumber energi masih menemui berbagai rintangan.
Sinergi yang bagus antar lembaga pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah akan mendorong minat investor untuk mulai membangun infrastruktur energi terbarukan sampai ke seluruh pelosok nusantara. Berangkat dari ide pemerintah untuk membuat One Map Indonesia, yaitu penggunaan teknologi informasi akan membantu pemerintah melihat hambatan secara kesuluruhan. Dan teknologi informasi itu sendiri, seperti GIS bisa menjadi alat bantu analisis mencari solusi terhadap masalah-masalah di lapangan.
Pada acara dialog energi nasional yang diselenggarakan Dewan Energi Nasional pada awal bulan Maret 2017 yang lalu, Mentri ESDM memaparkan kesulitan yang dihadapi dalam pemanfaatan energi terbarukan. Indonesia masih sangat bergantung kepada pemanfaatan energi yang bersumber dari Minyak Bumi (40%), Gas Bumi (24%) dan Batubara (31%) dan hanya 5% pemanfaatan energi yang bersumber dari energi baru dan terbarukan.
Penyebabnya karena investor masih ‘wait and see’ untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan di Indonesia. Penetapan harga kompetitif dibandingkan harga energi yang bersumber dari fosil menjadi salah satu faktor yang menjadi kendala utama mandeknya pengembangan energi baru dan terbarukan ini.
Sejauh ini Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa usaha untuk merangsang perkembangan penerapan energi baru dan terbarukan di lapangan, misalnya dengan mengurangi subsidi BBM dan pemberian insentif fiskal dan non fiskal.
Konsumsi energi di Indonesia masih didominasi oleh penggunaan pada sektor industry (35%), bangunan (34%) dan trasnportasi (28%) (sumber: IRENA, Renewable Energy Prospects, 2017). Menurut studi oleh IRENA, potensi instalasi/tahun sumber energi terbarukan untuk pembangkit energi listrik antara tahun 2016 sampai dengan 2030 masih akan didominasi oleh Solar PV (3.1 GW/tahun), Hydropower (1.6 GW/tahun), Geothermal (0.6 GW/tahun), Bionergy (0.6 GW/tahun), Energi Laut (0.3 GW/tahun) dan Energi Angin (0.3).
Multiplier-Effect Penggunaan Industri Energi Terbarukan
Instalasi pembangkit energi yang bersumber dari energi terbarukan diperkirakan masih akan lebih terpusat di wilayah Jawa dan Bali disebabkan oleh ketersediaan infrastruktur pendukung yang sudah cukup bagus di wilayah ini. Serapan penggunaan energi terbarukan masih akan didominasi penggunaan pada bangunan yang berfungsi untuk bisnis dan perumahan. Untuk daerah-daerah di luar Pulau Jawa dan Pulau Bali masih akan membutuhkan pembangunan infrastruktur pendukung.
Pemanfaatan energi terbarukan yang efisien harus selalu didukung oleh penerapan teknologi yang tepat guna di lapangan. Indonesia membutuhkan transfer teknologi yang sudah mapan dari negara-negara industri yang sudah maju. Keberhasilan Pemerintah Indonesia untuk membawa industri teknologi mutakhir ke Indonesia berpotensi membuka lapangan pekerjaan di industri. Nilai lebih dari siklus rantai pengadaan teknologi/barang/jasa di dalam negeri dapat membuka lapangan pekerjaan secara masif di industri manufaktur teknologi itu sendiri. Hal ini akan lebih merangsang pertumbuhan industri hilir Indonesia dan mempercepat penyerapan teknologi yang lebih efisien.
Pengurangan penggunaan energi fosil akan mengurangi emisi CO2 terutama di kota-kota besar. Dengan berkurangnya emisi CO2, kualitas kesehatan masyarakat otomatis akan semakin meningkat dan secara perlahan dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh polusi. Selaras dengan itu, harus didukung oleh kebijakan pemerintah untuk lebih tegas dalam hal pengurangan penggunaan sumber energi yang dapat merusak lingkungan.
Semua pihak yang berkepentingan untuk mendukung ketahanan energi nasional, harus mulai melihat permasalahan energi nasional ini dari sudut pandang yang berbeda. Ketergantungan negara kita terhadap impor minyak bumi dari dan penggunaan bahan bakar minyak pada sektor transportasi yang telah meningkatkan polusi secara signifikan hanya akan mewariskan masalah terhadap generasi berikutnya.
Paradigm Shift
Pemahaman yang lebih mendalam dari pemerintah untuk lebih mendorong keberhasilan transisi energi yang selama ini lebih bergantung kepada energi fosil ke energi baru dan terbarukan diharapkan dapat memperkuat ketahanan energi nasional. Kebijakan fiskal dan non-fiskal yang dimaksudkan untuk menstimulasi percepatan investasi industri energi baru dan terbarukan harus juga didukung oleh inisiatif lembaga pembiayaan (bank) lokal dan internasional di sektor energi baru dan terbarukan. Di sisi lain, masalah-masalah di lapangan harus cepat diantisipasi supaya lembaga-lembaga pembiayaan tidak ragu-ragu untuk menyuntikkan dana pengembangan.
Paradigma lama yang hanya fokus terhadap penggunaan energi fosil (batubara, minyak dan gas bumi) tidak akan menstimulasi pemikiran kita untuk mencari solusi terhadap krisis energi yang sudah kelihatan di horizon. Pemerintah harus lebih agresif untuk memberikan exposure yang tepat terhadap industri energi nasional sehingga jalannya proses transisi energi akan lebih mudah. Karena kebijakan dan tindakan di bidang energi yang kita terapkan saat ini akan menentukan keberlangsungan roda pembangunan nasional di masa mendatang.
Pengantar ini ditulis oleh DG Siahaan
Catatan:
Program Fokus Grup Diskusi (FGD) adalah forum dialog dan diskusi yang difasilitasi oleh dev.fakta.news/v03. Ada 4 bidang utama yang menjadi sorotan dev.fakta.news/v03 yaitu: energi, pangan, infrastruktur dan pelayanan publik.
FGD ini untuk bertujuan menyamakan persepsi, menjabarkan persoalan dan merumuskan solusi-solusi di bidang-bidang tersebut di atas. Adapun hasil FGD ini akan dipublikasikan melalui dev.fakta.news/v03 dan diserahkan kepada pihak-pihak terkait.
FGD Energi ini dipandu oleh Tito Kurniadi dan Koster Rinaldi (dev.fakta.news/v03) dengan para peserta eksekutif, profesional, pejabat pemerintah, akademisi/pakar di bidang energi.
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: