Drama Pencalonan Presiden Indonesia 2019-2024
Infrastruktur memang bukan satu-satunya persoalan kita. Begitu pula penguasaan kembali dan optimasi manfaat sumberdaya alam yang selama ini hampir tak berarti dibanding potensi perolehan mestinya. Dua hal yang memang perlu dan mampu dituntaskan Joko Widodo dalam periode pertama kepemimpinannya.
Kita sesungguhnya juga membutuhkan pembenahan segera pada berbagai suprastruktur yang menopang keberlangsungan bangsa ini agar mampu bangkit dari keterpurukan dan menyongsong masa depannya. Juga pada sistem dan tatanan birokrasi yang menjalankan berbagai fungsi pemerintahan untuk menyelesaikan persoalan dan menghadapi tantangan. Hal-hal besar yang hampir mustahil dilakukan jika pertikaian politik terus-menerus menyandera dan masing-masing kelompok semakin asyik saling menegasi satu dengan yang lain.
Di luar kedua hal tersebut di atas tadi — infrastruktur dan optimasi pemanfataan sumberdaya alam — Joko Widodo memang menghadapi ancaman pada kerawanan kinerja pemerintahannya. Sebagian karena hal-hal yang diluar kendali beliau. Seperti gejolak dan dinamika pada stabilitas global. Baik secara ekonomi, politik, maupun keamanan yang berdampak terhadap negara kita. Tapi juga oleh hal-hal yang berkaitan dengan kompetensi dan penguasaan masalah, kapasitas, serta kapabilitas para pembantunya dalam menghadapi maupun mengantisipasi persoalan dan tantangan yang ada.
Meski demikian saya tetap percaya kepemimpinan Joko Widodo pada periode yang akan datang tetap lebih baik dan diperlukan dibanding siapa pun yang lain.
Mengapa?
Pertama — sperti yang telah diungkapkan di bagian awal tadi — karena kepribadiannya yang sederhana, sosoknya yang jujur dan bersih, dan kesempurnaan sikapnya dalam mengemban amanah yang kita berikan.
Hal yang kedua karena pertimbangan agar beliau memperoleh kesempatan menuntaskan dan sekaligus menindak lanjuti hal-hal yang telah dimulai. Terutama tentang implikasi keadilan sosial setelah berbagai infrastruktur yang sekarang digelarnya tuntas. Begitu pula dalam hal upaya optimasi pemanfataan sumberdaya alam yang kini dilakukannya. Semua ‘investasi‘ itu berpeluang sia-sia ketika sosok lainnya yang terpilih memimpin Indonesia pada 2019-2024 nanti. Apalagi jika manusianya selalu sibuk dengan pencitraan, hobi memanipulasi fakta, dan cenderung menyederhanakan amanah sesuai dengan selera pribadinya.
Pertimbangan yang ketiga terkait kesempatannya mengimplementasikan keinginan untuk menggerakkan jajaran pembantu yang profesional dan independen. Pada periode kedua dan terakhir nanti, Joko Widodo berpeluang mengabaikan berbagai tekanan politik yang selama ini selalu memasungnya. Dia pun tak perlu lagi terlalu menghiraukan ‘kegaduhan‘ yang mungkin berkembang. Upaya pengejawantahan Revolusi Mental dan Nawacitayang sebelumnya terbengkalai, bagaimanapun memang akan mengundang kegaduhan. Sebab, revolusi merupakan perubahan yang berlangsung seketika dan selalu menyertakan korban.
BERITA
Reuni Alumni 212 Jelas Kapitalisasi Agama demi Kepentingan Politik
Jakarta – Reuni Alumni 212 yang bakal digelar awal Desember di Lapangan Monas Jakarta dianggap bentuk kapitalisasi agama demi kepentingan politik. Reuni tersebut seharusnya tidak diadakan lantaran tuntutan aksi 212 sudah diakomodasi.
Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lingkar Madani. Ia menilai kegiatan alumni 212 ini bukan murni kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Ia juga keheranan mengapa harus ada acara tersebut. Pasalnya, tuntutan aksi 212 sudah dipenuhi dengan Basuki Tjahaja Purnama dipenjara.
“Itu sudah jelas politik, enggak ada hubungannya lagi dengan agama, enggak ada hubungannya dengan dakwah, apa yang mereka tuntut sudah dipenjara kok. Apalagi gunanya, itu politik murni politik, murni untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah. Saya pikir mereka hanya mau mengapitalisasi agama ini. Mengapitalisasi agama terus-menerus untuk kepentingan politik. Enggak ada hubungannya dengan dakwah,” kata Ray kepada wartawan di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
Ray pun mengaku masih belum paham apa sebenarnya tujuan acara reuni alumni 212. Ia membandingkan dengan demonstrasi 1998 untuk menggulingkan rezim Soeharto dan Orde Baru. Usai berhasil menggulingkan, tak ada perkumpulan alumni maupun acara reuninya.
“Yang saya juga enggak mengerti tujuannya apa? Masak demonstrasi pakai alumni, alumni pakai reuni. Ada-ada saja. Yang besar sekali pun perjuangan 98 itu ya berhenti di 98. Waktu jatuh ya jatuh. Bahwa anggotanya membentuk kelompok-kelompok tertentu ya silakan saja. Enggak ada reuni 98 yang jatuhin soeharto, enggak ada,” imbuhnya.
Baca Juga:
BERITA
Kubu Jokowi Anggap Amien Rais Tidak Dewasa dalam Berpolitik
Jakarta – Kubu Joko Widodo-Maruf Amin menilai, pernyataan Amien Rais yang memaksa Muhammadiyah untuk memihak salah satu calon di pemilihan presiden menunjukkan sikap Amien Rais yang tidak dewasa dalam berpolitik.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-Maruf Amin Ace Hasan Syadzily. Selain menunjukkan Amin Rais tidak dewasa, pernyataan tersebut juga menunjukkan bahwa sosok Amien Rais bukan negarawan tulen.
“Hanya karena beliau pendukung Prabowo-Sandi mau mendikte Muhamamdiyah mendukung paslon tertentu. Itu menunjukkan ketidakdewasaan politik sebagai politisi yang dikenal selalu menjaga demokrasi,” jelas Ace, seperti dikutip dari Merdeka.com, Rabu (21/11).
Justru, dengan paksaan dan desakan tersebut, suara Muhammadiyah malah enggan memilih Prabowo-Sandi. “Kalau terus menerus seperti itu, saya tidak yakin Prabowo mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah,” tegasnya.
Sikap tersebut sama sekali tidak mencerminkan sosok negarawan. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sebagai negarawan, seharusnya Amien Rais menjaga agar ormas, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, tidak diseret ke ranah politik praktis.
“Sebetulnya secara organisasi Muhammadiyah dan NU tidak menunjukkan dukungan secara tegas, itu perlu terus dijaga bahwa citra ormas Islam tidak terseret ke dalam politik praktis hanya untuk kekuasaan semata,” tegasnya lagi.
Baca Juga:
BERITA
Penggunaan Teknologi VAR di Liga Champions Dipercepat?
Jakarta – Setelah sukses digunakan dalam beberapa turnamen FIFA, ternyata kehadiran teknologi Video Assistant Refree (VAR) disambut baik oleh sejumlah klub Eropa.
Video Asisten Wasit (VAR) kemungkinan besar akan segera diterapkan di ajang Liga Champions, tepatnya ketika memasuki babak knock out alias fase gugur di musim ini. Wacana tersebut langsung berasal dari Presiden UEFA Aleksander Ceferin dan Ketua Asosiasi Klub Eropa Andrea Agnelli.
Dilansir dari Soccerway, Selasa (20/11), sebelumnya VAR sendiri akan diberlakukan di Liga Champions mulai musim depan, namun belakangan wacana tersebut akan dipercepat dalam rangka untuk proses pengujian teknologi tersebut.
“Kami sudah mulai melakukan semua persiapan. [Kepala wasit UEFA] Roberto Rosetti dan timnya sangat bagus. Ada sudut pandang penting – wasit dan semua aspek teknis,” kata Ceferin dalam konferensi pers di Brussels.
“Saya mengharapkan laporan dalam seminggu atau lebih dan kemudian kita akan melihat kapan kita dapat menerapkannya. Pada musim depan yang terbaru,” sambungnya.
Senada dengan Ceferin, Agnelli yang notabene merupakan pemilik Juventus siap mendukung wacana UEFA untuk mempercepat penerapan VAR di ajang Liga Champions.
Baca Juga: