Terorisme dan Nalar Bengkok Beragama
Kegagalan Memahami Agama
Para teroris itu bukanlah atheis, tetapi beragama dan jelas bertuhan, bahkan tidak jarang sebagai pemuka agama. Di Myanmar, kita mengenal Ashin Wirathu, bikshu Buddha yang sedemikian keji menyuarakan narasi kebencian dan membantai penduduk Muslim Rohingya. Dominic Ongwen, anggota Kristen Lord’s Resistance Army (Tentara Perlawanan Tuhan) Uganda, merekrut siswi-siswi sekolah menengah sebagai budak seks, memerintahkan mereka membunuh dan memakan daging ratusan warga sipil Uganda. Tak beda jauh dengan pelaku bom bunuh diri gereja Surabaya. Mereka sekeluarga muslim, bahkan dikenal rajin beribadah. Menurut cerita tetangga, mereka masih menyempatkan diri berjamaah Shubuh di masjid sebelum meledakkan diri.
Sebagai insan beragama, mengapa mereka menjadi teroris? Menjadi teroris bukan hal yang mudah dan instan. Pada tahap awal biasanya dimulai dari sikap sentrisme (merasa benar sendiri), lalu meningkat menjadi primordialis (sikap fanatik akut terhadap kelompoknya), atau dalam bahasa agama disebut dengan tatharruf (ekstrim), berlanjut menjadi intoleran, radikal, dan puncaknya sebagai teroris.
Pada dasarnya, teroris juga manusia normal yang memiliki empati dan rasa kemanusiaan. Kebrutalan teroris terjadi ketika empati di dalam hatinya tergantikan oleh tujuan yang sangat kuat tetapi hanya sesaat. Teroris adalah orang-orang yang karena suatu alasan, gagal menyelami makna kehidupan kemudian bertemu dengan kelompok yang menawarkan ‘kehidupan baru’, tetapi harus ditempuh melalui jalan kematian.
Nalar yang bengkok dalam memahami teks-teks kitab suci juga seolah melegalkan aksi teror atas nama agama. Bukan cuma Islam, kondisi seperti ini dapat menimpa pada pemeluk agama apa pun. Para penceramah bernarasi kebencian dan permusuhan banyak bertebaran di kanal informasi. Menganggap yang berbeda sebagai musuh dan harus diperangi menjadi doktrin sehari-hari. Di tengah masyarakat awam yang haus spiritualitas, kemunculan mereka justeru meracuni darah kehidupan. Anehnya, yang demikian ini justeru laku keras dan digemari. Jika demikian yang terjadi, sesungguhnya mereka telah gagal memahami agama sebagai jalan perdamaian dan keselamatan serta tidak mampu mengenal sifat Tuhan sebagai Maha Pengasih dan Penyayang.
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: