Waketum MUI: Indonesia Bukan Negara Agama, Indonesia Menganut Paham Kebangsaan
Yogyakarta – Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menggelar Seminar dan Sarasehan Budaya Pancasila dan Kebhinnekaan di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Senin (6/11/2017). Seminar dihadiri tokoh nasional seperti Waketum MUI Zainut Tauhid Sa’adi, mantan Ketua PP Muhammadiyah Buya Syafi’i Ma’arif, Ketua ICMI Jimly Asshiddiqie, dan mantan Ketua MK Mahfud MD.
Selain itu juga hadir Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X dan pimpinan dari organisasi keagamaan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Parisada Hindu Dharma Indonesia, Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia, dan Majelis Buddhayana Indonesia.
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan Indonesia adalah negara yang menganut paham kebangsaan. Indonesia bukan negara yang didasarkan ajaran agama tertentu. “Indonesia merupakan negara yang menganut paham kebangsaan (nation-state), bukan negara agama yang didasarkan pada ajaran agama tertentu,” Ucapnya.
Zainut mengatakan para ulama menyepakati Pancasila sebagai solusi kebangsaan (makharij wathaniyyah). Dia menambahkan Pancasila jadi titik kesepakatan dan kompromi dalam berbangsa dan bernegara. Bahkan, agama menjadi kekuatan besar yang menginspirasi lahirnya Pancasila.
Zainut mengatakan ada dua tantangan besar terhadap keutuhan NKRI. Dua hak tersebut yakni fundamentalisme agama dan fundamentalisme sekular. Menurut dia, Fundamentalisme agama bertujuan ingin mengganti Pancasila dengan agama, gerakan ini ingin membongkar nilai-nilai dasar kebangsaan yang sudah menjadi kesepakatan seluruh bangsa, dan mencoba membenturkan agama dengan Pancasila. “Sedangkan fundamentalisme sekular berupaya ingin memisahkan Pancasila dengan agama. Padahal Pancasila sendiri digali dari nilai-nilai ajaran agama, budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia,” papar Zainut.
Selain itu Zainut juga menjelaskan, bahwa Indonesia bukanlah negara Islam (darul Islam), tetapi juga bukan negara kafir (darul kufri). Menurutnya Indonesia adalah negara perjanjian (darul ahdi). “Atas hal tersebut, membuat umat Islam dan nonmuslim di Indonesia terikat perjanjian dan kesepakatan (mu’ahadah wa muwafaqah) untuk saling mencintai, menyayangi, dan saling menolong,” jelasnya.
Zainut menambahkan bahwa kesepakatan bangsa Indonesia membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila adalah mengikat seluruh elemen bangsa. “Bagi umat Islam, kesepakatan tersebut merupakan tanggung jawab keagamaan (mas’uliyyah diniyyah) sekaligus sebagai tanggung jawab kebangsaan (mas’uliyyah wathaniyyah) yang bertujuan untuk memelihara keluhuran agama dan mengatur kesejahteraan kehidupan bersama (hirâsat ad-dîn wa siyâsat ad-dunya),” tutur Zainut.
Ping
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: