Tokoh Konservatif Jadi Kanselir Austria dan Pemimpin Termuda Dunia
Vienna – Para tokoh muda nampaknya mulai bermunculan sebagai pemimpin baru di benua biru Eropa. Kali ini adalah Sebastian Kurz yang baru berumur 31 tahun yang akan menjadi pemimpin dunia termuda. Kurz ini akan menjadi Kanselir Austria, setelah partai yang dipimpinnya memenangi pemilu parlemen Austria.
Partai Rakyat Austria (ÖVP) yang dipimpin oleh Kurz, seperti dilansir laman the Local, proyeksi exit poll menunjukkan ÖVP memimpin dengan raihan 30,5 persen suara.
Jika biasanya karakter muda, kharismatik, dan liberal adalah hal yang lumrah di kancah perpolitikan barat. Tapi berbeda halnya dengan Sebastian Kurtz. Ia adalah sosok konservatif, sehingga dijuluki sebagai Trudeau dan Macron versi konservatif. Sebutan itu ditujukan kepada dua nama pemimpin muda dunia, yakni Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau dan Presiden Perancis Emmanuel Macron.
Pencapaian karir politik Kurtz yang luar biasa ini diibaratkan bagaikan meteor yang melesat cepat. Padahal empat tahun lalu ia baru terpilih menjadi anggota parlemen Austria pada Pemilu 2013. Dengan tampilan baby face nya ia berhasil meluruhkan hati pemilih muda, terutama kaum wanita di Austria. Namun selang tak berapa lama ia langsung dipercaya menjadi Menteri Luar Negeri Austria di umurnya yang ke 27.
Kurtz saat itu menjadi Menteri Luar Negeri Termuda di dunia, dan juga menteri termuda dalam sejarah perpolitikan Austria. Saat menjadi Menlu salah satu peran penting Kurtz adalah menjadikan Austria sebagai tuan rumah untuk perundingan nuklir antara Iran dan Amerika Serikat serta sekutunya. Dimana pada perundingan tersebut menghasilkan kesepakatan komprehensif bersama yang bersejarah.
Demi berkonsentrasi pada jalur politiknya, Kurtz rela meninggalkan studi hukumnya, dan ia lalu dipilih sebagai ketua umum partainya yakni Partai Rakyat Austria (ÖVP). Dalam kepemimpinannya sebagai ketua umum Partai Rakyat Austria (ÖVP), Kurtz tanpa basa basi menyudahi grand coalition dengan partai berkuasa Austria yaitu Partai Sosial Demokrat yang kemudian memicu pemilu dini.
Dengan usia yang lebih muda dua tahun dibanding pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong Un, Kurz merupakan sosok yang beraliran keras dalam isu imigrasi dan Islam. Isu-isu itulah yang menjadi salah satu hal yang membuat popularitasnya meroket.
Contohnya pada tahun 2016, Kurtz memerintahkan penutupan jalur Balkan yang kerap dipakai imigran untuk memasuki Austria. Lalu ia juga meluncurkan legislasi yang melarang pendanaan mesjid oleh negara asing, serta pelarangan pemakaian burka di tempat umum.
Dalam kampanyenya, Kurz telah berjanji akan terus membatasi jumlah pengungsi dan imigran ilegal yang memasuki Austria, serta memperketat penjagaan perbatasan Austria.
Pandangan dan kebijakan politik Kurz tersebut menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak, bahwa ia akan menjadi semakin konservatif. Para pengamat politik Austria memprediksikan, kalau Kurtz nantinya akan membentuk pemerintahan koalisi dengan Partai Kebebasan Austria (FPÖ) yang beraliran kanan jauh populis nasionalis.
Ping.
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: