Jelang Pilkada 2018: Pilih Penguasa atau Pelayan?
Situasi politik di Tanah Air kita akhir-akhir ini lucu sekali.
Begitu banyak yang mengumbar nafsu ingin berkuasa. Mengejar kedudukan dan ingin menjadi pemimpin di ranah publik. Mulai dari Presiden, Gubernur, Walikota, Bupati, Camat hingga Lurah. Juga sebagai Perwakilan Rakyat, maupun pimpinan lembaga-lembaga lain yang terafiliasi dengan anggaran maupun kekayaan Negara. Padahal, semua itu sesungguhnya demi kepentingan bangsa dan seluruh masyarakat.
Semua posisi yang diperebutkan itu sesungguhnya menuntut tugas dan tanggung jawab yang luar biasa berat. Sebab, negara kita yang sudah merdeka hampir 73 tahun ini, masih menyisakan banyak persoalan.
Sebagian merupakan masalah klasik yang tak kunjung selesai. Misalnya tentang kemiskinan dan kesenjangan pembangunan. Masalah pada kedua hal itu, bukan hanya terkait pada keterbatasan kemampuan yang kita miliki. Hal yang paling memusingkan justru karena budaya lancung korupsi-kolusi-nepotisme (KKN) yang merasuk birokrasi kekuasaan kita sejak awal mula keberadaannya di republik ini. Jadi, kalau sekedar miskin dan bodoh, mungkin kita gampang memakluminya. Tapi kalau sudah culas dan jahat sebagaimana niat dibalik setiap laku KKN terkutuk itu, pasti sangat merepotkan.
Selain masalah lama yang belum terselesaikan, ada pula persoalan yang sebetulnya buah dari proses mutasi maupun yang sama sekali baru. Sintensa antar persoalan lama sering menyebabkan munculnya masalah lain yang sebelumnya tak ada. Misalnya tentang kesehatan lingkungan yang muncul karena ‘sinergi’ kemiskinan berkepanjangan dengan pembangunan yang terseok-seok. Begitu pula dengan konflik-konflik yang berlatar suku-agama-ras-antargolongan (SARA).
Capaian perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sejatinya bertujuan untuk memudahkan kehidupan manusia. Tapi justru tak jarang menimbulkan dampak sampingan yang negatif. Misalnya penebaran hoax yang semakin memprihatinkan justru setelah teknologi digital berkembang pesat dan dimanfaatkan untuk sosial media. Belum lagi soal penyalah gunaan narkotika dan obat-obatan terlarang. Padahal semula upaya penemuan unsur-unsur yang kemudian disalah gunakan itu, ditujukan untuk memudahkan manusia mengatasi masalah kesehatannya.
Singkat kata, persoalan yang harus ditangani dan diselesaikan bangsa ini, sesungguhnya sangat beraneka ragam, berlapis-lapis, dan menjadi begitu kompleks. Hal yang hanya mungkin diselesaikan secara bergotong-royong disertai kerelaan berkorban yang tulus dan ikhlas dari seluruh lapisan masyarakat kita.
Kembali ke pertanyaan semula, mengapa begitu banyak yang sangat bernafsu untuk berkuasa dan mengambil tanggung jawab untuk menyelesaikan semua persoalan itu?
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: