“Mayoritas Pengendali Narkoba di Indonesia dari Lapas”
SELAMA ini, para penyidik BNN kerap mendapat kesulitan untuk membongkar jaringan narkoba yang dikendalikan para napi dari dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas) alias penjara. “Maklum saja, mayoritas pengendali narkoba di Indonesia itu dari Lapas,” kata Komjen Pol. Heru Winarko Kepala BNN.
Nah, ini adalah tantangan Heru Winarko sebagai Kepala BNN yang baru menggantikan Budi Waseso (Buwas). “Sekarang sudah bisa. Sudah beberapa kami masuk,” ungkap Heru kepada Fakta.News.
Mantan Deputi Penindakan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini mengatakan, pihaknya sudah beberapa kali memasuki lapas-lapas narkoba untuk melakukan penindakan terhadap para bandar narkoba sebagai pengendali narkoba, yang diketahui masih mengendalikan jaringannya. Bahkan, menurut Heru, dirinya tak segan-segan menindak kepala lapas jika terbukti bermain. “Yang namanya masalah ini tidak bisa kami hindari, tetap kami tindak,” tegasnya.
Baca Juga:
- Giliran LMDH Bojonegoro Komitmen Dukung Gus Ipul-Mbak Puti
- Awasi Radikalisme di Kampus, Menristekdikti: Tak Renggut Kebebasan Mahasiswa
Kepada Ong dari Fakta.News, pertengahan Mei lalu, di ruang kerjanya, lantai 2, Kantor BNN, Jl. MT Haryono, No. 11, Cawang, Jakarta Timur, pria kelahiran Jakarta 55 tahun silam ini berkenan memaparkan strateginya memberantas narkoba di Indonesia, terutama memberantas para pengendali narkoba. Berikut kutipan wawancaranya.
Bagaimana pola pemberantasan narkoba yang akan Anda lakukan, mengingat sekarang banyak narkoba jenis baru yang masuk Indonesia?
Kalau kita bicara narkoba, kan sesuai dengan undang-undang dan tergantung organisasi di BNN. Di BNN itu ada pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, serta hukum dan kerja sama. Ini semua kami optimalkan. Objeknya adalah bagaimana mengurangi supply atau pemasukan karena narkoba ini sebagian besar dari luar.
Kami mengurangi masukan, bagaimana mengurangi permintaan? Jadi, supply reduction, demand reduction, dan harm reduction (tempat rehabilitasi supaya tidak kembali lagi). Itu yang menjadi objek pekerjaannya.
Lalu, objek yang menjadi sasarannya adalah pertama, jaringan narkobanya, yang kedua, masyarakat, ketiga, penyalahgunaan. Jadi, tiga ini menjadi objek atau sasaran pekerjaan dari yang tadi itu.
Lima kedeputian ini harus masif. Misalnya pencegahan, bagaimana membangun sistem? Sekarang ini yang kami coba bangun adalah bagaimana Indonesia bisa bersih dari narkoba. Berarti harus banyak koordinasi. Saya sudah ketemu dengan Menteri Desa, bagaimana program-program dari Kementerian Desa bisa kami masukan juga dengan masalah narkoba terkait pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkoba (P4GN), terutama soal pencegahan.
Begitu juga di posyandu. Kami juga mencoba bekerja sama dengan Menteri Kesehatan. Di Posyandu ini, kami bisa berdiskusi dengan ibu-ibu di samping mereka menimbang bayi, kami berdiskusi tentang pencegahan bagaimana peredaran narkoba yang ada. Jadi di keluarga, lingkungan, kami harus benar-benar ada ketahanan. Dari pencegahan ini, kami menyiapkan modul-modul. Kami punya modul-modul dari tingkat paud (pendidikan anak usia dini) SD, SMP, SMA, mahasiswa, sampai 5–6 agama.
Rencananya, hari ini (Kamis, 24 Mei 2018) saya mau bertemu dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), tetapi beliau sedang ada keperluan lain, jadi kami undur waktunya.
Untuk apa Anda bertemu dengan Mendikbud?
Pertemuan ini untuk MoU antara BNN dan Kemendikbud. Harapan kami adalah pertama, Kemendikbud ini juga rekrut ke bawah, ke dinas-dinas, di provinsi, kabupaten/kota, yaitu menjalankan program P4GN. Masukan ke dalam program pada rancangan anggaran belanjanya di kementerian atau lembaga (K/L) tersebut.
Harapan kami, dari K/L ini, provinsi, kabupaten/kota itu melaksanakan program P4GN. Salah satunya adalah mungkin pengadaan alat tes urine misalnya. Kalau semua mengharapkan dari BNN, kami terbatas tes urinenya. Itu dari pencegahan.
Kemudian dari pemberdayaan, kami ada penggiat-penggiat antinarkoba. Komunitas-komunitas itu kami giatkan semua dan yang punya modul kami aktifkan.
Selanjutnya pemberantasan. Pemberantasan ini kami lakukan secara massif. Jadi, semuanya jalan. Sementara menyangkut pemberantasannya, selama ini sudah jalan sudah bagus, kami tingkatkan terus. Nah, kami juga open ship atau membuka hubungan dengan aparat penegak hukum di luar negeri. Kami kerja sama dengan aparat penegak hukum di negara-negara yang kami lihat menjadi sumber barang haram tersebut. Dengan cara itu, hasilnya juga lumayan bagus. Seperti bulan lalu, berhasil menggagalkan 3 ton sabu. Kemudian dua minggu yang lalu, kami bisa menggagalkan 800 kg ke Filipina. Jadi, kami open ship ke negara-negara asal tempat pembuatannya.
Kemudian juga di perbatasan, kami perketat. Untuk itu, kami bekerja sama dengan TNI AL, Bea Cukai, Imigrasi, Kepolisian, Kejaksaan, dan lain sebagainya. Jadi, kami bisa bersama-sama masif ke pemberantasan. Nah, kalau sudah masuk ke Indonesia, kami melakukan program pencegahan, yaitu bisa dengan bersih narkoba. Lalu juga lapas, kami perbaiki sistem di lapas. Sebab, mayoritas peredaran narkoba masuk ke Indonesia ini yang kendalikan dari dalam lapas. Jadi, kami perbaiki sistem di sana.
Kemudian ada juga rehabilitasi. Nah, rehabilitasi ini juga penting. Jadi, semuanya penting, tidak ada yang tidak penting. Selama ini, kami baru punya enam lokal tempat rehabilitasi. Tahun ini, kami membuat standardisasi untuk rehab. Jangan sampai yang sudah direhabilitasi kembali lagi. Ini juga tinggi tingkatnya, 70% kembali lagi.
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: