Setengah Abad ASEAN, Tantangan Semakin Besar
Manila – Hari ini 8 Agustus 2017, ASEAN organisasi negara-negara Asia Tenggara tepat berusia setengah abad alias 50 tahun (8 Agustus 1967). Kali ini, peringatan ulang tahun dipusatkan di Manila Filipina. Seperti dilansir Rappler, Selasa (8/8/2017), jalan Roxas Boulevard di Pasay City akan ditutup dari kendaraan bermotor sejak pukul 2 siang waktu setempat hingga pukul 9 malam, karena akan menjadi lokasi parade dan atraksi cahaya.
Tempat berkumpul delegasi ASEAN sekaligus tempat konferensi Menteri Luar Negeri ASEAN, dipusatkan di Philippine International Convention Center and Sofitel. Jalan menuju kawasan ini pun ditutup polisi. Pertemuan tersebut akan ditutup dengan parade dan atraksi cahaya. Seeperti diketahui, dalam pertemuan tersebut, para menlu ASEAN membahas sejumlah masalah seperti perebutan wilayah di Laut Cina Selatan, dan kerja sama keamanan.
Sekedar informasi, ASEAN didirikan lewat Deklarasi Bangkok pada 8 Agustus 1967. Dari lima negara anggota, organisasi ini berkembang menjadi sepuluh negara saat ini. Dalam deklarasi 50 tahun yang lalu itu, lima menteri luar negeri hadir sebagai deklarator. Mereka adalah Adam Malik dari Indonesia, Narsisco Ramos dari Filipina, Tun Abdul Razak dari Malaysia, S Rajaratnam dari Singapura, dan Thanat Khoman dari Thailand.
Brunei Darussalam adalah negara pertama di luar negara deklarator yang bergabung ke ASEAN. Brunei menjadi anggota ASEAN seminggu setelah kemerdekaannya, 7 Januari 1984. Menyusul kemudian Vietnam pada 1995, Laos dan Myanmar pada 1997, dan Kamboja pada 1999.
Dari sekitar 620 juta penduduk ASEAN, lebih dari separuhnya saat ini menikmati status sebagai kelas menengah dengan daya beli kuat. Pertumbuhan yang stabil di ASEAN juga berkontribusi pada total Pendapatan Bruto Nasional yang mencapai 2,5 triliun dollar Amerika Serikat.
Namun, tantangan yang dihadapi ASEAN di usianya yang ke setengah abad semakin besar. Salah satunya adalah ASEAN Way atau cara organisasi untuk menghadapi masalah sudah dinilai sudah tak sesuai zaman karena sangat pasif. Salah satu akibatnya adalah belum adanya titik terang untuk menghadapi dugaan genosida yang dilakukan pemerintah Myanmar terhadap minoritas Muslim Rohingya.
Karena kondisi itu pula lah, Menlu Retno LP Marsudi menyindir pemberitaan di berbagai media selama ini. Seperti diungkapkan Retno dalam tulisannya menyambut 50 Tahun Asean di Kompas, April lalu, menurut Retno, perdamaian jarang diceritakan dibandingkan dengan konflik dan peperangan. “Sebaliknya, banyak orang bertanya apa yang telah dicapai ASEAN dalam 50 tahun ini. Bahkan, ada pula yang menanyakan, apa manfaat ASEAN bagi Indonesia? Mampukah ASEAN bertahan hidup di era di mana ketidakpastian telah menjadi “a new normal“?” paparnya dalam tulisannya itu.
Konflik dan perang di sudut dunia mana pun, menurut Retno, tidak pernah lepas dari sorotan media. Konflik baru muncul. Konflik lama tidak mudah diselesaikan. Penyelesaian militer bukan merupakan hal yang tabu dilakukan. Dunia saat ini dihantui oleh pesimisme yang cukup kental. Pesimisme mengenai perdamaian. Pesimisme mengenai ekonomi yang semakin tertutup atau proteksionis.
Dunia, menurut anggapan Retno, seolah lupa bahwa ada suatu kawasan, Asia Tenggara, yang dalam 50 tahun mampu menciptakan ekosistem perdamaian. “Bukan saja perdamaian yang dinikmati oleh sepuluh negara anggota ASEAN, melainkan juga dinikmati oleh hampir separuh penduduk dunia yang tinggal di wilayah sekitar Asia Tenggara,” tuturnya.
Lebih jauh lagi, menurut Retno, ASEAN dalam 50 tahun ini telah mampu menyediakan platform melalui berbagai ASEAN-led Mechanism, seperti ASEAN Regional Forum (ARF) dan East Asia Summit (EAS), untuk membantu kekuatan-kekuatan besar bertemu dan berdialog. Di sinilah sentralitas ASEAN berfungsi dan dihargai. Hanya ada satu organisasi kawasan, imbuhnya, yaitu ASEAN, yang pada satu platform dapat mempertemukan semua kekuatan besar, seperti AS, Rusia, China, India, Korea Selatan, Jepang, dan Australia pada saat yang bersamaan.
ASEAN-led Mechanism ini, lanjut Retno, tanpa disadari telah menumbuhkan dan mempertebal budaya dialog. Dan budaya ini menjadi barang langka yang sangat mahal saat ini. Penghormatan dan pemajuan hak asasi manusia serta tata pemerintahan yang baik juga merupakan faktor penting dalam ekosistem damai tersebut.
Kesejahteraan ASEAN dan Tantangannya
Dalam tulisannya, Retno pun menunjukkan bagaimana kebinekaan ASEAN juga terjadi pada tingkat kemajuan ekonomi. Angkanya, produk domestik bruto per kapita Singapura mencapai 53.053 dollar AS (2016), sementara Kamboja baru mencapai 1.228 dollar AS dan Laos 1.307 dollar AS.
Terlepas dari tingkat PDB yang cukup berjarak tersebut, ekosistem perdamaian dan stabilitas yang diciptakan ASEAN telah memacu pertumbuhan ekonomi negara anggota lebih baik daripada rata-rata pertumbuhan dunia. Data Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menyebutkan bahwa Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi 5,2 persen, Filipina 6 persen, Kamboja 7,1 persen, Laos 7 persen, Myanmar 8,2 persen, dan Vietnam 5,9 persen, di atas rata-rata dunia sebesar 3,1 persen (Dana Moneter Internasional, Januari 2017).
Setiap negara anggota merasakan betul manfaat dari integrasi ekonomi ASEAN. Pada 2015, total perdagangan intra ASEAN mencapai 543 miliar dollar AS, yang menjadikan perdagangan intra ASEAN sebagai perdagangan terbesar bagi ASEAN (24 persen). Mitra perdagangan terbesar ASEAN di luar perdagangan intra ASEAN adalah dengan China (15 persen), Jepang (11 persen), Uni Eropa (10 persen), dan AS (9 persen).
Di bidang investasi, ASEAN menarik sekitar 120 miliar dollar AS penanaman modal asing (foreign direct investment/FDI), di mana 62,1 persen di antaranya merupakan investasi di bidang jasa. Investasi intra ASEAN juga menduduki peringkat tertinggi (18 persen), disusul oleh investasi dari Uni Eropa (16 persen), Jepang (14 persen), AS (11 persen) dan China (7 persen).
Lebih dari 40 persen investasi intra ASEAN ditanamkan di Indonesia. Tidak hanya itu, 720 perusahaan Indonesia saat ini telah beroperasi di negara-negara ASEAN. Data ekonomi tersebut menunjukkan bahwa di ASEAN, ekosistem perdamaian dan stabilitas telah menciptakan pula ekosistem pembangunan dan kesejahteraan.
Lebih jauh, Retno juga memaparkan tantangan yang di hadapi ASEAN. Menurutnya, capaian ASEAN dalam 50 tahun ini jangan sampai menjadikan negara anggotanya berpuas diri. Di dunia yang sangat cair dan penuh ketidakpastian ini, ASEAN akan menghadapi tantangan yang berat, karena itu menurut Retno, agar dapat mempertahankan ekosistem perdamaian dan kesejahteraan tadi, maka :
Pertama, ASEAN harus mampu menjadi organisasi yang modern, lentur, dan memiliki sekretariat yang kuat. Efisiensi perlu mendapatkan perhatian ASEAN. Jika tidak dilakukan efisiensi, ribuan pertemuan setiap tahunnya itu akan menjebak ASEAN menjadi “meeting-oriented” dan bukan “implementation-oriented“.
Kedua, semboyan people-centered harus benar-benar diimplementasikan. Gap kesejahteraan di dalam setiap negara anggota dan gap pembangunan di antara negara anggota harus diperkecil. Kelas menengah ASEAN, yang jumlahnya mencapai 150 juta pada tahun 2015 dan diproyeksikan akan tumbuh menjadi 400 juta pada tahun 2020 (Nielson, 2015), harus mampu menarik gerbong usaha menengah kecil dan mikro (UMKM) sehingga masyarakat semakin merasakan manfaat ASEAN. Pekerja migran ASEAN harus diberi perlindungan maksimal.
Ketiga, kesatuan dan sentralitas ASEAN harus terus dipertahankan. Negara anggota harus berkomitmen tinggi untuk menjaga kesatuan dan sentralitas ASEAN. Tanpa kesatuan, tidak akan terjadi sentralitas ASEAN. Dan tanpa kesatuan dan sentralitas, ASEAN akan kehilangan relevansinya sebagai kawasan penyedia ekosistem perdamaian. Yang lebih dikhawatirkan, Asia Tenggara justru akan menjadi “proksi” bagi persaingan kekuatan besar dunia.
Keempat, integrasi ekonomi dengan lingkup yang lebih luas harus dilakukan di tengah maraknya proteksionisme banyak negara. Dalam kaitan ini, sangat penting bagi ASEAN untuk segera menyelesaikan perundingan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP). Ke-16 negara anggota RCEP tersebut berwargakan separuh penduduk dunia, memberikan kontribusi lebih 30 persen PDB dunia, dan seperempat ekspor dunia.
Kelima, ASEAN harus mampu mengatasi maraknya kejahatan lintas batas, termasuk radikalisme, terorisme, illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing, dan perdagangan narkoba. Keamanan laut di ASEAN harus ditingkatkan sehingga pelaut-pelaut ASEAN bebas dari bahaya penculikan.
Keenam, masyarakat ASEAN harus meningkatkan rasa kepemilikan terhadap ASEAN. Sejarah ASEAN perlu dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Negara-negara anggota ASEAN perlu mendorong tumbuhnya pusat-pusat kajian ASEAN.
Itulah paparan Retno menyambut 50 tahun ASEAN, semga tetap jaya dan terus mengemban misi perdamaian di negara-negara kawasan Asia Tenggara.
M Riz
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: