Hoax Perparah Keadaan di Rakhine
Jakarta – Dunia tengah bereaksi melihat betapa pilunya berbagai tindak kekerasan di negara bagian Rakhine, sebelah utara Myanmar. Sudah beberapa dekade belakangan, warga Rohingya mengalami perlakuan sewenang-wenang di Myanmar, dan kewarganegaraan mereka tidak diakui.
Namun sayangnya, di saat-saat seperti ini masih saja ada oknum yang malah membuat keadaan kian gaduh dengan menyebarkan foto-foto palsu di media sosial. Foto-foto dan video terkait Rohingya tersebut pun mengandung unsur hoax yang turut memperparah keadaan.
Dilansir BBC, Minggu (3/9), sebagian besar foto memang memperlihatkan kesadisan yang tentu saja memancing amarah besar. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa informasi resmi sangat terbatas di sana. Bahkan akses wartawan pun kerap terbentur di wilayah yang saat ini dipenuhi ketidakpercayaan dan rivalitas antara kelompok muslim Rohingya dan sebagian besar penduduk Buddha di Rakhine itu. Beberapa dari mereka yang berhasil masuk sekalipun , masih tetap kesulitan mengumpulkan informasi lantaran situasi yang tidak pasti.
Kira-kira enam hari lalu, tepatnya pada 29 Agustus 2017, Wakil Perdana Menteri Turki, Mehmet Simsek, mengunggah empat foto dari akun Twitternya. Isinya menuntut komunitas internasional untuk menghentikan genosida etnis Rohingnya.
Cuitannya tersebut pun langsung direspons ribuan “retweet” dan mendapatkan ribuan “like” dari netizen. Beberapa menyerukan amarah pertanda setuju, namun beberapa berbunyi kritik yang meragukan keaslian foto tersebut. Tiga hari setelah cuitan pertama, Simsek justru menghapusnya.
Foto pertama menunjukkan jasad yang sudah membusuk. Foto ini disebut paling sulit diketahui sumbernya. Namun beberapa respons netizen menyebut bahwa foto tersebut bukan berasal dari aksi kekerasan terbaru, melainkan memperlihatkan korban badai Topan Nagis yang terjadi pada Mei 2008. Komentar lain mengatakan foto itu merupakan korban kecelakaan perahu di Sungai Myanmar.
Foto kedua pun palsu. Foto tersebut memperlihatkan seorang perempuan yang menangisi pria yang tewas terikat di pohon. Foto tersebut telah dikonfirmasi berasal dari Aceh, Indonesia dan diambil pada 2003 oleh seorang fotografer yang bekerja di Reuters.
Foto ketiga memperlihatkan ada dua bayi yang menangis melihat jasad ibunya. Ini juga palsu. Foto itu berasal dari Rwanda dan diambil oleh Albert Facelly yang bekerja untuk Sipa pada 1994. Bahkan foto tersebut sudah populer lantaran merupakan salah satu dari beberapa foto yang memenangkan World Press Award.
Lalu foto keempat memperlihatkan sejumlah orang terendam di kanal. Meski belum dipastikan sumbernya, namun foto tersebut bisa ditemukan di sebuah situs yang meminta dana untuk membantu korban banjir di Nepal-yang belum lama terjadi.
Itu hanya beberapa foto yang kebetulan dimuat oleh orang penting di Turki. Sementara di ranah media sosial, foto-foto lain yang menunjukkan kekejaman yang diklaim memperlihatkan korban pembunuhan massal sudah tersebar. Beberapa pun sulit diverifikasi.
Belum lama juga, tim dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB yang mengaku sudah melakukan penelitian terhadap dugaan pelanggaran hak asasi di negara bagian Rakhine, pun menolak menggunakan foto atau video yang tidak mereka ambil sendiri. Mereka beralasan sangat sulit menilai keaslian materi foto-foto tersebut.
Namun temuan Komisi HAM PBB, mengenai adanya kekejaman luar biasa terhadap komunitas Rohingya, yang menurut mereka tergolong kejahatan kemanusiaan ditolak oleh pemerintah Myanmar. Sayangnya, Pemerintah Myanmar justru kemudian menolak mengeluarkan visa bagi sejumlah pencari fakta, termasuk wartawan, ke negara bagian Rakhine.
Namun, dari beberapa sumber yang dikumpulkan, situasi terbaru di negara bagian Rakhine, memang memperlihatkan sebuah gambaran jelas akan adanya konflik serius yang sudah memakan korban jiwa dalam jumlah besar. Intina sikap keterbukaan Pemerintah Myanmar sangat diperlukan. Terlebih saat ini beredar kabar bahwa etnis Rohingya tengah mengalami situasi yang amat buruk lantaran diserang oleh tentara dan warga sipil bersenjata.
Permasalahannya sekarang, untuk memastikan keakuratan gambar yang beredar, dibutuhkan waktu lama, mengingat minimnya akses yang diberikan bagi pihak netral ke area tersebut. Pastinya, berhati-hatilah dalam menyikapi liarnya disinformasi media sosial.
Empat hal diduga tengah terjadi di Rakhine:
Pekan lalu, setelah ketegangan yang terjadi berminggu-minggu, militan dari Tentara Penyelamatan Rohingya Arakan atau ARSA menyerang sedikitnya 25 pos polisi
Bentrokan terjadi di sejumlah wilayah, bahkan ada yang melibatkan penduduk desa Rohingya yang bergabung dengan kelompok ARSA untuk melawan petugas keamanan
Namun, menurut beberapa laporan, di beberapa titik kejadian, petugas keamanan, yang kadang didukung oleh warga Buddha bersenjata, membakar desa-desa Rohingya dan menembaki penduduk
Di titik lain, komunitas Buddha juga diserang dan sebagian warganya terbunuh
PBB memperkirakan sekitar 40.000 warga Rohingya telah menyeberangi perbatasan menuju Bangladesh, dan mengisahkan soal kekerasan dan penyiksaan
W. Novianto
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: